Kisah Kemuliaan-Nya (1)

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Draf Buku Perspektif


Steven C. Hawthorne

Steven C. Hawthorne adalah Direktur dari WayMakers, sebuah pelayanan misi dan mobilisasi doa. Setelah menjadi editor bersama dari kursus dan buku Perspectives di tahun 1981, beliau menjalankan “Joshua Project,” suatu seri ekspedisi penelitian ke antara orang-orang yang belum terjangkau di Asia dan Timur Tengah. Dia juga menulis Prayerwalking: Praying on Site with Insight bersama dengan Graham Kendrick.

Alkitab pada dasarnya adalah kisah mengenai Allah. Ketika kita melihat Alkitab sebagai buku pertolongan terhadap diri sendiri, kita akan menjadi bosan atau frustrasi karena menemukan Alkitab berisi kumpulan kisah yang sepertinya tidak beraturan. Bagaimana jika Alkitab sebenarnya lebih banyak bercerita mengenai Allah daripada kita? Betapa menggetarkan menemukan di setiap elemen dari Alkitab kita menemukan?laporan peristiwa, ayat-ayat yang mengandung hikmat, lirik-lirik nubuat?menyatu ke dalam satu kisah utama dari satu Pribadi yang agung.

Kita terbiasa dengan ide bahwa Alkitab adalah kisah nyata. Kisah Alkitab begitu nyata sehingga terus berlangsung sampai saat ini. Kita biasa mendengar bahwa Alkitab adalah kisah kasih. Tetapi kita cenderung hanya melihat satu sisi dari kasih: bagaimana Allah mengasihi manusia. Jika maksud utama Alkitab adalah Allah dikasihi dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan, mungkin lebih bijaksana jika keseluruhan kisah Alkitab dibaca dari sudut pandang Allah. Ketika kita melihatnya dari sudut pandang Allah, kisah kasih yang agung ini akhirnya bisa dimengerti: Allah tidak hanya mengasihi manusia. Dia mentransformasi mereka menjadi manusia yang dapat sepenuhnya mengasihi Dia. Allah menarik manusia sebagai penyembah yang mempersembahkan secara bebas kemuliaan yang diinspirasi oleh kasih kepada Allah.

Allah hanya dapat dikasihi ketika Dia dikenal. Inilah alasan mengapa kisah Alkitab adalah kisah tentang Allah menyatakan Diri-Nya untuk menarik kepada Diri-Nya ibadah, atau kemuliaan dari bangsa-bangsa. Dengan kasih Allah yang besar di pusat, Alkitab benar-benar merupakan kisah kemuliaan-Nya

Konsep Dasar Kemuliaan

Untuk menelusuri kisah Allah sebagaimana kisah tersebut dinyatakan dalam Alkitab, kita perlu mengerti tiga gagasan yang terkait satu sama lain, yang menentukan kisah tersebut di setiap hal: kemuliaan, nama Allah dan ibadah.

Kemuliaan

Jangan dibingungkan dengan kata yang terdengar religius “kemuliaan.” Kemuliaan adalah keindahan hubungan yang ingin dilihat hati setiap orang dan bahkan masuk ke dalamnya. Kata “kemuliaan” di dalam Alkitab merujuk kepada nilai esensial, keindahan dan nilai manusia, hal-hal yang diciptakan dan, tentu saja Sang Pencipta sendiri. Kata Ibrani untuk kemuliaan memiliki arti bobot, substansi, dan pada saat yang sama, elegan atau keindahan yang memancar. Memuliakan seseorang sama dengan mengakui nilai intrinsik dan keindahan mereka dan menyatakan hal tersebut secara terbuka. Memuliakan Allah adalah memuji atau menyatakan Dia secara terbuka dan benar. Kemuliaan ada di inti setiap ibadah sejati di sepanjang Alkitab:

Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu (Mzm. 86:9).
Kitalah … yang beribadah oleh Roh Allah, dan bermegah (memuliakan) dalam Kristus Yesus … (Flp. 3:3).

Ide mengenai “kemuliaan” juga menggambarkan kehormatan yang dapat diberikan atau dihadiahkan. Ketika seseorang ditinggikan atau dibesarkan, dia, pada taraf tertentu dalam pengertian alkitabiah, dimuliakan. Allah begitu kaya akan kemuliaan sehingga Dia memberikan kehormatan yang besar ke atas pelayan manusia-Nya tanpa mengompromikan kemuliaan-Nya sedikit pun. Yesus menunjukkan kebiasaan kita dalam mencari “kemuliaan seorang dari yang lain,” namun gagal untuk “mencari kemuliaan dari Allah yang Esa” (Yoh. 5:44).

Nama Allah

Di seluruh kisah yang lebih besar dalam Alkitab, para penulis Alkitab menggunakan ide “nama Tuhan” sebagai sebuah ide kunci. Untuk membedakan fungsi-fungsi referensi, penyataan dan reputasi, kita dapat mengerti penggunaannya dengan tiga kategori yang mudah diingat: nama identitas, penyingkapan dan nama populer.

Nama Identitas

Pertama, ada nama-nama yang digunakan untuk menyebut Allah dalam Alkitab. Allah tidak pernah tanpa nama dalam kisah-Nya. Dia menggunakan banyak nama bagi diri-Nya. Karena fungsi nama-nama tersebut adalah sebagai referensi, kita dapat menyebut nama-nama tersebut, dalam pembahasan ini, “nama identitas” Allah karena sebuah nama identitas membedakan dan mengidentifikasi seseorang. Kita dapat menyebut Allah dalam Kitab Suci sebagai “Tuhan semesta alam” demikian juga sebagai “Tuhan Maha Kuasa,” atau “Hakim seluruh bumi” atau “Raja kemuliaan.” Setiap nama tersebut betul-betul merupakan nama Allah.1

Nama Penyingkapan

Kedua, Allah berkenan menyatakan Diri-Nya secara akurat melalui nama apa pun dalam Alkitab. Fungsi dari nama-nama tersebut adalah sebagai penyataan. Sebagai contoh, setiap orang yang pernah beberapa saat merenungkan nama alkitabiah “Tuhan adalah gembalaku” akan memiliki pengertian yang lebih baik mengenai kebaikan Allah yang memelihara.

Nama Populer

Penggunaan ketiga dari “nama Tuhan” adalah yang paling limpah dalam Alkitab, meskipun kurang diketahui. “Nama Tuhan” paling sering merujuk pada pengertian reputasi publik-Nya. Saya menyebutnya “nama populer” Allah. Fungsinya adalah sebagai reputasi Allah. Nama Tuhan adalah nama global-Nya yang dikenal umum. Nama tersebut adalah memori terbuka, berdasarkan kejadian historis, yang membangun suatu reputasi yang layak untuk dipercaya di kemudian hari. Nama Tuhan adalah keseluruhan kebenaran mengenai Diri-Nya yang telah dinyatakan-Nya dan dideklarasikan dalam kisah Alkitab sejak dahulu sampai sekarang. Orang Ibrani tidak hanya menyimpan kisah ini, tetapi mereka juga menceritakannya. Tidak seperti cara dari banyak agama lain, penyataan Allah tidak pernah menjadi sesuatu yang rahasia bagi sebagian kecil orang. Yesaya memanggil bangsa Israel untuk “memberitahukan perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa,” agar bangsa-bangsa tersebut terus diingatkan kalau “nama-Nya tinggi luhur” (Yes. 12:4). Seperti yang akan kita lihat, sebagian besar kisah Alkitab menceritakan kembali apa yang telah Allah lakukan untuk membuat nama-Nya menjadi besar di antara bangsa-bangsa.

