Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Marguerite Kraft
- Marguerite Kraft melayani sebagai misionaris bagi suku Kamwe di Nigeria Utara. Beliau juga melayani selama bertahun-tahun sebagai Profesor Antropologi dan Linguistik di School of Intercultural Studies di Biola University. Beliau sekarang sudah pensiun. Beliau adalah penulis buku Worldview and the Communication of the Gospel dan buku Understanding Spiritual Power.
Meg Crossman
- Meg Crossman memobilisasi gereja-gereja untuk pelayanan lintas budaya di antara kelompok suku yang belum terjangkau di luar negeri dan kelompok-kelompok lokal dari para pengungsi dan imigran. Keterlibatan beliau yang utama adalah melalui jejaring kelas dan pengembangan kurikulum.
- Tulisan ini diambil dari Pathways To Global Understanding disunting oleh Meg Crossman, 2007. Digunakan dengan izin dari YWAM Publishing, Seattle, WA.
Setelah jalan terakhir berakhir, perjalanan kami adalah dua hari untuk mendaki ke tempat di mana suku Balangao tinggal. Orang Balangao, suku yang sebelumnya adalah pemburu kepala manusia, masih berkorban kepada roh-roh yang berkuasa dan menuntut yang menyebabkan sakit, kematian dan kesulitan terus-menerus. Dua misionaris wanita yang tidak menikah, yang terlatih untuk penerjemahan Alkitab, sedang dalam perjalanan untuk bekerja di antara mereka.
Ketika mereka tiba, mereka disambut oleh pria yang mengenakan semacam celana dalam dan wanita yang terbungkus dengan kain yang dibuat dengan alat tenun rumahan. Sulit mengatakan siapa yang paling terkejut. Suku Balangao meminta orang Amerika tersebut untuk tinggal bersama mereka dan menulis bahasa mereka, tetapi mereka tidak pernah bermimpi orang Amerika yang diutus adalah wanita!
Seorang pria tua menawarkan diri menjadi ayah mereka dan setia menjaga mereka. Selain tugas penerjemahan, kedua wanita ini mulai memberi bantuan medis, belajar mengenai dunia roh, dan menjawab berbagai pertanyaan tentang hidup dan mati. Salah satu dari misionaris itu, Jo Shetler, tinggal di sana selama 20 tahun, memenangkan hati mereka dan hidup suku ini dan menyelesaikan penerjemahan Perjanjian Baru. Oleh karena dedikasinya, ribuan orang sekarang mengenal Yesus sebagai Tuhan suku Balangao.1
Jo Shetler, seorang gadis desa pemalu yang memiliki mimpi, telah menggerakkan banyak orang dengan kisahnya. Namun, banyak kisah yang belum tertulis mengenai sejumlah besar wanita yang sama seperti dia menaati panggilan Allah untuk melayani-Nya di tempat-tempat yang jauh. Banyak wanita tidak menyadari betapa besar Allah dapat menggunakan bakat dan komitmen mereka dalam situasi seperti ini.
Daftar isi |
Sejak Masa-masa Awal
Kitab Kisah Para Rasul mencatat kisah Priskila, seorang wanita yang secara khusus digunakan Allah untuk menjangkau orang di tiga bangsa berbeda: Roma, Yunani dan Asia Kecil. Sepertinya wanita ini berasal dari wilayah timur dari Asia Kecil, dia juga orang Yahudi yang tinggal dengan suaminya, Akwila, di Roma sampai orang-orang Yahudi diusir dari sana. Ketika mereka bertemu dengan Paulus di Korintus, mereka mungkin telah menjadi orang percaya. Mereka menampung Paulus, memimpin jemaat rumah, dan ditugaskan oleh Paulus untuk memuridkan orang Yahudi Mesir yang berkomitmen dan fasih yaitu Apolos, “dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah” (Kis. 18:26).
