Kisah Kemuliaan-Nya (2)

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Draf Buku Perspektif


... Sambungan dari bagian 1

Steven C. Hawthorne

Pelayanan dari Kemuliaan yang Semakin Bertambah dengan Paulus

Paulus melihat kehidupannya sebagai kelanjutan dari tujuan yang sudah ada sejak dahulu kala menuju kepada saat di mana seluruh bangsa akan sujud beribadah kepada Allah. Pernyataan paling jelas dari Paulus mengenai tujuan dari misinya adalah “untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya” (Rom. 1:5, penekanan dari saya). Paulus melihat seluruh dunia terbagi menjadi dua kategori: tempat di mana Kristus dimuliakan dan tempat di mana Kristus tidak dimuliakan. Paulus betul-betul bertekad memprioritaskan upayanya untuk berjerih payah di tempat di mana Kristus tidak dikenal (Rom. 15:20).8

Kita dapat melihat dua arah dari kemuliaan Allah dalam pelayanan Paulus. Di satu sisi dia melayani untuk memuliakan Allah dengan menyatakan Kristus kepada bangsa-bangsa?membuat Kristus “dikenal.” Tetapi hasrat terbesar Paulus, hal yang membuat Paulus bersukacita adalah apa yang dibawa kembali kepada Allah dari bangsa-bangsa tersebut. “Namun, karena kasih karunia yang telah dianugerahkan Allah kepadaku, aku di sana sini dengan agak berani telah menulis kepadamu untuk mengingatkan kamu, yaitu bahwa aku boleh menjadi pelayan Kristus Yesus bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi dalam pelayanan pemberitaan [menjadi imam] Injil Allah, supaya bangsa-bangsa bukan Yahudi dapat diterima oleh Allah sebagai persembahan yang berkenan kepada-Nya, yang disucikan oleh Roh Kudus. Jadi dalam Kristus aku boleh bermegah tentang pelayananku bagi Allah” (Rom. 15:15-17).

Ambisi Paulus yang kuat untuk “memberitakan Injil” didasarkan pada perintah yang jauh lebih mendasar (atau dalam ungkapan Paulus sendiri, “kasih karunia telah dianugerahkan”) dari Allah untuk menjadi “imam dari Injil.” Tidak ada gambaran yang salah di sini. Paulus melihat dirinya berada di hadapan Allah, melayani bangsa-bangsa seperti seorang imam, mengajarkan dan mengarahkan mereka untuk mendekat kepada Allah, menolong mereka membawa kemuliaan mereka sebagai bangsa untuk dipersembahkan kepada Allah, sesuatu yang menyenangkan Allah. Tugas Paulus bukan untuk mengubah masyarakat dan budaya. Roh Allah pada saat itu bekerja mentransformasi dan menguduskan peragaan kemuliaan seterbaik mungkin dari segala suku bangsa.

Paulus bekerja keras membayar harga yang besar dengan sebuah visi yang mulia di hadapannya. Visi tersebut merupakan sesuatu yang dianggapnya sebagai sesuatu yang layak untuk dikerjakan dan dinantikan. “Dengan satu suara” dari berbagai aliran orang percaya, Yahudi dan bukan Yahudi, lemah dan kuat, akan bersama-sama “memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus” (Rom. 15:6).

Suatu Latihan Bagi Kemuliaan Kekal

Di akhir sejarah, kita akan sangat terkagum-kagum tentang betapa limpahnya kasih Allah telah dipenuhi. Kasih-Nya akan bertakhta dengan memenangkan devosi yang bersungguh-sungguh dari segala bangsa. Yesus akan menggenapi seluruh janji yang Dia berikan kepada Bapa-Nya, “Aku telah memberitahukan nama-Mu kepada mereka dan Aku akan memberitahukannya, supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka …” (Yoh. 17:26).

Setelah sejarah berlalu, kita akan menemukan bahwa seluruh ibadah dari segala bangsa di seluruh generasi merupakan suatu latihan untuk peristiwa yang lebih besar dari kasih dan kemuliaan, tetap melibatkan kemuliaan yang diperindah dari segala bangsa.

Sorga akan memenuhi bumi: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka” (Why. 21:3).

Segala suku bangsa akan bertahan secara kekal. Kotanya adalah sorga di bumi akan dihiasi oleh raja dari segala bangsa yang secara terus-menerus dating membawa harta benda dan buah dari suku-suku bangsa ke hadapan takhta Allah (Why. 21:22-26). Kita akan melayani Dia, terpesona dan dimuliakan dengan memiliki nama-Nya pada wajah kita. Dengan memandang wajah-Nya, kita akan melayani Dia sebagai imam-imam yang dikasihi-Nya (why. 22:1-5).

Untuk Apa Penginjilan Dunia Ada?

Sampai saat ini kita telah berseru, “Kiranya seluruh bumi mendengar suara-Nya!” Mari kita terus menyuarakan Firman-Nya kepada segala makhluk. Tetapi segera akan datang suatu hari, yang telah diperhitungkan sebelumnya, seluruh bumi akan mendengarnya. Apa yang akan terjadi setelah itu?