Ibadah

Mengapa Allah ingin dikenal dengan presisi seperti itu? Allah ingin lebih dari sekadar dikenal secara global?Dia rindu untuk disembah secara sungguh-sungguh.

Allah Menyatakan Kemuliaan untuk Menerima Kemuliaan

Kemuliaan Allah mengalir dalam dua arah. Pertama, kemuliaan-Nya mengalir ke arah dunia. Dia menunjukkan kemuliaan-Nya kepada manusia di seluruh dunia. Dia menyatakan siapa diri-Nya dan apa yang telah dilakukan-Nya untuk mendatangkan arah kemuliaan yang kedua – agar manusia dapat memuliakan Dia dalam ibadah yang keluar dari kasih kepada-Nya. Allah menyatakan kemuliaan kepada segala suku bangsa agar Dia dapat menerima kemuliaan dari suku bangsa melalui ibadah.

Mazmur 96 menunjukkan dua arah ini. Allah memerintahkan untuk menyatakan kemuliaan-Nya kepada bangsa-bangsa dalam ayat 2 dan 3:

Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala suku bangsa.

Betapa suatu penggambaran yang fasih tentang penginjilan dunia! Tetapi pemazmur melanjutkan dengan mengatakan tujuan dari penginjilan dunia dengan menggambarkan aspek kedua dari kemuliaan Allah: respons kemuliaan dari bangsa-bangsa kepada Allah dalam ayat 7 dan 9:

Kepada TUHAN,
hai suku-suku bangsa ,
kepada TUHAN sajalah kemuliaan dan kekuatan!
Berilah kepada TUHAN kemuliaan nama-Nya,
bawalah persembahan dan
masuklah ke pelataran-Nya!
Sujudlah menyembah kepada TUHAN
dengan berhiaskan kekudusan,
gemetarlah di hadapan-Nya, hai segenap bumi.

Inti dari misi mengalir dari ekonomi kemuliaan yang luar biasa ini: Allah menyatakan kemuliaan-Nya kepada bangsa-bangsa untuk menerima kemuliaan dari seluruh ciptaan.

Sebuah Tujuan yang Melampaui Keselamatan

Manusia memang diselamatkan melalui pemberitaan global akan keselamatan dari Allah, tetapi nilai ultimat dari keselamatan mereka bukan dilihat dari apa mereka diselamatkan, melainkan untuk apa mereka diselamatkan yang sungguh-sungguh penting. Manusia diselamatkan untuk melayani Allah dalam ibadah. Dalam pengertian ini, kita dapat mengatakan bahwa penginjilan dunia adalah bagi Allah. Betapapun terbiasanya kita untuk melihat manusia sebagai tujuan yang sangat penting, Alkitab sangat jelas dalam hal ini: Alasan utama bagi misi adalah kelayakan kolosal dari Allah sendiri. Perhatikan logika dari Mazmur 96:2-4 :

kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya…. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah.

Suatu Alasan Utama yang Lebih Besar dari Supremasi

Alasan utama bagi misi kelihatannya sederhana: Karena Allah itu memiliki supremasi, setiap makhluk ciptaan harus tunduk. Namun dapatkan hal ini menjadi logika di pusat alam semesta? Hati kita tidak akan percaya hal ini. Pasti ada sesuatu yang lebih dari itu. Kitab Suci jelas sekali berbicara mengenai kebenaran bahwa Allah itu kasih. Allah memanggil manusia untuk mengasihi Dia dengan segenap apa yang ada pada mereka. Sebagai respons, di mana kasih Allah dan kasih kita?

Allah yang menuntut ibadah hanya karena Dia memiliki supremasi tidak terlihat sebagai Allah yang mengasihi. Faktanya, Allah sedemikian bahkan tidak terlihat layak dikagumi. Kegemaran Allah untuk disembah dapat membuat Dia terlihat seperti sedang bergumul dengan gambaran diri yang rendah. Adalah bodoh membicarakan kecemburuan Allah untuk disembah seakan-akan Dia seperti dewa sebuah suku yang cepat marah karena terancam oleh dewa-dewa saingannya. Allah tidak merasa terancam; sebaliknya Dia secara tak terukur merasa sedih oleh ibadah yang palsu. Ketika manusia beribadah kepada hal apa pun selain Dia, mereka menjadi seperti apa yang mereka sembah. Allah memiliki maksud yang lebih baik bagi manusia.

Apakah ibadah yang benar itu? Ibadah terjadi ketika manusia mengenali siapa Allah dan memberikan pernyataan publik dan secara bebas mendekat kepada Allah, secara pribadi memberi ucapan syukur secara langsung kepada-Nya dan kesetiaan mereka setiap hari.

Ibadah adalah interaksi relasional dengan Tuhan. Itulah alasannya Allah selalu menerima kita dalam ibadah dengan membawa pemberian. Dia tidak pernah membutuhkan pemberian dalam ibadah. Tetapi pemberian itu mendatangkan yang memberi. Inilah alasannya bangsa-bangsa didorong untuk datang membawa pemberian, memberi pemberian yang terbaik kepada Allah (Mzm. 96:8 dan banyak ayat lainnya). Melalui korban dan pemberian mereka, mereka memberi diri mereka sendiri.

Sepenuhnya Memberikan Kasih-Nya

Mengapa Allah begitu berhasrat akan penyembahan? Ada dua alasan: Dia menyukai kasih yang tulus yang diberikan kepada-Nya dalam ibadah yang benar. Alasan yang kedua: melalui mengundang manusia ke dalam ibadah yang benar, Allah dapat sepenuhnya memberikan kasih-Nya kepada mereka. Anda dapat melihatnya dalam Mazmur 96:6:

Keagungan dan semarak ada di hadapan-Nya, kekuatan dan kehormatan ada di tempat kudus-Nya.

“Keagungan dan semarak” tidak merujuk pada pengalaman diri Allah. Sebaliknya, bersama dengan “kekuatan dan kehormatan” (bagian yang paralel dengan bagian ini menyebut “sukacita” yaitu 1 Taw. 16:27), merupakan ciri dari kehadiran Allah yang akan dialami manusia yang mendekati Dia di dalam ibadah yang benar. Tidak ada yang lebih agung dan semarak bagi manusia daripada ditinggikan dan ditempatkan di hadapan kehadiran Allah sebagai raja yang agung dan mulia.

Ibadah adalah cara manusia memuliakan Allah. Ketika dilihat dari sudut pandang Allah, kita dapat melihat bahwa ibadah juga merupakan cara Allah memuliakan manusia – dalam segala arti yang terbaik membawa manusia ke dalam kehormatannya yang tertinggi. Ibadah memenuhi kasih Allah. Dia begitu mengasihi manusia sehingga Dia mau meninggikan mereka kepada sesuatu yang lebih dari sekadar kebesaran; Dia ingin membawa mereka kepada kedekatan yang dihormati untuk-Nya. Rentangkan pikiran dan hati Anda sejauh mungkin, tetapi Anda tidak akan pernah bisa mengerti apa yang telah Allah siapkan bagi mereka yang mengasihi Dia (1 Kor. 2:9).