Paulus mengakui dan menghormati pemberian mereka dan mereka pindah bersama Paulus untuk bekerja di Efesus. Karena nama Priskila hampir selalu ditulis pertama, beberapa sarjana berpendapat bahwa “istri lebih menonjol dan aktif bagi gereja.”2 Mungkin yang paling menarik untuk diperhatikan bahwa perannya dalam pelayanan lintas budaya, kepemimpinan dan pengajaran dilihat sebagai hal yang normal sehingga tidak membutuhkan komentar atau penjelasan khusus dari penulis Kitab Kisah Para Rasul. Peran Priskila sepertinya sudah diterima dan diharapkan ketimbang sesuatu yang luar biasa.
Banyak wanita yang mati martir karena kasih mereka kepada Yesus dalam tiga abad pertama Kekristenan. Lucia dari Sicily, yang hidup sekitar tahun 300 M, terlibat dalam kegiatan sosial Kristen di sana. Setelah menikahi seorang bangsawan kaya, dia diperintahkan untuk berhenti memberi kepada orang miskin, dia menolak dan dikirim ke penjara. Di sana dia disiksa dan dihukum mati. Melania, berasal dari keluarga kaya di Roma yang kekayaannya terdapat di sekitar Mediterania, menggunakan kekayaan keluarganya untuk memberi bagi orang miskin dan membangun biara-biara dan gereja-gereja bagi pria dan wanita di Afrika dan Yerusalem. Perjalanan misinya dimulai ketika dia melarikan diri dari Roma selama penyerangan orang Goth pada tahun 410 M. Sebagai seorang pengungsi, dia dan beberapa wanita lainnya memainkan peranan penting dalam gerakan misi yang besar. Beberapa wanita ditangkap sebagai tawanan ke Eropa bagian Utara di mana mereka kemudian menikahi penangkap mereka dan menginjilinya.3 Clare, yang hidup dan bekerja pada awal abad 13, adalah seorang reformator ketika Kekristenan telah melupakan orang miskin. Dia mendirikan ordo Fransiskan dari para biarawati yang bertelanjang kaki di Italia.4 Wanita yang memilih untuk hidup selibat, melayani Tuhan dan hidup tersembunyi diberi kesempatan melalui kerangka gerejawi yang diterima untuk memberitakan Injil. Di dalam tradisi Katolik, pastor, uskup dan suster membangun gereja dan rumah sakit, dan mendirikan sekolah dan tempat anak-anak yatim piatu untuk menegakkan iman.
Awal Gerakan Misi
Reformasi Protestan yang terjadi pada abad 16 mendatangkan perubahan dalam peran wanita dalam Kekristenan. Para reformator menekankan kembali bahwa peran wanita ada di rumah, mendukung para pria. Arthur Glasser menulis, “… para reformator juga mengharuskan para wanita memiliki perspektif bahwa satu-satunya pekerjaan mereka yang sah adalah pernikahan. Dengan dibubarkannya biara mereka, para wanita kehilangan kesempatan terakhirnya untuk pelayanan gerejawi di luar pekerjaannya yang sempit di seputar suami, rumah tangga dan anak-anak.”5 Di dalam Protestanisme, masalah timbul mengenai apakah wanita memiliki hak untuk menjawab panggilan Roh Kudus untuk memberitakan Firman Allah.
Pada masa awal perkembangan misi Protestan, sebagian besar wanita yang pergi ke lapangan adalah para istri misionaris. Pria yang mengerti pasti mengakui bahwa bertemu dengan wanita di masyarakat non Barat sangatlah tidak mungkin, jadi para istri misionaris harus melakukan tanggung jawab ini. Mereka tidak banyak diakui atas pekerjaan berat yang mereka lakukan, mengatur rumah dan anak-anak dan juga mengembangkan program penjangkauan secara lokal terhadap wanita dan anak-anak perempuan.