Ada seruan yang lain, jauh lebih awal. Seruan bagi nasib dunia. Seruan tersebut harus lebih disuarakan pada hari ini: “Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu!” (Mzm. 67:3-5). Sekarang kita mendengar semakin banyaknya ucapan syukur dari bangsa-bangsa. Marilah kita memusatkan afeksi kita yang paling dalam dan rencana kita yang paling berani pada kemuliaan di mana setiap suku bangsa mengasihi Allah dengan yang terbaik dari masyarakat mereka yang telah dikuduskan. Suatu pengharapan yang luar biasa!

Perubahan-Perubahan Dalam Praktik

Penekanan pada kemuliaan Allah lebih dari sekadar suatu bunga dekorasi yang menghiasi Amanat Agung. Kita harus semakin bekerja sama dengan suatu hasrat bersama agar Kristus dapat dikenal dan dipuji dalam setiap suku bangsa. Suatu visi “doksologis” (berkaitan dengan kemuliaan) dari penginjilan dunia menawarkan hikmat praktis yang mendasar untuk menyelesaikan tugas yang tersisa. Masuk ke dalam kisah tentang kemuliaan-Nya dapat membantu kita dalam tiga hal praktis.

1.Memperdalam Dasar Motif Kita untuk Sebuah Kasih bagi Kemuliaan Tuhan

Penginjilan dunia adalah bagi Allah. Adalah umum untuk bekerja dari keprihatinan bagi kesulitan orang?melihat apakah mereka diselamatkan dari neraka, atau melayani mereka untuk keutuhan komunal, atau keduanya. Belas kasihan seperti itu alkitabiah dan diperlukan. Namun, kasih kita bagi orang lain mendapatkan keseimbangan dan kuasa ketika semangat kita yang besar itu agar Allah dimuliakan melalui kebaikan yang ditunjukkan dalam nama-Nya; dan lebih dari itu, agar Allah secara pribadi mendapat ucapan terima kasih dari orang yang telah diubahkan melalui kuasa Injil.

Yesus sangat tergerak belas kasihan-Nya yang limpah ketika Dia melihat sejumlah besar orang banyak seperti domba yang tak bergembala, tetapi Dia tidak menanggapi kebutuhan yang terlihat secara kasat mata. Yesus sengaja membentuk ulang visi-Nya bagi sejumlah besar orang yang sama dengan metafora yang berbeda. Yesus melihat mereka tidak hanya sebagai domba yang terhilang tetapi memiliki nilai yang besar di mata Allah: “Tuaian-Nya.” Siapa yang dapat memahami sukacita Allah terhadap pemenuhan tuaian yang diterima-Nya dari kehidupan manusia? Yesus mulai melakukan hal tersebut. Melalui visi tersebut Yesus memohon agar Tuhan yang memiliki tuaian mengirimkan pekerja untuk tuaian tersebut (Mat. 9:35-38). Yesus mengetahui, bahwa di dalam cara Allah, bekerja secara sukarela memiliki nilai yang kecil. Apa pun yang memiliki kuasa yang tinggal tetap berasal dari “pengutusan” Allah yang otentik. Belas kasihan mengalir seperti sungai dari seseorang yang benar-benar diutus. Upaya-upaya misi yang motivasinya berasal dari respons belas kasihan terhadap kesulitan manusia tidak akan bertahan lama. Daya tarik karena rasa bersalah untuk menolong orang yang terluka atau terhilang tetap akan sedikit melembutkan hati kita. Namun, pada praktiknya, orang-orang yang ditolong ini akan melelahkan dan menyulitkan orang-orang percaya dengan hanya sedikit ketaatan. Pekerjaan yang mahal dan sulit perlu dilakukan. Jerih payah seperti itu tidak dapat ditopang oleh semangat yang sementara dan cepat padam yang dihasilkan karena melihat jiwa-jiwa yang akan binasa dan membutuhkan pertolongan. Tujuan global Allah merupakan pekerjaan yang sudah dimulai sejak dahulu kala, lebih dari sekadar kebutuhan mendesak. Pada saat ini, lebih dari saat-saat sebelumnya, orang percaya perlu dibina dalam keinginan yang kuat untuk semangat yang menjangkau lebih luas bagi kemuliaan Allah. Dengan kepastian bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya, kita dapat sangat tergerak oleh kebutuhan-kebutuhan orang lain sambil bertindak dengan berani bagi tujuan Allah.

2. Mendefinisikan Tugas sebagai Semakin Menyatakan Kemuliaan Allah

Tak pernah ada hari di mana orang-orang Kristen begitu mengambil kepedulian bagi penjangkauan segala bangsa di dunia. Memperhatikan kelompok-kelompok suku dan budaya mereka menolong kita merencanakan komunikasi Injil yang efektif kepada budaya tertentu. Pendekatan pada kelompok suku tampak sangat berguna untuk mengevaluasi perkembangan dan penempatan tugas yang berbeda secara proporsional bagi kerjasama yang efektif.