Mungkin Yohanes pernah mencicipi “keagungan dan semarak” dari apa yang dia saksikan dalam penglihatan di Wahyu 5:1-14. Dia mendengar segala kumpulan di sorga menaikkan suara mereka memuji keagungan Allah bahwa Dia sendiri telah menebus manusia dari segala bangsa dan bahasa. Mengapa Allah mau menebus manusia yang rendah dengan harga yang sangat mahal yaitu darah Anak-Nya? Lebih lagi, mengapa Dia telah menebus manusia dari setiap etnis? Apa nilai mereka? Nilai mereka adalah: Mereka akan menjadi imamat rajani bagi-Nya. Sejumlah manusia dari setiap suku bangsa akan dengan senang hati memberikan kemuliaan dan kehormatan yang berbeda dari suku mereka masing-masing kepada Allah. Masing-masing suku bangsa memiliki nilai yang kekal karena darah Kristus. Setiap suku bangsa yang telah ditebus memiliki tempat di hadapan-Nya. Allah telah menetapkan hati-Nya yang luar biasa untuk membawa mereka ke hadapan-Nya. Ini yang harus terlihat. Kasih Allah yang tak terbalas bagi setiap suku bangsa merupakan inti dari setiap upaya misi yang sejati.

Pemazmur merenungkan fanatisme Allah bagi setiap kelompok suku di bumi. Allah memanggil setiap “kaum dari suku-suku bangsa,” di mana mereka dihubungkan oleh darah dan pernikahan dari generasi ke generasi. Masing-masing kaum ini memiliki sejarah dan tujuan di hadapan Allah. Secara bahasa formal mereka diundang ke hadapan-Nya di mana Dia bertakhta sebagai raja (Mzm. 96:7-9). Mereka tidak datang dengan tangan kosong, tetapi mereka harus membawa kepada Allah sebuah contoh kemuliaan yang unik dan kekuatan dari suku mereka. Suku-suku bangsa harus menyatakan pujian kepada Tuhan dalam bahasa mereka masing-masing, namun tak satu suku pun memberikan tebakan spekulatif tentang apa itu pujian yang benar. Hanya kebenaran yang Allah telah nyatakan mengenai Diri-Nya sendiri – ”kemuliaan nama-Nya” – yang adalah substansi dan ukuran yang benar dari pujian yang layak (ay. 8).

Alkitab Sebagai Kisah Allah

Alkitab adalah drama yang sangat mengherankan tentang kasih Allah yang menarik penyembahan dari bangsa-bangsa. Ingat tesis dasarnya: Allah menyatakan kemuliaan-Nya kepada segala suku bangsa agar Dia menerima kemuliaan dari seluruh ciptaan. Dimensi ganda dari kemuliaan ini dapat menolong kita mengerti campur aduk yang tampak dari kisah kuno ini.

Abraham

Ketika Abraham tiba di tanah perjanjian, dia tidak menonjol sebagai seorang misionaris yang hebat, bagaimanapun kita mendefinisikan peran tersebut. Abraham tidak tercatat sebagai seorang penginjil besar. Abraham dikeluarkan dari Mesir dengan dipermalukan (Kej. 12:10-20). Bangsa-bangsa tetangga di sekitar Abraham membuat dia takut sehingga dia berbohong mengenai keluarganya. Alasan Abraham berbohong mengenai istrinya tidak menunjukkan keyakinan seorang penginjil bahwa kehidupan dapat berubah: “Takut akan Allah tidak ada di tempat ini” (Kej. 20:11). Tetapi dari semua kegagalannya, Abraham melakukan hal terutama yang dapat dilakukannya ketika pertama kali tiba di tanah yang baru: Tindakan pertama Abraham adalah menegakkan keberlangsungan ibadah umum kepada Allah. “Lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN” (Kej. 12:7-8). Kaum keluarganya mungkin merupakan satu-satunya yang beribadah di mezbah itu, tetapi Allah secara eksplisit disembah nama-Nya secara terbuka.

Diberkati untuk Menjadi Berkat, untuk Menjadi Berkat

Pada suatu peristiwa Abraham menyelamatkan para tetangganya dari sekelompok suku bangsa yang datang merampok (Kej. 14). Setelah kemenangan yang luar biasa, Abraham menolak menerima hadiah yang berlimpah dari raja Sodom. Jika Abraham menerima pemberian tersebut, dia tahu bahwa sejak saat itu, dia dan keluarganya akan dianggap tinggal di bawah dukungan kota itu. Sebaliknya Abraham memilih menempatkan dirinya di hadapan bangsa-bangsa lain sebagai kaum yang secara khusus diberkati oleh Tuhan.3

Di hadapan bangsa-bangsa yang mengamati, Abraham secara tegas menyebut Tuhan sebagai pribadi yang akan memberkati dia. Perkataan Abraham yang berani (Kej. 14:21-24) ditegaskan melalui pemberian yang Abraham persembahkan kepada Tuhan. Abraham mempersembahkan kekayaan Sodom dan juga bangsa-bangsa lain kepada Tuhan. Dia membantu bangsa-bangsa asing memberikan persepuluhan kepada Tuhan, suatu tindakan ibadah formal yang dikenal pada waktu itu (Kej. 14:18-20). Dengan Melkisedek sebagai imam yang memimpin, Abraham berfungsi sebagai imam yang mempersembahkan pemberian ibadah mewakili bangsa-bangsa lain.

Abraham diberkati untuk menjadi berkat bagi bangsa-bangsa (Kej. 12:1-3). Namun tujuan Allah lebih dari sekadar memberkati bangsa-bangsa. Allah sendiri dipuji! Melkisedek secara terbuka mengakui bahwa Abraham diberkati oleh Tuhan. Melalui kuasa Allah, Abraham telah menjadi berkat bagi bangsa-bangsa sekitar dengan menyelamatkan keluarga yang diperbudak dan harta benda mereka. Tetapi hasil terbesar adalah bahwa Allah sendiri akan dipuji! Perhatikan perkataan Melkisedek: “Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi … dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi …” (Kej. 14:18-20).

Apa yang kita pelajari dari seluruh rangkaian kejadian ini? Abraham menjadikan nama Tuhan dikenal melalui keberlangsungan ibadahnya. Allah membuat nama-Nya besar oleh kuasa penebusan dramatis melalui umat-Nya. Hasilnya adalah sejumlah besar bangsa berkumpul memberi hormat di mana Allah disembah secara eksplisit dalam kebenaran.

Tujuan Global Ditegaskan oleh Ketaatan dalam Ibadah

Momen terpenting dari hidup Abraham adalah peristiwa ibadah (Kej. 22). Allah memerintahkan Abraham membawa anaknya Ishak untuk menjadi korban ibadah. Perintah tersebut merupakan sebuah ujian untuk membuktikan akan menjadi apa Abraham dan keluarganya. Akankah Allah menemukan hasrat keimaman yang taat akan Allah (secara harfiah, “takut akan Allah,” Kej. 22:12)? Akankah Abraham membuktikan dirinya benar-benar bersemangat memberikan ibadah yang Allah inginkan? Jika benar, Allah akan menemukan di dalam diri Abraham jenis iman yang Allah ingin untuk dilipatgandakan di antara bangsa-bangsa.

Anda sudah mengetahui kisah ini. Pada saat Abraham taat dalam ibadah tersebut, Tuhan berbicara dari atas dengan sumpah, menyatakan tujuan global-Nya dengan penuh kuasa untuk memberkati semua bangsa di bumi melalui keluarga Abraham (Kej. 22:18).

Peristiwa Eksodus

Allah lebih banyak bertindak demi nama-Nya daripada mendapat ibadah awal dari Abraham. Allah menyatakan diri secara global dengan cara yang besar dalam peristiwa Eksodus. Sekilas, peristiwa Eksodus tidak terlihat sebagai peristiwa misi yang besar. Ribuan orang Mesir mati. Dukacita meliputi seluruh keluarga di Mesir. Apa yang Allah lakukan?

Perikop kuncinya adalah Keluaran 9:13-16 di mana Musa memberi peringatan terakhir pada Firaun, dengan perkataan yang berani tentang tujuan Tuhan:

Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Bangunlah pagi-pagi dan berdirilah menantikan Firaun dan katakan kepadanya: Beginilah firman TUHAN, Allah orang Ibrani: Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku. Sebab sekali ini Aku akan melepaskan segala tulah-Ku terhadap engkau sendiri, terhadap pegawai-pegawaimu dan terhadap rakyatmu, dengan maksud supaya engkau mengetahui, bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh bumi. Bukankah sudah lama Aku dapat mengacungkan tangan-Ku untuk membunuh engkau dan rakyatmu dengan penyakit sampar, sehingga engkau terhapus dari atas bumi; akan tetapi inilah sebabnya Aku membiarkan engkau hidup, yakni supaya memperlihatkan kepadamu kekuatan-Ku, dan supaya nama-Ku dimashyurkan di seluruh bumi (tulisan miring dari saya).

Perhatikan bahwa Allah tidak pernah mengatakan, “Biarkanlah umat-Ku pergi!” Itu baru setengah kalimat, tanpa tujuannya, yang dengan jelas dikemukakan setiap kali Musa mengatakannya. Perhatikan seluruh seruan tersebut: “Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Kel. 8:1, 20; 9:1, 13; 10:3)4

Firaun mengerti dengan jelas seluruh tuntutan Musa agar bangsa Israel dilepaskan untuk beribadah. Firaun mungkin mengira kalau permohonan untuk bebas beribadah merupakan suatu taktik tersembunyi untuk menyusun rencana melarikan diri. Mungkin banyak orang Ibrani telah melakukan kesalahan yang sama. Berapa banyak dari mereka yang mungkin berpikir kalau rencana untuk beribadah kepada Tuhan di padang belantara merupakan tipuan untuk mengecoh yang berkuasa? Apakah itu mengherankan bahwa banyak dari mereka tetap terpaku pada kenyamanan, diet, keamanan dan hiburan? Mereka lambat mengerti kalau dalam peristiwa keluarnya mereka, Allah memiliki tujuan bagi Diri-Nya sendiri di hadapan bangsa-bangsa. Mereka telah menjungkirbalikkan keselamatan tersebut: mereka benar-benar berpikir bahwa penyelamatan terhadap mereka merupakan perhatian utama Tuhan. Sebaliknya, Allah sedang mengorkestrasi rencana yang luar biasa untuk menarik perhatian bangsa-bangsa kepada Diri-Nya sendiri.

Allah Menarik Perhatian Global bagi Nama-Nya

Allah memilih Diri-Nya sendiri dari segala allah di bumi. Dia membuat “nama abadi” bagi Diri-Nya melalui peristiwa Eksodus (Yes. 63:11-14 dan Neh. 9:9-10). Dia ingin setiap orang di Mesir dan bangsa-bangsa lain mengetahui bahwa mutlaknya tidak ada allah lain seperti Diri-Nya, satu-satunya Allah yang hidup. Dia ingin dunia menyaksikan sekumpulan besar budak berbaris untuk beribadah kepada-Nya. Allah menegakkan reputasi-Nya sebagai Allah yang lebih besar dan sangat berbeda (sungguh kudus, bukan sekadar lebih kudus) dari allah-allah lain yang pernah dipikirkan oleh manusia?Allah yang agung, indah dan mahakuasa. Peristiwa Eksodus dimaksudkan sebagai titik rujukan bagi segala penyataan yang berikutnya kepada dunia mengenai karakter-Nya, kekudusan-Nya dan kuasa-Nya. Bagaimana bisa kekacauan yang terjadi di Mesir menyatakan Allah yang hidup?

Menghakimi Ilah-ilah Mesir

Beberapa sarjana telah mencatat bahwa setiap tulah di Mesir ditujukan terhadap ilah-ilah palsu Mesir atau struktur kekuasaan yang bersifat menindas yang dihormati secara fanatis. Beberapa ilah Mesir, seperti Sungai Nil, atau dewa matahari, secara langsung dipermalukan oleh tulah darah dan kegelapan. Ilah-ilah yang lain secara langsung dipermalukan dengan mempertunjukkan ketidakmampuan mereka melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan. Ada ilah yang dipuja karena dapat menangkal serbuan serangga atau melindungi ternak dari penyakit. Petinggi agama yang berkuasa dipermalukan. Militer Mesir yang sangat ditakuti secara ringkas dilenyapkan. Mengapa Allah menghancurkan Mesir di hadapan dunia yang menyaksikan?

Allah menjalankan penghukuman “kepada semua allah di Mesir” (Kel. 12:12). Allah tidak bermaksud menghancurkan manusia, tetapi menghancurkan sekumpulan allah palsu yang sangat dihormati di muka bumi. Jika Allah mau menghancurkan bangsa Mesir Dia dapat melakukannya dengan cepat. “Bukankah sudah lama Aku dapat mengacungkan tangan-Ku untuk membunuh engkau …, sehingga engkau terhapus dari atas bumi; akan tetapi inilah sebabnya Aku membiarkan engkau hidup … supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi” (Kel. 9:15-16).

Bangsa-bangsa Memperhatikan

Apakah berhasil? Apakah dunia memperhatikan ketika Allah menjadikan nama-Nya besar? Kehancuran yang dicatat dalam kitab Keluaran tidak terlihat dalam tulisan Mesir kuno berupa simbol-simbol, tetapi kita harus mengerti bahwa peristiwa yang merusak nama Mesir ini tidak pernah dilupakan.

Alkitab melaporkan bahwa gelombang Laut Merah belum sepenuhnya surut ketika Musa memimpin bangsa Israel bernyanyi, “TUHAN, itulah nama-Nya…. Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN; siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu?” Kemudian mereka mulai menyebutkan beberapa bangsa-bangsa di sekitar mereka, menyatakan dengan jelas bahwa: “Bangsa-bangsa mendengarnya, merekapun menggigil …” (Kel. 15:3, 11, 14).

Yitro telah dimasukkan ke dalam keluarga Musa, tetapi tidak mengikuti kepercayaan orang Yahudi. Dia pasti telah mendengar tentang Allah orang Ibrani selama bertahun-tahun dari Musa. Mungkin banyak orang dan kota telah mendengar sesuatu mengenai Allah yang luar biasa ini tanpa percaya atau beribadah kepada-Nya. Tetapi perhatikan perkataan Yitro setelah tulah di Mesir. “Sekarang aku tahu, bahwa TUHAN lebih besar dari segala allah; sebab Ia telah menyelamatkan bangsa ini dari tangan orang Mesir, karena memang orang-orang ini telah bertindak angkuh terhadap mereka” (Kel. 18:11). Yitro adalah seorang imam kepala dari sebuah suku bangsa asing, berkualifikasi untuk menilai masalah religius (Kel. 18:1).

Seraya kita membaca kisah Musa melawan orang Mesir pada hari ini, sepertinya Mesir hanyalah salah satu kerajaan jahat yang menganiaya budak. Pada zaman Musa sudah merupakan pengetahuan umum kalau Mesir adalah sebuah kompleks dari kekuatan religius, ekonomi dan militer yang secara tak terelakkan dijerat dengan kekuatan-kekuatan rohani. Allah mengatasi sistem tersebut untuk menunjukkan apa inti semuanya ini?sesuatu kekuatan rohani yang jahat dan menakutkan, yang diabdikan untuk menghalangi orang-orang yang ingin beribadah kepada Allah. Allah telah memberkati Mesir, tetapi Mesir telah menjadikan dirinya musuh Tuhan. “Penghukuman” Tuhan melalui tulah dan peristiwa di Laut Merah (Kel. 12:12) jangan dimengerti semata-mata sebagai hukuman bagi perbuatan yang salah. Intervensi Allah menghancurkan kuk kejahatan untuk membebaskan manusia. Mengapa mereka dibebaskan? “Biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku.” Allah telah mengorkestrasi peristiwa Eksodus agar kemuliaan-Nya dinyatakan dengan membuat nama-Nya dikenal secara global. Kemudian, dengan dunia menyaksikan, Dia menarik umat bagi Diri-Nya untuk menegakkan suatu cara ibadah di mana bangsa-bangsa lain dapat ikut serta di dalamnya.

Penaklukan

Penaklukan Kanaan harus dimengerti dalam terang Tuhan memenangkan sebuah umat, umat yang kudus bagi diri-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Bagi umat ini, dan melalui kesaksian mereka, Dia akan menarik setiap suku bangsa lainnya untuk menghormati dan mengenal Dia.

Ganjaran yang Adil

Secara sekilas bagi pembaca moderen, penaklukan tersebut terlihat seperti perebutan wilayah yang bersifat genosida ketimbang sebuah tindakan dari Allah yang penuh kasih dan baik. Tetapi melihat lebih dekat bagian Alkitab yang terkait menunjukkan bahwa Tuhan menetapkan penaklukan Kanaan dengan tujuan ganda. Pertama, Tuhan memberikan ganjaran yang adil bagi “kejahatan” orang-orang di wilayah tersebut (Ul. 9:5). Lama sebelum peristiwa ini, Allah telah mengatakan kepada Abraham bahwa “kedurjanaan orang Amori itu belum genap” (Kej. 15:16). Allah mengizinkan dosa terjadi secara penuh. Kita mungkin membayangkan bagaimana perasaan orang Kanaan tentang murka Allah. Satu pernyataan tercatat mengenai penaklukan dari orang Kanaan berasal dari seorang raja yang mengakui pelaksanaan yang adil dari keadilan Allah: “sesuai dengan yang kulakukan itu, demikianlah dibalaskan Allah kepadaku” (Hak. 1:7).

Menghancurkan Ibadah yang Palsu

Kedua, dan yang terutama, mengenai alasan untuk kekejaman menyeluruh dari penaklukan orang Ibrani adalah: Allah sedang menghancurkan sistem ibadah yang palsu demi mempertahankan devosi tunggal dari umat-Nya dan kekudusan nama-Nya. Hampir setiap bagian yang menggambarkan pemikiran di belakang penaklukan wilayah Kanaan memberikan alasan ini: ibadah orang Kanaan dapat dengan cepat membuat orang Ibrani “menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada allah lain” (Ul. 4:15-24; 6:13-15; 7:1-8; dst.).

Yosua dan Musa keduanya menyerukan alasan yang sama yang Allah berikan bagi kekerasan dari penaklukan: pada intinya, semua itu merupakan suatu penghancuran terhadap ibadah yang palsu. Allah telah mengamanatkan penghancuran agar Israel jangan pernah “mengakui nama allah mereka dan bersumpah demi nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka” (Yos. 23:7). Meskipun ada beberapa kesulitan untuk sepenuhnya memahami bagian cerita tentang umat Allah, satu hal yang jelas mengenai penaklukan ini: tujuannya adalah murni berkaitan dengan ibadah. Tujuan Allah bukanlah agar Israel menjadi satu-satunya bangsa yang beribadah kepada-Nya. Tujuan-Nya adalah untuk memastikan agar Dia menjadi satu-satunya Allah yang mereka sembah dalam ibadah.

Pemujaan Berhala akan Menajiskan Nama Allah

Pemujaan berhala sepertinya tidak menjadi ancaman bagi orang percaya pada hari ini. Keempat perintah pertama dari Sepuluh Perintah Tuhan dapat membingungkan atau bahkan membuat kita jadi bosan. Mengapa Allah begitu bersemangat tentang pemujaan berhala? Tanpa mengerti tujuan global Allah untuk kemuliaan-Nya, kelihatannya Allah terlalu berlebihan berkenaan dengan kebiasaan primitif yang menjijikan itu.

Tetapi mari kita melihat pemujaan berhala dari sudut pandang Allah. Allah telah membedakan nama-Nya jauh di atas allah-allah lain. Setiap jenis pemujaan berhala pada akhirnya akan berdampak pada pengotoran (yaitu menjadikannya sebagai hal yang biasa) nama Allah, nama yang Allah telah pilih dan gaungkan ke seluruh dunia.

Perhatikan kembali peristiwa penaklukan Kanaan. Tujuan dari invasi bukan karena Israel layak mendapatkan wilayah milik orang lain. Allah mengatakan dengan jelas secara berulang-ulang kepada Israel kalau mereka dikhususkan atau dipilih bukan karena kebenaran mereka sendiri atau jumlah mereka yang banyak (Ul. 7:6-7). Israel berulang kali diberitahu bahwa Allah akan menghancurkan mereka sama cepatnya jika mereka berbalik dari menyembah Dia dan beribadah kepada allah lain.

Catatan Alkitab memperlihatkan secara jelas kalau orang Ibrani beberapa kali hampir dihancurkan sepenuhnya oleh Allah. Mengapa? Bukankah Allah secara khusus mengasihi dan menyelamatkan mereka? Untuk semua kasih khusus yang Allah telah janjikan kepada keturunan Abraham, Allah berketetapan hati bekerja demi kemuliaan-Nya. Allah tidak segan untuk menunda dan berurusan dengan generasi yang lain. Masalah pokok dalam setiap keadaan kritis adalah ibadah umat Allah dan kesaksian mereka bagi kemuliaan Allah.

Satu contoh membuat tujuan Allah yang tetap ini menjadi jelas: pemberontakan di Kadesy. Orang Israel telah mengikuti Allah melalui suatu cara terbuka di hadapan Allah, dan sedang berada di puncak pemenuhan tujuan Allah. Mata-mata dikirim untuk melihat wilayah tersebut dan orang-orang yang tinggal di dalamnya. Sepuluh mata-mata membuat takut seluruh bangsa, menyebabkan pemberontakan histeris umat Israel demi keamanan diri mereka (Bil. 13:17 – 14:10). Allah sudah siap untuk menghancurkan seluruh bangsa Israel dan memulai dari awal dengan Musa, membuat dari Musa dan keturunannya bangsa lain yang “lebih besar dan kuat” daripada orang-orang Ibrani ini. Masalahnya bukanlah bahwa umat Israel telah melakukan perbuatan yang begitu buruk sehingga Allah menjadi sangat marah. Allah hanya menginginkan sebuah bangsa yang setidaknya akan percaya kepada-Nya demi tujuan-Nya dapat dilaksanakan.