Pada awalnya, wanita yang tidak menikah hanya bisa pergi ke ladang untuk merawat anak para misionaris atau melayani bersama keluarga misionaris. Namun, sedikit demi sedikit kesempatan baru muncul. R. Pierce Beaver menggambarkan pekerjaan Cynthia Farrar di India, Elizabeth Agnew di Ceylon, dan beberapa wanita yang tidak menikah lainnya yang mulai menjadi pengawas sekolah-sekolah bagi wanita. .6 Secara diam-diam, mereka menolong di zenanas (tempat tinggal bagi wanita di India dan Pakistan) dan harems (bagian rumah orang M tempat wanita tinggal). Pintu-pintu terbuka melalui pelayanan medis. Namun pekerjaan mereka yang efektif jarang dipublikasikan.
Namun, para pemimpin seperti D. L. Moody, A. B. Simpson, dan A. J. Gordon percaya akan karunia wanita untuk pelayanan umum. Baik J. Hudson Taylor, pendiri China Inland Mission, dan Fredrik Franson, pendiri TEAM (The Evangelical Alliance Mission), melihat kebutuhan untuk merekrut dan mengutus wanita untuk penginjilan secara lintas budaya. Pada tahun 1888, Taylor menulis, “Kami sedang menjaga rumah misi kami dengan para wanita.”7 Di sepanjang sejarah awalnya, misi Taylor melihat wanita, baik yang menikah maupun tidak, menjalankan seluruh tugas misi, termasuk berkhotbah dan mengajar.
Di dalam penyelidikan Jane Hunter dari surat menyurat dan tulisan-tulisan yang diterbitkan dari wanita di lapangan, dia menemukan “mayoritas besar misionaris wanita termotivasi oleh pengertiaan yang dalam akan komitmen terhadap Allah, jauh daripada keinginan lain untuk mendapatkan pengakuan dan kuasa bagi diri sendiri.”8 Dari laporan yang sangat mengharukan itu, wanita dalam gereja-gereja di tempat asal menangkap visi dunia yang dinamis. Mereka meluangkan waktu, uang, tenaga, kemampuan organisasi, dan dukungan doa mereka. Para pemimpin seperti Annie Armstrong dan Helen Barret Montgomery memberi diri untuk menggerakkan orang Kristen untuk mendukung berbagai pekerjaan lapangan.9
Cara Baru Pengutusan
Perang Sipil di Amerika Serikat menjadi katalis bagi perubahan dalam cara wanita diutus. Setelah Perang Sipil, begitu banyak pria yang mati sehingga wanita menjadi janda atau tidak mau menikah. Hal ini memaksa wanita masuk ke dalam ruang lingkup tanggung jawab yang tidak biasanya mereka lakukan. Mereka menjalankan usaha, bank, perternakan, mendirikan perguruan tinggi, dan selama 50 tahun selanjutnya mewarisi peran yang lebih besar dari pria sebagai penggerak utama gerakan misi.10
Karena badan-badan misi masih menolak untuk mengutus wanita secara langsung untuk bekerja, para wanita mengatur badan mereka sendiri. Badan pertama berdiri adalah Women’s Union Missionary Society. Pada tahun-tahun yang kemudian, banyak badan lain yang didirikan. Pendanaan mereka dikumpulkan terutama di luar dari pemberian misi denominasional, menunjukkan kesadaran pekerjaan misi yang besar yang dicapai badan-badan ini. Mereka mendirikan perguruan tinggi untuk wanita, terutama untuk melatih wanita bagi pelayanan misi. Selain membangkitkan para wanita untuk pergi ke luar negeri, lebih dari 100.000 masyarakat misi wanita menjadi aktif dalam gereja-gereja lokal, suatu basis yang tidak ada bandingannya untuk pendanaan dan doa.
Tahun 1900, lebih dari40 masyarakat misi wanita yang berbasis denominasional didirikan, dengan lebih dari tiga juta wanita yang aktif mengumpulkan dana untuk membangun rumah sakit dan sekolah-sekolah di seluruh dunia, membayar gaji para penginjil wanita pribumi dan mengutus wanita yang tidak menikah sebagai misionaris yang berprofesi sebagai dokter, guru, dan penginjil.11 Pada awal dekade abad 20, gerakan misi wanita menjadi gerakan wanita terbesar di Amerika Serikat, dan wanita melampaui pria di lapangan misi dengan rasio lebih dari dua wanita dan satu pria.12 Sayangnya, ketika badan-badan ini terbujuk untuk menggabungkan diri dengan badan denominasional pada tahun 1920-an dan 30-an, wanita secara perlahan kehilangan kesempatan mereka untuk memimpin pekerjaan tersebut.
Dan Masih Sampai Hari Ini
Secara keseluruhan, mungkin dua per tiga kekuatan misi, sampai sekarang, adalah wanita. Banyak pemimpin misi setuju bahwa semakin sulit dan bahaya pekerjaannya, semakin pasti wanita mau memberi diri untuk melakukannya! David Yonggi Cho menyimpulkan dari pengalamannya bahwa wanita adalah pilihan terbaik untuk pekerjaan sulit dan pekerjaan perintisan. “Kami menemukan bahwa di dalam situasi-situasi seperti ini, wanita tidak pernah menyerah. Pria baik untuk membangun pekerjaan yang sudah ada, tetapi wanita paling baik untuk mempertahankannya ketika pria menjadi putus asa”13
Sebagian orang takut karena akibat halangan yang unik dalam menjangkau dunia M, wanita Barat tidak bisa mendapat peran. Namun di sebuah kelompok M nomaden di wilayah gurun Sahara Afrika, seorang wanita lajang secara efektif melatih para imam “pengajar M” belajar Injil. Mereka melihat wanita ini bukan sebagai ancaman, “hanya seorang wanita.” Membangun dari hubungan antarpribadi dan pengetahuan Alkitab, wanita ini tidak memberi jawaban dari dirinya sendiri, tetapi mengarahkan mereka ke Firman. Allah telah meneguhkan pengajarannya, memberikan mimpi dan penglihatan kepada para pemimpin. Ketika mereka bertobat, mereka sekarang melatih banyak orang lainnya. Dia diterima sebagai seorang saudari tua yang mengasihi dan memperhatikan, yang sangat mementingkan kesejahteraan mereka.
Tulisan editorial Jim Reapsome di World Pulse (9 Okt, 1992), yang mendukung lebih banyak pelatihan dan dukungan bagi wanita, mendapat surat terima kasih secara langsung dari seorang misionaris di kelompok M Asia Tenggara. Dia menulis:
- Sangat menarik, meskipun umumnya menekankan pelatihan dan menggunakan pria, di sini?sebagian dari penginjil terbaik semuanya wanita! Faktanya, tiga dari rekan kerja kami yang paling penting (yang melakukan pelayanan yang paling menentukan) adalah wanita. Jika melihat orang Amerika saja, kami hanya memiliki satu pria yang berkorban untuk datang kemari tetapi empat wanita lajang yang ada di sini, dengan tiga wanita lagi sedang dalam perjalanan. Menghadapi chauvinistis M, sangat baik untuk mengingatkan bahwa Kekristenan yang sejati tidaklah chauvinistis, dan juga menyerukan suatu kehidupan baru yang memuaskan dan menarik bagi pria dan wanita.14
Berbagai Kesempatan Dalam Bidang-bidang Khusus
Wanita dalam misi telah menunjukkan pendekatan menyeluruh yaitu dengan menekankan penginjilan dan memenuhi kebutuhan manusia. Mereka telah menunjukkan komitmen yang kuat bagi para wanita dan anak-anak. Pendidikan, pekerjaan medis, pergumulan melawan kebiasaan mengikat kaki, pernikahan anak, pembunuhan bayi perempuan, dan struktur sosial, ekonomi dan agama yang menindas umumnya menjadi fokus pekerjaan mereka. Melalui pendekatan menyeluruh mereka dalam misi, para wanita berkomitmen untuk menyembuhkan. Maka, misi medis sangat didominasi oleh wanita selama bertahun-tahun. Karena wanita kurang dilibatkan dalam kegiatan denominasional dan lebih berfokus pada kebutuhan manusia, lebih mudah bagi mereka untuk berpikir secara lintas denominasi dan merisikokan diri bekerja sama untuk tujuan yang sama. Wanita yang memulai pendirian organisasi misi yang ekumenis.