Meskipun demikian, pendekatan terhadap kelompok suku ini telah menjadi isu pokok. Selama bertahun-tahun, sebagian orang menolak seluruh pendekatan ini dan melihatnya sebagai pemecah kesatuan dari gereja-gereja atau sebagai penutup bagi sikap menjengkelkan dominasi kolonial oleh orang Barat. Baru-baru ini, sebagian orang lain secara diam-diam telah membuang pendekatan ini dan menggantinya dengan paradigma yang lain yang lebih dapat dijalankan. Bahkan ketika negara-bangsa dapat terpecah dalam satu malam ke dalam persaingan berbagai kelompok suku bangsa yang membentuk negara tersebut, pendekatan negara demi negara untuk penginjilan masih tetap terbukti menarik. Pendekatan geografis lainnya berkisar dari menandai pusat-pusat perkotaan, hingga menggambar jendela dengan garis lintang utara dan selatan, hingga ke pemetaan sejumlah kekuatan spiritual yang melawan Injil. Tentu, suku-suku bangsa di bumi memang merupakan entitas geografis, urban, dan nasional. Kita perlu memperhatikan dimensi-dimensi di atas sebagai faktor-faktor penting dalam membentuk pendekatan yang berguna bagi suku apa pun. Tetapi sasaran kita jangan direduksi untuk mendekati suku-suku bangsa hanya demi ”menabrak” mereka sebagai “target.” Kita harus memiliki tujuan yang lebih dari sekadar perjumpaan dengan Injil. Kita harus memiliki tujuan untuk melihat hasilnya berupa ibadah yang taat kepada Allah yang mungkin memiliki kekhasan tersendiri bagi kelompok suku tersebut.

Saya setuju bahwa bukanlah pendekatan kelompok suku yang penting, tetapi hasil dari kelompok suku. Apa hasil dari Injil? Pasti lebih dari sekadar setiap pribadi memiliki kesempatan untuk terbebas dari hukuman. Allah telah berjanji untuk mendapatkan kemuliaan dari ketaatan terhadap diri-Nya dari setiap suku dan bahasa. Allah merindukan akan curahan kasih, kebenaran, hikmat dan penyembahan yang khas dari setiap suku. Ini merupakan alasan paling baik untuk menanam gereja-gereja pribumi. Titik pandang demikian mengangkat perbedaan yang indah dari setiap kelompok suku, dan pada waktu yang sama, memperbesar nilai perluasan dari terobosan Injil ke setiap tempat. Masalah geografis menjadi semakin penting. Setiap kota dan tempat menjadi lebih penting sebagai tempat bagi pernyataan unik dari kerajaan Allah.

3. Mengintegrasikan Upaya-upaya Bagi Kemuliaan Allah

Dikotomi yang palsu antara penginjilan dan aksi sosial dapat dikesampingkan dengan suatu pendekatan doksologis. Banyak pendapat yang bertebaran mengenai bagian mana pada manusia yang lebih penting: Lebih pentingkah menyelamatkan jiwa atau memulihkan suatu komunitas? Pertanyaan ini secara setara berlawanan bagi kita semua. Respons yang umum terhadap pertanyaan ini adalah generalisasi yang kabur yang mengatakan bahwa kita perlu memperlakukan masalah ini sebagai “keduanya/dan” ketimbang “ini/itu.” Kita mungkin mampu untuk melakukan lebih baik. Bagaimana jika kedua hal ini diuji dan dipegang untuk apa yang kembali kepada Allah?

Kemuliaan kembali kepada Allah dari pemberitaan Injil atau semacam perbuatan baik yang dilakukan dalam nama-Nya. Kemuliaan yang lebih besar digemakan kembali ketika seluruh komunitas melihat tangan Kristus yang mengubah hidup mereka.

Sebagian orang secara tak perlu mengusulkan mandat ganda untuk membentuk suatu titik keseimbangan. Apa yang biasa disebut mandat budaya menjadi istilah untuk tugas memenuhi bumi diseimbangkan dengan mandat penginjilan untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia. Bukankah tujuan Allah itu tunggal yaitu untuk dilayani oleh segala bangsa dan di segala tempat di muka bumi? Pelayanan dari bangsa-bangsa harus merupakan sebuah ketaatan hidup yang total dari keadilan dan kebenaran. Persembahan ibadah yang kini dibawa kepada Allah melalui Kristus harus berupa kata dan karya.

Di dalam visi bagi kemuliaan Allah terdapat substansi kesatuan sejati antara gereja-gereja. Dengan suatu kecemburuan untuk memuliakan Tuhan secara khas dari segala bangsa, kita dapat dengan mudah mengesampingkan tuntutan akan keseragaman ibadah dan pengaturan. Kita dapat bersuka dalam keragaman gaya dalam kebenaran, kedamaian, dan sukacita, sementara secara umum mengakui satu kebenaran tunggal dalam pribadi Kristus.

Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas