Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
M. R. Thomas
- M. R. Thomas berasal dari India. Pemikirannya muncul dari pengalaman memuridkan orang Hindu selama beberapa dekade. Beliau sekarang bekerja di sebuah perusahaan IT yang besar di India, sambil melanjutkan pelayanannya di antara orang Hindu.
Krisis terbesar yang dihadapi oleh gereja Perjanjian Baru adalah benturan budaya, meskipun sebagian orang percaya bahwa masalah yang sebenarnya bersifat doctrinal. Mereka tidak dapat membayangkan kehidupan tanpa Musa dan Taurat. Selama berabad-abad, taurat Musa telah menjadi lebih dari sekedar agama. Taurat tersebut telah sangat tertanam dalam tradisi yang memberikan identitas kepada orang Yahudi sebagai suatu bangsa. Namun Allah menunjukan kepada Paulus bahwa orang bukan Yahudi tidak dapat hidup dengan tradisi orang Yahudi. Paulus kemudian mengerti bahwa orang bukan Yahudi tidak boleh dipaksa untuk menerima Injil yang dibingungkan oleh apa yang sebenarnya anugerah dan apa yang hanya merupakan tradisi Yahudi
Ketika orang percaya baru diharuskan menerima satu set adat kebiasaan untuk bisa menjadi “keluarga Allah,” mereka dengan cepat tidak dapat membedakan mana yang anugerah yang diterima melalui iman dan mana yang pekerjaan. Dan jika mereka mengadopsi satu budaya manusia yang baru, mereka menjadi orang asing bagi bangsa mereka sendiri. Akibatnya hal ini menghambat perkembangan Injil. Mengharuskan orang untuk memeluk sesuatu di luar dari apa yang ditemukan dalam Kitab Suci meletakkan kuk pada pundak mereka yang seharusnya tidak perlu mereka pikul. Segala sesuatu yang lebih dari Kitab Suci merupakan beban. Ini mungkin terdengar sebagai hal yang sudah semestinya, tetapi merupakan hal yang sering kita abaikan. Ketidakjelasan akan hal ini telah menciptakan ketegangan yang terus muncul di sepanjang sejarah misi. Dan itu terus menciptakan ketegangan sampai hari ini saat kita tidak dapat menolak untuk menambahkan beberapa tambahan kepada Injil anugerah.
Daftar isi |
Pelayanan Yesus di Bumi
Ketika Tuhan Yesus mengutus para pengikut-Nya untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya, mereka harus menjadi saksi-Nya di Yerusalem, Yudea dan Samaria, dan sampai ke ujung bumi. Sepanjang hidup-Nya bersama dengan para murid, Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah dan melatih mereka untuk tugas yang ada di depan. Kata Yesus kepada mereka “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Dan Dia menjanjikan Roh Kudus untuk menguatkan dan membimbing mereka. Awal pekerjaan misi pada hari Pentakosta merupakan awal yang luar biasa. Roh Kudus datang sesuai yang dijanjikan dan Injil diberitakan kepada “orang-orang Yahudi yang saleh dari segala bangsa di bawah kolong langit” (Kis. 2:5). Respons yang luar biasa mengikuti pemberitaan ini dan ribuan orang menjadi percaya. Kisah Para Rasul 1-12 menggambarkan pertumbuhan Injil dari Yerusalem sampai Antiokia selama jangka waktu kira-kira 14 tahun.
Injil bagi Orang Yahudi
Ini merupakan masa yang unik, gerakan Injil hampir seluruhnya berada dalam komunitas Yahudi. Allah telah mempersiapkan komunitas Yahudi hampir selama 2.000 tahun untuk Mesias yang dijanjikannya. Mereka memiliki perkataan-Nya dalam tulisan-tulisan Musa, para nabi dan mazmur. Mereka mengetahui kisah-kisah tersebut dan percaya akan janji kedatangan seorang Mesias. Para murid mula-mula mengerti Injil sebagai pemenuhan yang sebenarnya dari nubuat-nubuat mengenai Mesias. Mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan. Kebenaran mengenai Yesus ini dan pengalaman mereka sebagai “saksi” dari kematian dan kebangkitan Kristus mendorong orang Kristen Yahudi membawa Injil kepada seluruh dunia Yahudi. Dan Injil ini cocok dengan praktik Yahudi yang sudah ada pada mereka. Seperti biasa, kegiatan mereka berpusat di seputar Bait Allah. Mereka terus menjalankan tradisi, kebiasaan dan perayaan orang Yahudi. Mereka berpegang pada hal-hal umum tersebut, kecuali sekarang, di dalam Yesus, mereka telah mendapatkan Mesias mereka. Di dalam pikiran mereka, Yudaisme telah disahkan, tulisan-tulisan kudus masa lalu telah dipenuhi. Sebagian besar orang Kristen Yahudi tidak menyadari bahwa mereka sekarang merupakan bagian dari suatu pekerjaan global baru yang dilakukan oleh Allah sendiri.
Injil bagi Orang Bukan Yahudi
Sebagian orang mengerti perubahan yang dibawa oleh Kekristenan. Stefanus pasti mengerti bahwa pesan Injil tidak mungkin tetap berada di dalam batasan Yudaisme. Dia pasti telah mengenali bahwa Bait Allah, dengan segala ritual dan institusinya, merupakan hal-hal di masa lalu. Pembelaannya ketika ditangkap menunjukkan pengertiannya akan tujuan Allah. Dia dibawa ke depan Sanhedrin atas tuduhan “mengucapkan perkataan yang menghina tempat kudus ini dan hukum Taurat,” bahwa dia pernah mengatakan, “Yesus, orang Nazaret itu, akan merubuhkan tempat ini dan mengubah adat istiadat yang diwariskan oleh Musa kepada kita” (Kis. 6:13-14). Ketika Stefanus menjawab dengan merujuk pada Yesaya 66:1-2, dia mencerminkan perubahan radikal yang sama yang pernah Yesus komunikasikan kepada perempuan Samaria di sumur – bahwa waktunya “akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yoh. 4:23). Stefanus dilempari batu sampai mati. Dengan semakin merebaknya penindasan, banyak orang Kristen Yahudi terpaksa melarikan diri keluar Yerusalem. Bagi mereka, Bait Allah tidak lagi menjadi titik utama ibadah mereka, Injil telah diperluas secara geografis. “Sementara itu banyak saudara-saudara telah tersebar karena penganiayaan yang timbul sesudah Stefanus dihukum mati. Mereka tersebar sampai ke Fenisia, Siprus dan Antiokhia; namun mereka memberitakan Injil kepada orang Yahudi saja” (Kis. 11:19). Orang-orang Kristen ini tetap percaya bahwa Yesus adalah eksklusif milik orang Yahudi semata. Menurut pandangan mereka, mereka adalah “pewaris” Injil. Tetapi sebagian dari mereka mulai “berkata-kata juga kepada orang-orang Yunani” (Kis. 11:20). Ini sangat penting. Ini jelas merupakan titik balik! Allah memberkati usaha mereka dan “tangan Tuhan menyertai mereka dan sejumlah besar orang menjadi percaya dan berbalik kepada Tuhan” (Kis. 11:21). Fakta ini memacu gerakan pengabaran Injil kepada dunia orang bukan Yahudi di mana tim rasul Paulus, Barnabas dan lainnya pergi dari Antiokia. Kisah Para Rasul 13-28 mencatat penyebaran Injil ke dunia orang bukan Yahudi. Penyebaran tersebut bukannya tanpa ketegangan dan konflik, tetapi melalui penyebaran tersebut, tujuan kekal Allah dijernihkan dan dimengerti. Pengertian mendalam kepada perpecahan antara dunia orang percaya Yahudi dan orang bukan Yahudi menolong kita mengerti dan belajar dari ketegangan-ketegangan yang diselesaikan para murid mula-mula. Ada satu kasus khusus, sebelum ke Antiokia dan misi Paulus kepada orang bukan Yahudi, di mana Injil menyebar dari lingkungan Yahudi kepada tempat orang bukan Yahudi. Kasusnya adalah kunjungan rasul Petrus ke rumah Kornelius, seorang perwira Roma yang “saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah” (Kis. 10:2). Petrus mengunjungi Kornelius dibawah tekanan Roh Kudus. Dia bahkan berkata kepada tuan rumah bukan Yahudinya, “Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka” (Kis. 10:28). Tetapi Allah telah membuat Petrus melalui suatu persiapan khusus yang membantu dia menambahkan kalimat ini, “Tetapi Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir” (Kis. 10:34-35). Melalui kesadaran ini Petrus mulai menjelaskan Injil kepada semua yang berkumpul di rumah Kornelius. Bahkan sebelum dia selesai berbicara, Allah menegaskan pesannya dengan mengirim Roh Kudus! Orang-orang percaya Yahudi “tercengang-cengang, karena melihat, bahwa karunia Roh Kudus dicurahkan ke atas bangsa-bangsa lain juga” (Kis. 10:45). Tetapi Petrus menemukan dirinya dalam masalah ketika dia kembali ke Yerusalem. Orang-orang percaya Yahudi di sana “berselisih pendapat dengan dia. Kata mereka: “Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka”” (Kis. 11:2-3). Petrus menjelaskan semua yang telah terjadi. Melalui penjelasannya, orang-orang yang mengkritiknya menyimpulkan, “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup” (Kis. 11:18). Kejadian awal pada masa awal Kekristenan ini memberi kita kilasan mengenai pergumulan yang dialami para murid mula-mula dalam memahami pekerjaan Allah dan penyebaran Injil. Tetapi ketegangan yang sebenarnya belum tiba. Allah telah memilih Paulus untuk menyebarkan Injil kepada orang bukan Yahudi. Mungkin dibutuhkan beberapa tahun bagi Paulus untuk mengerti tujuan Allah bagi orang Yahudi dan segala suku bangsa. Dia menjadi mengerti bahwa Injil Kristus berbeda dari taurat dan tradisi Yahudi, bahwa keselamatan adalah melalui iman kepada Yesus Kristus di luar taurat. Dia semakin menyadari bahwa Injil anugerah diperuntukkan bagi semua orang dan tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan bukan Yahudi. Pengertian ini bukan buatan dia sendiri, pengertian ini dinyatakan kepadanya. Itu menjadi pesan yang dia khotbahkan pada perjalanan misi pertamanya dengan Barnabas ketika Allah “membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman” (Kis. 14:27). Banyak orang bukan Yahudi berbalik kepada Kristus pada saat itu, dan Injil ditebarkan di tanah orang bukan Yahudil. Sebagian orang Kristen Yahudi, mungkin dari Yerusalem dan Yudea, tidak setuju dengan pesan yang dibawa oleh Paulus. Mereka berkata, “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan” (Kis. 15:1). Orang-orang ini “mengoreksi” Injil yang Paulus beritakan, mereka percaya dia telah mengabaikan kebutuhan untuk disunat. Dia tidak mengharuskan orang bukan Yahudi untuk melaksanakan kebiasaan orang Yahudi, dia juga tidak memerintahkan mereka untuk menjalankan hari raya dan perayaan orang Yahudi. Ketika Paulus mendengar hal ini, dia menjadi marah. Pada sidang di Yerusalem, beberapa orang Kristen Yahudi berkeras bahwa “Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa” (Kis. 15:5). Penting untuk diperhatikan proses dan dasar dari mana kesimpulan diambil ketika para rasul dan tua-tua mempertimbangkan isu tersebut. Setelah pembahasan dan perdebatan yang panjang, Petrus menceritakan kembali pertemuannya dengan Kornelius dan pelajaran yang didapat dari pengalaman tersebut. Dia berkata, “Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman” (Kis. 15:8-9). Kemudian Petrus menunjukkan inti masalahnya dengan berkata, “mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu (orang bukan Yahudi) suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri?” (Kis. 15:10). Paulus dan Barnabas berbicara setelah itu, dan “Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan” apa “yang dilakukan Allah dengan perantaraan mereka di tengah-tengah bangsa-bangsa lain” (Kis. 15:12). Terakhir, Yakobus berbicara, mengutip Amos. Mengulangi pengamatan Petrus, dia berkata, “kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah” (Kis. 15:19).
Injil Pada Masa Kini
Kemurnian dan penyebaran Injil sedang dipertaruhkan pada hari ini. Inti dari Injil dibedakan dari latar belakang budaya Yahudinya. Seberapa jauh kabar baik ini akan hilang jika Paulus kalah dalam perdebatan ini? Keseluruhan gerakan yang dilakukan para pengikut Kristus disebut “Jalan,” akan berakhir seperti ratusan sekte Yudaisme yang sekarang sudah punah. Sebaliknya Allah mengorkestrasi suatu perubahan dramatis: untuk mengikut Kristus, orang bukan Yahudi tidak lagi perlu menjadi seperti orang Yahudi secara budaya. Allah telah membuka pintu iman kepada segala bangsa. Para murid abad pertama harus berusaha memilah kemuliaan universal Yesus dari pola budaya Yudaisme sebelum mereka dapat menaati Amanat Agung dan membawa Injil ke seluruh bangsa. Inilah tantangan kita juga pada hari ini. Kita juga harus memilah Yesus dari tradisi agama kita, dari Kekristenan “kita.” Kita juga harus membebaskan Injil dari tambahan yang kita buat kepada anugerah Yesus Kristus. Kita juga harus siap untuk menjalani jalan yang telah Yesus taati secara penuh, tetapi secara berbeda, di antara beragam budaya segala bangsa. Hanya dengan demikian Injil bisa terus maju “tanpa rintangan apa-apa” (Kis. 28:31).