Pada tahun-tahun belakangan ini, wanita telah memainkan peran yang penting dalam misi khusus. Wycliffe Bible Translators menemukan selama bertahun-tahun bahwa tim yang terdiri dari wanita yang lajang sangat baik di lapangan?tim seperti ini jauh lebih banyak mengalami keberhasilan dalam menyelesaikan terjemahan daripada tim pria yang tidak menikah. Elizabeth Greene, seorang pilot wanita yang melayani di Angkatan Udara pada Perang Dunia II, merupakan salah satu pendiri dari Mission Aviation Fellowship. Gospel Recordings, menyediakan kaset-kaset Kristen dan rekaman dalam banyak bahasa (menggunakan pembicara lokal untuk memberitakan Firman ketimbang menunggu adanya terjemahan yang dicetak) didirikan atas visi dan usaha Joy Ridderhof. Ide kreatif Ruth Siemens menghasilkan Global Opportunities, membantu orang awam menemukan pekerjaan di samping misinya di luar negeri. Wanita telah diizinkan untuk terlibat secara luas dalam pelayanan Kristen, di mana pekerjaan mereka dari penginjilan dan penanaman gereja sampai kepada menerjemahkan Alkitab dan mengajar di seminari-seminari.
Wanita Kristen pada hari ini perlu tahu dan merayakan warisan mereka. Kita dapat menyelidiki kehebatan para wanita yang telah melayani maksud Kristus dan menjadikan mereka sebagai teladan kita. Dari Mary Slessor, wanita lajang yang menjadi pionir di Afrika, hingga Ann Judson di Burma dan Rosalind Goforth di Tiongkok, para istri yang sepenuhnya melayani, dari Amy Carmichael di India sampai kepada Mildred Cable di gurun Gobi, dari Gladys Aylward, seorang pelayan pembersih kamar yang berkeinginan kuat untuk sampai ke Tiongkok, sampai kepada Eliza Davis George, seorang misionaris wanita kulit hitam yang ke Liberia, dari penerjemah Rachel Saint kepada dokter medis Helen Roseveare, dari Isobel Kuhn dan Elisabeth Elliot, yang menggerakkan para penulis misionaris, kepada Lottie Moon, teladan bagi pendidik misi, dari pembantu rumah tangga Filipina yang sederhana yang bekerja di Timur Tengah hingga wanita eksekutif yang menduduki jabatan denominasional hingga wanita yang mengajar Alkitab di Tiongkok, masih banyak lagi yang lain dan sangat agung!
Meskipun demikian, hal tersebut tidak berhenti di sana, misi masih menanti kontribusi generasi yang sekarang dan di masa yang akan datang. Wanita Allah sekarang menikmati kebebasan dan kesempatan yang tidak pernah diperkirakan oleh pendahulu mereka. Sebagian besar bisnis kecil di Amerika Serikat dimiliki oleh wanita. Wanita sekarang memegang kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan, bisnis, hukum dan kedokteran. “siapa diberi banyak, dituntut banyak.” Bagaimana wanita milik Allah pada hari ini yang menuai kesempatan seperti itu demi menjalankan tujuan Bapa?
Wanita, didorong oleh tugas yang ada di depan, dapat menggerakkan, memberi keahlian mereka, kesempatan mereka, pengetahuan mereka, kelembutan mereka, intuisi mereka, semangat mereka yang khas bagi pekerjaan. Semangat menjadi pionir, penuh dedikasi dan kesetiaan, yang di sepanjang sejarah telah ditunjukkan para wanita akan menjadi standarnya. Tugasnya telalu besar untuk diselesaikan tanpa keterlibatan semua umat Allah!