Musa bercakap-cakap dengan Tuhan, mengatakan apa yang sebelumnya pernah dia katakan (Kel. 32:1-14) bahwa bangsa-bangsa lain sedang memperhatikan. Bangsa-bangsa tersebut telah mendengar nama Tuhan dan jangan sampai mereka berkata hal yang salah karena apa yang akan Allah lakukan sekarang ini. “Jadi jikalau Engkau membunuh bangsa ini sampai habis, maka bangsa-bangsa yang mendengar kabar tentang Engkau (secara harfiah “nama”) itu nanti berkata: Oleh karena TUHAN tidak berkuasa membawa bangsa ini masuk ke negeri yang dijanjikan-Nya …” Musa menantang Allah, mengatakan bahwa bangsa-bangsa tersebut akan menyimpulkan kalau Allah orang Ibrani itu adalah Allah yang lemah – menjanjikan sesuatu tetapi tidak dipenuhi (Bil. 14:15-16).

Kemudian Musa meminta Allah meninggikan Diri-Nya sesuai dengan apa yang Allah sendiri firmankan: “TUHAN itu berpanjang sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran …” Surga mungkin terdiam sejenak, dan kemudian Allah berkata bahwa Dia telah mengampuni Israel sesuai doa Musa. Kemudian, saya kira, Allah meninggikan suara-Nya, mengutarakan ekspresi yang paling kuat yang mungkin ada: “Hanya, demi Aku yang hidup dan kemuliaan TUHAN memenuhi seluruh bumi” (Bil. 14:17-21).

Apa yang ingin Allah katakan? Artinya Allah akan terus menggunakan bangsa Israel, tetapi menunggu generasi berikutnya. Meskipun Allah menunda, Dia tetap secara kekal berketetapan hati melaksanakan tujuan-Nya di bumi: memenuhi bumi dengan “kemuliaan Tuhan.” Untuk memenuhi tujuan tersebut membutuhkan umat yang taat, beribadah dan bersaksi.

Bait Allah

Mungkin bait Allah disebutkan pertama kali secara jelas adalah di dataran Moab sebelum Yosua memimpin bangsa Israel masuk ke tanah perjanjian. Musa memberitahu perintah Allah untuk memusnahkan sama sekali “segala tempat, di mana bangsa-bangsa … beribadah kepada allah mereka.” Tempat ibadah ini tidak akan didirikan dari bekas tempat ibadah bangsa lain, tetapi tempat ibadah bangsa lain tersebut harus dimusnahkan sama sekali agar “nama mereka kamu hapuskan dari tempat itu.” Nama Allah tidak pernah boleh diidentikkan dengan nama allah lain. Sebaliknya suatu tempat yang baru dan khusus akan dibangun, “sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana” (Ul. 12:2-14, terutama ayat 5).

Perhatikan pernyataan Allah mengenai tujuan dari tempat ibadah: “sebagai kediaman-Nya untuk menegakkan nama-Nya di sana.” Allah ingin melakukan dua hal dalam tempat khusus ini. Pertama, Dia ingin menyatakan Diri-Nya melalui “nama-Nya.” Tempat tersebut akan menjadi tempat penyataan ketika orang-orang yang beribadah terus menerus meninggikan karakter Allah dan memberitakan kisah tentang Allah dan bernyanyi tentang karya-Nya. Kedua, Allah menginginkan sebuah tempat pertemuan, tempat untuk berelasi, tempat untuk bersemayam. Sejak pertama kali bait Allah disebut, Allah sudah menyatakan keinginan-Nya untuk menikmati kedekatan di antara umat-Nya sebagai Tuhan yang ditinggikan, “supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka” (Kel. 25:8). Untuk “berdiam” merupakan suatu urusan relasional. Itulah ibadah yang disempurnakan. Allah mendekat kepada umat-Nya seraya mereka mendekat kepada-Nya. Salomo mengetahui kalau bait Allah bukan tempat tinggal Allah yang tetap. Ketika Salomo mempersembahkan bangunan bait Allah yang sudah jadi itu, dia berdoa:

“Tetapi benarkah Allah hendak diam bersama dengan manusia di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidaklah dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini” (2 Taw. 6:18).

Daud telah merancang bait Allah sebagai tempat untuk mendekati Allah dengan pujian. Salomo menaruh para penyanyi dan pemusik yang telah ayahnya rencanakan. Para penyanyi ini harus terus “memuji dan memuliakan TUHAN” mengutip sebagian lagu Daud, dan tidak diragukan menggunakan himne puji-pujian Daud yang ditemukan dalam 1 Tawarikh 16:23-33 (salah satu versi yang mengikuti Mzm. 96, telah dibahas di atas), yang secara eksplisit memanggil “suku-suku bangsa” untuk beribadah kepada Allah (ay. 28).

Menurut doa dedikasi Salomo, rumah Tuhan adalah tempat di mana Tuhan akan melihat, mendengar dan menjawab umat-Nya. Namun rumah Tuhan itu tidak hanya bagi orang Israel. Salomo menyebut “segala bangsa.” Salomo tahu bahwa tujuan Allah bagi bait Allah adalah menyambut segala bangsa untuk beribadah.

Salomo mengetahui kisah ini sampai di situ. Allah telah membuat Diri-Nya dikenal luas. Orang-orang dari bangsa-bangsa lain akan berusaha mengenal Allah Israel secara pribadi. Dengarkan doa Salomo yang luar biasa ini:

Juga apabila seorang asing, yang tidak termasuk umat-Mu Israel, datang dari negeri jauh oleh karena nama-Mu, sebab orang akan mendengar tentang nama-Mu yang besar dan tentang tangan-Mu yang kuat dan lengan-Mu yang teracung – dan ia datang berdoa di rumah ini, maka Engkaupun kiranya mendengarkannya di sorga, tempat kediaman-Mu yang tetap, dan Engkau kiranya bertindak sesuai dengan segala yang diserukan kepada-Mu oleh orang asing itu, supaya segala bangsa di bumi mengenal nama-Mu, sehingga mereka takut akan Engkau sama seperti umat-Mu Israel … (1Raj. 8:41-43).

Salomo tidak berdoa agar beberapa orang datang, tetapi agar banyak orang dari segala bangsa datang beribadah. Salomo berdoa agar segala bangsa dapat bertemu Tuhan ketika mereka datang ke rumah Tuhan untuk berdoa dan beribadah. Salomo tidak meminta agar bangsa-bangsa lain dapat mengenal Tuhan menurut cara mereka, tetapi agar mereka dapat mengenal Tuhan sama seperti yang dilakukan Israel. Salomo membayangkan segala suku bangsa bergabung bersama Israel dengan cara yang sama, rendah hati, bersukacita, memuji bersama dengan Tuhan – dengan “takut akan Tuhan.”

Bangsa-bangsa Mulai Datang

Apakah laporan mengenai nama Allah tersebar ke seluruh dunia? Apakah bangsa-bangsa asing akan datang ke rumah Tuhan dan belajar takut akan Tuhan? Apakah Allah menjawab doa Salomo? Jawaban terbaik untuk pertanyaan-pertanyaan di atas adalah “Ya” dan “Tidak.”

Catatan menunjukkan bahwa setelah bait Allah selesai (1 Raj. 9:25), Ratu Syeba “mendengar kabar tentang Salomo, berhubung dengan nama TUHAN” (10:1, penekanan dari saya). Ratu Syeba datang untuk belajar, dia mendengarkan hikmat Salomo (ay. 8), dan pergi dengan pengertian akan Allah yang setia dengan kovenan-Nya “mengasihi orang Israel untuk selama-lamanya.” Sebagai seorang penguasa yang juga memiliki kekuasaan yang besar, Ratu Syeba menyadari kalau Allah sendiri yang telah menegakkan kekuasaan Salomo, dan dia berharap agar melalui pemerintahan Allah, akan ada “keadilan dan kebenaran” (ay. 9).

Apakah ini adalah peristiwa yang terpisah? Tampaknya tidak. Beberapa ayat kemudian menyatakan bahwa, “Seluruh bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di dalam hatinya,“ (ay. 24). Dunia tidak menghormati Salomo karena dia pintar dalam mengadili. Dunia mengenali bahwa Allah sendiri yang telah memberikan hikmat ke dalam hati Salomo. Dan apa pelajaran pertama yang Salomo tunjukkan kepada dunia? “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan” (Ams. 1:7, 9:10). Salomo sedang memperkenalkan kepada dunia ibadah kepada Allah dan hidup yang berhikmat di bawah pemerintahan Allah.

Tujuan Allah sepertinya sedang dipenuhi. Nama-Nya menjadi besar. Israel sedang membuat-Nya terkenal agar bangsa-bangsa dapat mengenal Allah secara pribadi. Apa yang mungkin dapat menghalangi rencana Allah membawa bangsa-bangsa mendekat kepada diri-Nya? Hanya satu hal. Masalah yang dengan keras Allah peringatkan kepada umat-Nya: penyembahan berhala.

Dan dari semua hal yang mungkin ditakutkan, hal yang paling menakutkan terjadi – Salomo sendiri yang membuka jalan kepada penyembahan berhala yang menjijikkan itu. Itu merupakan salah satu ironi terbesar dalam sejarah. Bayangkan harapan yang brilian dengan kekayaan dan keinginan dari bangsa-bangsa berpaling ke Israel. Salomo telah menyucikan bait Allah dalam pemandangan dengan kemuliaan yang tak dapat dibayangkan. Dia menutup peristiwa tersebut dengan berkat yang menyatakan tujuan dari bangunan dan bangsa, “supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa Tuhanlah Allah, dan tidak ada yang lain” (1 Raj. 8:60).

Dan hanya tiga pasal setelah puncak pembukaan pintu bagi bangsa-bangsa untuk mengenal dan takut kepada nama Tuhan, hati Salomo berbalik “kepada allah-allah lain.” Salomo juga membangun bukit pengorbanan bagi allah lain yang dekat dengan gunung Tuhan yang kudus (1 Raj. 11:1-8). Apakah orang percaya yang membaca bagian ini tidak merasa kecewa hingga merasa mual? Jika ibadah memang berjalan murni dan stabil setidaknya satu generasi kemudian, kita tidak akan kesulitan untuk berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi kemudian.

Kesetiaan Tuhan

Rencana Allah itu sederhana: Allah akan membuat nama-Nya besar dan Israel dapat membuat nama-Nya dikenal. Allah selalu bertujuan untuk memilih nama-Nya dari antara allah-allah lain, dan kemudian menyambut bangsa-bangsa untuk beribadah kepada-Nya secara pribadi karena nama-Nya telah dinyatakan melalui kesaksian dari bangsa Israel.

Kisah ini sejak saat itu menjadi sebuah pergumulan jatuh bangun yang diperpanjang dengan penyembahan berhala. Beragam peristiwa membaharui kesetiaan untuk beribadah kepada Tuhan, tetapi diikuti dengan keadaan rendah yang mencengangkan menajiskan kembali nama Tuhan. Masalah terbesar di seluruh generasi adalah kemuliaan Allah melalui ibadah orang Israel. Pada waktu-waktu tertentu orang Israel sangat mengabaikan ibadah kepada Allah sehingga generasi demi generasi akan berlalu tanpa memperhatikan sedikit pun peraturan sederhana di mana Allah telah mengundang Israel untuk bertemu dengan-Nya (ketetapan-ketetapan untuk ibadah yang ada dalam kitab-kitab Musa). Kata-kata dari beberapa nabi menunjukkan bahwa bahkan ketika pola ibadah diikuti, pola tersebut hanya dijalankan secara dangkal. Para nabi telah membongkar ibadah yang sekadar rutinitas, menunjukkan bahwa ibadah tersebut sangat kekurangan keadilan dan kebaikan yang seharusnya menguat di belakang setiap ibadah dan doa kepada Allah (Yes. 1:11-15; Am. 5:21-24; Mik. 6:6-8). Meskipun Allah menunda kegoncangan besar Israel dan Yehuda, Ia akhirnya memisahkan bangsa Israel dari tanah perjanjian, yang merupakan tanda berkat Allah. Mereka dibuang ke negeri yang jauh. Kemudian tragedi terbesar terjadi: Rumah Allah dibakar dan diruntuhkan hingga menjadi puing-puing.

Mendekati akhir masa pembuangan, Daniel berseru kepada Allah untuk menegakkan kembali janji-Nya untuk memulihkan bait Allah dan umat-Nya. Daniel sangat menyadari seluruh hal ini, bagaimana Allah telah membawa umat-Nya keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan kuasa-Nya … “memasyhurkan nama-Mu, seperti pada hari ini” (Dan. 9:15). Perhatian Daniel yang jauh lainnya adalah reruntuhan bait Allah di Yerusalem yang seharusnya menunjukkan kemuliaan telah menjadi penghinaan yang berkelanjutan terhadap kemuliaan Allah “bagi semua orang yang di sekeliling kami.” Daniel berdoa agar Tuhan mau memulihkan umat-Nya dan kota-Nya sehingga kemuliaan nama Tuhan juga akan dipulihkan. Daniel tidak mendasarkan permintaannya pada kebesaran Israel, tetapi “Ya Tuhan, dengarlah! Ya, Tuhan, ampunilah! Ya Tuhan, perhatikanlah dan bertindaklah dengan tidak bertangguh, oleh karena Engkau sendiri, Allahku, sebab kota-Mu dan umat-Mu disebut dengan nama-Mu!” (Dan. 9:16-19).

Yehezkiel, yang hampir sezaman dengan Daniel, menyatakan tema yang sama. Allah telah menahan murka-Nya berulang kali untuk tidak menghancurkan Israel, tetapi Tuhan menahan murka-Nya adalah bagi kepentingan nama-Nya (Yeh. 20:5-22). Perlakuan Allah terhadap Israel bukan semata pilih kasih, tetapi satu-satunya hanya bagi kemuliaan nama-Nya di antara bangsa-bangsa:

Beginilah firman Tuhan ALLAH: Bukan karena kamu Aku bertindak, hai kaum Israel, tetapi karena nama-Ku yang kudus yang kamu najiskan di tengah bangsa-bangsa di mana kamu datang. Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar yang sudah dinajiskan di tengah bangsa-bangsa, dan yang kamu najiskan di tengah-tengah mereka. Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN, demikianlah firman Tuhan ALLAH, manakala Aku menunjukkan kekudusan-Ku kepadamu di hadapan bangsa-bangsa (Yeh. 36:22-23).

Nasib Israel: Kemuliaan dari Segala Bangsa

Daniel dan Yehezkiel bukan satu-satunya nabi yang melihat kisah yang sedang berlangsung tentang Israel sebenarnya berfokus pada nama dan kemuliaan Allah. Nabi-nabi lainnya dan pemazmur juga berbicara tentang sejarah dan tujuan Israel dalam kerangka bangsa-bangsa dibawa kepada Tuhan karena nama-Nya dan beribadah kepada-Nya dengan kemuliaan yang besar.

Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian! Katakanlah kepada Allah: “Betapa dahsyatnya segala pekerjaan-Mu; oleh sebab kekuatan-Mu yang besar musuh-Mu tunduk menjilat kepada-Mu. Seluruh bumi sujud menyembah kepada-Mu, dan bermazmur bagi-Mu, memazmurkan nama-Mu” (Mzm. 66:1-4).
Semua raja di bumi akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, sebab mereka mendengar janji dari mulut-Mu; mereka akan menyanyi tentang jalan-jalan TUHAN, sebab besar kemuliaan TUHAN (Mzm. 138:4-5).
Sebab bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut (Hab. 2:14).
Tetapi sesudah itu Aku akan memberikan bibir lain kepada bangsa-bangsa, yakni bibir yang bersih, supaya sekaliannya mereka memanggil nama TUHAN, beribadah kepada-Nya dengan bahu-membahu. Dari seberang sungai-sungai negeri Etiopia orang-orang yang memuja Aku, yang terserak-serak, akan membawa persembahan kepada-Ku (Zef. 3:9-10).
Sebab dari terbitnya sampai kepada terbenamnya matahari nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, dan di setiap tempat dibakar dan dipersembahkan korban bagi nama-Ku dan juga korban sajian yang tahir; sebab nama-Ku besar di antara bangsa-bangsa, firman TUHAN semesta alam (Mal. 1:11).

Ini hanya sebagian contoh dari kalimat profetis yang mengaitkan identitas Israel dengan puncak tujuan Allah: kemuliaan Allah di bumi menarik semua suku bangsa beribadah kepada-Nya. Ketika umat Allah akhirnya dibawa kembali ke tanah perjanjian, membangun kembali bait Allah menjadi prioritas utama. Hagai menjelaskan bahwa bait Allah diperuntukan untuk kemuliaan Allah, dan bagi kemuliaan yang lebih besar yang belum pernah ada sebelumnya. “Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman TUHAN semesta alam” (Hag. 1:8; 2:7). Setelah pembuangan bangsa Israel menghindari penyembahan berhala. Tetapi keinginan akan suatu kejayaan bagi bangsa mereka, yang merupakan kemuliaan yang lebih kecil dari kemuliaan Tuhan, tidak pernah datang. Mereka menantikan seorang mesias pembebas yang akan membebaskan mereka dari penindasan. Mereka hampir melewatkan Mesias tersebut ketika Dia datang, karena visi Yesus mengenai penebusan adalah agar kerajaan Allah ditegakkan di antara segala suku bangsa.

Kemuliaan Allah dalam Kristus

Kristus adalah puncak dari kisah kemuliaan Allah. Pada akhir segala sesuatu, Kristus akan membeli dan membawa manusia dari segala suku dan bahasa untuk memuliakan Bapa. Maka tidak mengherankan melihat bagaimana setiap tindakan-Nya merupakan bagian dari membawa kisah kemuliaan Allah kepada puncaknya bagi segala bangsa.

Yesus menyimpulkan pelayanan-Nya dalam kerangka membawa kemuliaan Bapa-Nya ke seluruh dunia:

“Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Dan apa pekerjaan tersebut? “Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia” (Yoh. 17:4, 6).

Menguduskan Nama Tuhan

Doa yang Yesus ajarkan kepada para murid-Nya dapat dengan mudah disalahmengerti karena terjemahan yang kurang baik, terutama terjemahan Inggris kuno, “Hallowed be Thy name.” Doa ini bukan suatu pernyataan pujian. Doa ini secara eksplisit merupakan suatu permintaan dalam bahasa aslinya: “Bapa … kuduskanlah nama-Mu!” Bisa juga dikalimatkan sebagai berikut, “Bapa tinggikan, nyatakan, bukakan nama-Mu kepada segala bangsa di bumi. Jadilah terkenal karena nama-Mu memang mashyur. Buatlah seluruh bangsa di bumi mengenal dan memuji Engkau!” Doa ini dapat didoakan secara paling menyeluruh seperti yang Yesus ajarkan: “di bumi seperti di sorga.” Doa ini tidak diragukan keutamaannya bagi setiap orang percaya. Doa ini harus dapat dimengerti. Yesus jelas sekali sedang mengajarkan Gereja-Nya untuk berdoa bagi pemenuhan tujuan yang sudah dinyatakan sejak masa lalu dalam Taurat, kisah-kisah, lagu-lagu dan nubuat-nubuat Israel bagi kemuliaan Allah.

Di dalam satu peristiwa perjumpaan dengan seorang perempuan Samaria, Yesus menyatakan maksud Allah kepada perempuan itu dan bangsa-bangsa bukan Yahudi lainnya: “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian” (Yoh. 4:23).

Sebuah Rumah Ibadah bagi Segala Bangsa

Di kebanyakan waktu pelayanan publik-Nya dan saat yang paling penuhi belas kasih, Yesus membuat pernyataan tentang ibadah dari bangsa-bangsa. Dia membersihkan bait Allah dari komersialisasi religius yang membentuk penghalang bagi bangsa-bangsa untuk mendekati Allah. Yesus mengutip Yesaya 56:7, “rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.” Para pemimpin agama yang sedang mendengar Yesus pasti langsung mengetahui kalau Yesus sedang mengutip dari Yesaya 56:6-7. Yesus ingin mereka mendengar seluruhnya:

Dan orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada TUHAN untuk melayani Dia, untuk mengasihi nama TUHAN, … mereka akan Kubawa ke gunung-Ku yang kudus dan akan Kuberi kesukaan di rumah doa-Ku. Aku akan berkenan kepada korban-korban bakaran dan korban-korban sembelihan mereka yang dipersembahkan di atas mezbah-Ku, sebab rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa.

Sebelum kematian-Nya, Yesus menyatakan tujuan hidup-Nya, dan tujuan kematian-Nya yang sudah dekat (Yoh. 12:24-32). Dia secara terbuka mempertimbangkan pilihan yang ada dengan meminta Bapa untuk menyelamatkan-Nya dari kematian: “Apakah yang akan Kukatakan? Bapa, selamatkanlah Aku dari saat ini?” Tetapi alih-alih meminta untuk diselamatkan, Yesus berkata, “sebab untuk itulah Aku datang ke dalam saat ini.” Apa tujuannya? Tujuannya terpancar keluar dari hati-Nya dalam pernyataan-Nya yang berikut. Tujuan ini menjadi doa kematian dan kehidupan-Nya: “Bapa, muliakanlah nama-Mu!” Dan kemudian, dengan kekaguman dan kebingungan orang-orang di sekitar-Nya, Allah Bapa sendiri menjawab Yesus dari sorga: “Aku telah memuliakan-Nya (nama-Ku), dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!” Jawaban Allah masih tetap mengguntur, ketika Bapa bagi kemuliaan nama-Nya yang besar. Yesus mengatakan bahwa jawaban tersebut tidak datang untuk Dia, tetapi bagi para pengikut-Nya yang juga akan memutuskan untuk mengikut Bapa-Nya (12:30) sesuai dengan tujuan Allah sejak dahulu kala. Bagaimana kematian Yesus memuliakan nama Allah? “apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku” (12:32).

... Bersambung ke bagian 2

Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas