Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Steven C. Hawthorne
- Steven C. Hawthorne adalah Direktur dari WayMakers, sebuah pelayanan misi dan mobilisasi doa. Setelah menjadi editor bersama dari kursus dan buku Perspectives di tahun 1981, beliau menjalankan “Joshua Project,” suatu seri ekspedisi penelitian ke antara orang-orang yang belum terjangkau di Asia dan Timur Tengah. Dia juga menulis Prayerwalking: Praying on Site with Insight bersama dengan Graham Kendrick.
Apakah para rasul cepat menaati Amanat Agung? Pertanyaan yang lebih baik lagi adalah menanyakan apakah mereka taat pada Yesus. Jika ketaatan terhadap Amanat Agung berarti mereka harus berkemas dan pindah ke Siberia dalam bulan ini atau bulan depan sejak mendengar mandat Yesus untuk memuridkan segala bangsa?sebagaimana ditulis dalam Matius?maka mereka dapat dikatakan lambat. Tetapi cara Lukas menggambarkan mandat Kristus dan ketaatan mereka yang langsung setelah itu, membuat saya berharap dapat setaat mereka. Sepertinya jika membaca Matius dan Kisah Para Rasul maka sepertinya para rasul sangat lambat dalam memulai misi global dari Matius 28. Meskipun demikian penjelasan dalam Lukas sangat membantu kita mengerti hal ini. Mari kita pastikan maksud Lukas sebelum kita menyimpulkan bahwa para rasul telah gagal memenuhi apa yang ditulis oleh Matius. Melihat secara saksama kisah Lukas, saya melihat tiga cara di mana para rasul sebagai pemimpin saat itu dalam Kisah Para Rasul memang taat. Pertama, gambaran besar dari visi membuat mereka tetap memperjuangkan tujuan kerajaan Allah yang lebih besar. Kedua, penindasan yang kuat tidak membuat mereka mundur dalam menjadi saksi yang berani di muka umum. Ketiga, mereka setia pada kesederhanaan Injil, menolong orang dari berbagai budaya untuk mengikut Kristus tanpa terhalangi oleh unsur-unsur budaya yang tidak esensial.
Daftar isi |
Ketekunan dengan Gambaran Besar Visi
Sebelum Yesus naik ke sorga, Dia “memberi perintah-Nya oleh Roh Kudus kepada rasul-rasul yang dipilih-Nya” (Kis. 1:2). Bagaimana Yesus memberi perintah oleh Roh? Pada hari kebangkitan-Nya, Yesus menemui dua pengikut-Nya dalam perjalanan menuju ke Emaus (Luk. 24:13-35). Mereka adalah orang percaya yang terdekat dengan-Nya, tetapi bukan bagian dari keduabelas murid. Mereka mungkin sedang menuju ke tempat yang aman jauh dari Yerusalem. Para musuh Yesus telah membunuh-Nya bahkan di antara kerumunan orang yang memuja Dia dalam kota. Pihak berwenang yang sangat bermusuhan sangat mudah melacak dan menghabisi para pemimpin gerakan yang masih tersisa ini. Mereka tahu, mereka sedang diburu pada saat itu. Mereka hanya dapat mendengar dengan kagum terhadap orang asing yang berjalan bersama mereka (yang sebenarnya adalah Yesus) yang berbicara kepada mereka seperti tidak sopan: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!” Dia kemudian berkata, “Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?” Dan dengan kerangka dasar tersebut – penderitaan diikuti oleh kemuliaan – Dia berjalan melintasi seluruh kisah di Kitab Suci (24:26-27). Seluruh penjelasan sangat masuk akal dengan Mesias berada di pusat Kitab Suci dan di akhir dari semuanya. Semuanya berpuncak pada Mesias yang ditunjuk Allah memasuki “kemuliaan-Nya.” Ekspresi “kemuliaan-Nya” merupakan suatu penglihatan tentang Mesias memasuki suatu masa kedamaian dan penghormatan selamanya bagi segala bangsa. Penjelasan-Nya dari Kitab Suci memiliki kesatuan dan puncak-Nya dalam Mesias. Dengan harapan baru yang membara (mereka berkata, “Bukankah hati kita berkobar-kobar?”), mereka bergegas kembali ke wilayah berbahaya di Yerusalem, kembali masuk ke ruang tertutup di mana para rasul yang sedang berduka bersembunyi (Yoh. 20:19; Luk. 24:32-33). Tiba-tiba, Yesus sendiri ada dalam ruangan. Dia mengulangi hal yang sama tentang kisah penyingkapan diri-Nya dalam Kitab Suci. Yesus bahkan memberi lebih banyak detail mengenai bagaimana Dia akan masuk ke dalam kemuliaan-Nya: nama-Nya akan dihormati dunia ketika pengampunan dosa dinyatakan bagi segala suku bangsa. Dia kemudian menambahkan hal penting bagi ketaatan strategis mereka: Ekspansi global dari kemuliaan-Nya akan diluncurkan “dari Yerusalem” (Luk. 24:45-47). Ketika Lukas meneruskan kisah ini dalam Kitab Kisah Para Rasul, selama 39 hari berikutnya Yesus menjelaskan kisah kerajaan Allah berulang kali. Selama salah satu perjumpaan ini, Yesus memberi mereka perintah tegas “melarang mereka meninggalkan Yerusalem” (Kis. 1:4). Menyuruh orang untuk tidak meninggalkan kota mungkin merupakan cara yang aneh dalam meluncurkan suatu gerakan misi. Tetapi ada satu fakta yang sering dilupakan, dan ini bisa membantu kita: Yerusalem bukan rumah mereka! Orang-orang ini berasal dari Galilea. Para malaikat pembawa pesan, yang jelas mengetahui wilayah mereka dengan baik, menyebut mereka sebagai “orang-orang Galilea” (Kis. 1:11). Para elit Yerusalem bahkan dapat mengenali aksen Galilea mereka dari kegelapan (Mat. 26:73; Luk. 22:59). Yerusalem adalah tempat yang paling berbahaya di dunia ini bagi mereka. Para musuh dengan kekuatan yang cukup untuk membunuh mereka tanpa pengadilan telah berusaha menangkap mereka di taman beberapa hari sebelumnya (Mrk. 14:50-52; Yoh. 18:8-9) dan akan mencobanya kembali. Tidak heran Lukas mencatat bahwa Dia menyuruh mereka untuk tetap tinggal di Yerusalem. Jika Dia tidak menyuruh hal ini, mereka mungkin telah mundur kembali ke wilayah aman di rumah mereka di Galilea. Tetapi, pria dan wanita ini mengikuti perintah Yesus secara eksplisit. Mereka tetap tinggal di kota. Anda harus mengagumi keberanian mereka. Mereka tetap tinggal dan berdoa di ruang atas. Ketika janji turunnya kuasa datang ke atas mereka, mereka langsung pergi ke muka umum. Sejak saat itu mereka tetap di muka umum, mungkin membahayakan jiwa mereka juga. Perintah Yesus untuk tetap di Yerusalem berfokus pada pemenuhan janji Allah, apa yang Bapa telah janjikan dan apa yang telah Yesus katakan kepada mereka. “Ia melarang mereka meninggalkan Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di situ menantikan janji Bapa, yang—demikian kata-Nya—“telah kamu dengar dari pada-Ku…”” (Kis. 1:4-5). Apakah janji Bapa terbatas pada turunnya Roh Kudus? Sepertinya demikian karena penekanannya pada saat kedatangan Roh “tetapi tidak lama lagi.” Pembacaan terhadap keseluruhan teks membuat hal ini jelas, bahwa penugasan mereka adalah untuk menjadi saksi di Yerusalem, tidak hanya menunggu turunnya Roh Kudus. Nanti kita akan lihat bahwa pekerjaan mereka menjadi saksi meliputi lebih dari sekadar mengkhotbahkan sebuah pesan pada Hari Pentakosta. Ketika penganiayaan muncul, para rasul tidak lari. Kesaksian mereka di Yerusalem belum lengkap. Mereka tetap di tempat yang paling strategis – dan juga paling berbahaya. Mereka ditangkap, dipermalukan, ditentang dan dipukuli lebih dari sekali (Kis. 4:1-21; 5:17-41). Namun mereka tetap meneruskan kesaksian mereka. Pada akhirnya, Yakobus dibunuh (12:2). Meskipun demikian, mereka tetap di Yerusalem, menolak untuk lari. Lawan mereka dapat menemukan mereka dengan mudah, dan itulah yang terjadi. Petrus ditangkap. Memerlukan penyelamatan dari malaikat untuk bisa meyakinkan dia untuk mencari tempat yang lebih aman di luar kota (12:17). Tidak ada indikasi dari keduabelas murid yang lain pergi bersama dia. Ini adalah sekelompok orang yang keras kepala dalam ketaatan. Sepertinya tidak ada ancaman apa pun yang dapat mengancam mereka.
Pelajaran Ketaatan bagi Masa Kini
Seperti yang dilakukan Yesus di jalan menuju ke Emaus, kita seharusnya mengharapkan Kristus sendiri berjalan bersama kita, bahkan di saat-saat paling bodoh dan egois kita, dan mengingatkan kita “gambaran besar” dari semua yang telah Allah lakukan di sepanjang sejarah. Seperti yang dilakukan Yesus di jalan menuju ke Emaus, Kristus ingin membuka “pikiran kita untuk mengerti Kitab Suci” untuk menolong kita menangkap tujuan yang lebih besar dari diri kita (Luk. 24:45). Kita dapat berharap bahwa Kristus mampu dan mau untuk memberi kita perintah pada hari ini “oleh Roh Kudus” sehingga bimbingan spesifik bisa terjalin bersama dengan gambaran besar dari visi pemenuhan tujuan global Allah bagi kemuliaan Kristus.
Keberanian di Muka Umum yang Mahal Harganya
Apakah mereka setia kepada mandat yang telah Kristus berikan kepada mereka? Seperti yang Lukas catat, mereka berdiri di muka umum dan bersaksi (Luk. 24:48; Kis. 1:8). Untuk bertindak sebagai “saksi” seperti yang Lukas gambarkan sedikit hubungannya dengan mengomunikasikan Injil secara pribadi kepada satu orang, kepada teman atau keluarga. Hanya pada masa kini istilah “bersaksi” disamakan dengan komunikasi secara umum akan Injil. Membaca penggunaan kata “bersaksi” dalam Lukas menyatakan bahwa hampir selalu ketika seseorang bertindak sebagai seorang saksi, mereka melakukannya di muka umum.4 Mengapa pernyataan di muka umum atau di jalan-jalan begitu penting? Allah menginginkan sesuatu yang lebih penting daripada kesadaran yang luas akan kebangkitan Kristus. Allah sedang menegakkan suatu gereja yang tidak tergoyahkan. Seorang saksi tidak hanya menegaskan fakta-fakta tentang Yesus, mereka juga menegakkan nilai mendalam dari mengikuti Yesus melalui kesiapan mereka untuk menderitar. Kesulitan di muka umum menjadi karakteristik dari gerakan para pengikut Kristus, menempatkan seluruh gereja di muka umum. Pria dan wanita biasa pergi ke muka umum, bersama dengan karakter mereka yang serupa dengan Kristus. Bahkan para musuh mereka mengenali mereka “sebagai pengikut Yesus” (Kis. 4:13). Kehidupan mereka menjadi ekspresi dari teladan tertinggi dari kelompok mereka (5:13). Fungsi bersaksi tidak dapat disempitkan kepada tindakan berkomunikasi – ini adalah suatu proses. Ketaatan mereka sebagai saksi terlihat sepanjang minggu, bulan atau lebih lama dari itu. Bersaksi ada hubungannya dengan paradoks kehinaan dan kemuliaan. Setelah muncul dalam ruang pengadilan, Petrus dan saksi-saksi yang lain bersukacita karena mereka dianggap layak untuk menderita bagi nama-Nya (5:41). Yesus memakai Ananias untuk mengatakan kepada Paulus bahwa dia adalah alat yang dipilih-Nya “untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain serta raja-raja dan orang-orang Israel.” Kedengarannya seperti tugas yang agung, tetapi harga yang harus dibayar sangat keras sekali – suatu kesaksian terdiri dari penderitaan. Frasa berikut yang Tuhan berikan kepada Paulus adalah: “Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku” (9:15-16). Kehinaan mereka mendatangkan kemuliaan bagi Kristus.
Pelajaran Ketaatan bagi Masa Kini
Bersaksi bukan hanya membagikan Injil secara pribadi tetapi juga penegakkan gereja secara publik. Bersaksi lebih dari sekadar komunikasi yang pintar untuk menanam gereja di tempat yang masih kosong. Drama dalam kitab Kisah Para Rasul bisa menjadi gambaran mengenai cara setiap gereja baru harus ditanam. Mungkin ada pengecualian, tetapi sebagian besar catatan menunjukkan bahwa gerakan yang berkembang bagi Yesus harus muncul ke muka umum. Gerakan yang dilakukan secara diam-diam akan menjadi lemah bahkan hilang sama sekali. Gerakan yang bertahan, menyatakan nama Kristus dengan berani dan pada saat yang sama menunjukkan apa yang dilihat sebagai teladan terbaik umat mereka. Bagaimana hal ini terjadi? Melalui pria dan wanita (biasanya orang lokal biasa ketimbang para misionaris), yang difitnah dan dibawa ke muka umum. Pada saat itu, nilai dari mengikut Yesus ditegakkan.
Kesetiaan Untuk Mengakselerasi Terobosan Injil
Bahkan ketika masih di Yerusalem, para rasul bertindak seperti mereka dengan sadar sedang melayani perluasan Firman Allah (Kis. 6:4). Mereka tidak tinggal menetap di Yerusalem; mereka mengawasi perkembangan Injil dengan kesungguhan yang kuat. Ketika mereka mendengar Injil sedang diberitakan, mereka bergerak dengan cepat untuk mensahkan, memberkati dan mendukungnya (8:14-25; 11:22). Ketika dengan jelas gereja-gereja telah berkembang di seluruh Yudea, Galilea dan Samaria, Petrus sendiri berkeliling di seluruh wilayah tersebut, “mengadakan kunjungan ke mana-mana” dan membantu gereja untuk bertumbuh (9:31-32). Di dalam hal yang sama Petrus menerima perintah lanjutan oleh Roh Kudus sendiri: “berkatalah Roh: “Ada tiga orang mencari engkau. Bangunlah, turunlah ke bawah dan berangkatlah bersama-sama dengan mereka, jangan bimbang, sebab Aku yang menyuruh mereka ke mari”” (10:19-20). Petrus yang dikenal sebagai orang yang rasialis sedang berada di muka pintu Kornelius, dan mungkin bergumam seperti ini, “Saya tidak seharusnya berada di sini. Namun, apa maumu?” Baca sendiri perkataan Petrus kepada Kornelius. Bagi saya, perkataan tersebut lebih seperti ucapan permintaan maaf atas sikap-sikapnya sebelumnya. Perkataan tersebut jelas merefleksikan kecepatan untuk taat. “Kamu tahu, betapa kerasnya larangan bagi seorang Yahudi untuk bergaul dengan orang-orang yang bukan Yahudi atau masuk ke rumah mereka. Tetapi Allah telah menunjukkan kepadaku, bahwa aku tidak boleh menyebut orang najis atau tidak tahir. Itulah sebabnya aku tidak berkeberatan ketika aku dipanggil, lalu datang ke mari” (Kis. 10:28-29). Hanya dalam hitungan jam setelah mendengar arahan dari Roh Kudus untuk pergi kepada orang bukan Yahudi membawa Injil Petrus langsung pergi. Dia pergi ke rumah Kornelius yang dibukakan secara dramatis oleh Roh Kudus, tetapi pintu yang lain juga terbuka pada hari itu. Petrus dan rasul-rasul yang lain yang digunakan Allah untuk menjaganya tetap terbuka. Itu bukan pintu bagi para misionaris untuk pergi ke sebuah suku bangsa. Itu adalah pintu iman bagi semua bangsa untuk mengikut Yesus tanpa memutuskan diri mereka dari budaya mereka sendiri. Karena para rasul telah setia untuk tetap tinggal di Yerusalem, mereka berada dalam posisi untuk menahan pintu yang telah Allah buka bagi segala bangsa. Dimulai “dari Yerusalem” (Luk. 24:47) gerakan global ini diluncurkan. Allah mengumpulkan para murid bersama-sama, satu hati dan pikiran bagi momen sejarah yang paling penting – sidang di Yerusalem dicatat dalam Kisah Para Rasul 15. Pada saat itu, Injil sedikit lagi menjadi sebuah kelompok sempalan dalam tradisi Yahudi. Sebaliknya, para rasul yang berkumpul mampu menegaskan bahwa Allah telah “membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman” (Kis. 14:27). Sebagian orang Kristen mula-mula mengajarkan bahwa Allah ingin agar semua orang bukan Yahudi yang telah diselamatkan masuk ke dalam tradisi agama dan budaya orang Israel. Sebagian memaksakan bahwa orang percaya bukan Yahudi disunat, yang pada dasarnya menjadi seperti orang bukan Yahudi yang masuk ke dalam agama dan budaya Yahudi ketimbang mengikut Yesus. Akibatnya, ini akan bermakna orang bukan Yahudi harus meninggalkan bangsanya sendiri agar bisa mengenal Allah. Namun Allah menjelaskan di sepanjang peristiwa yang terjadi dalam Kitab Kisah Para Rasul bahwa meskipun orang bukan Yahudi akan menikmati kesatuan rohani dengan orang Israel, orang bukan Yahudi tidak perlu menjadi orang Yahudi secara budaya, meninggalkan keluarga, budaya, akar dan namanya untuk menjadi murid Kristus. Petrus mengingatkan para rasul bahwa mereka awalnya telah mengetahui bahwa Allah ingin agar pesan kehidupan ini disebarkan ke segala bangsa. Mereka telah “memuliakan Allah, katanya: “Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup”” (Kis. 11:18). Untuk meyakinkan semuanya, Petrus menceritakan kembali kisahnya, Paulus mengatakan apa yang sedang Allah lakukan saat itu, dan Yakobus menyatakan bahwa janji-janji Allah dalam Kitab Suci sekarang sedang dipenuhi. Keputusan yang diambil adalah tidak memberi kesulitan atau perintang pada pintu yang telah Allah bukakan bagi segala bangsa (Kis. 15:1-31). Tidak ada pekerjaan hukum (“hukum” yang berarti tradisi agamawi dan budaya) yang dibutuhkan untuk mendapatkan keselamatan. Pria dan wanita dari segala bangsa diselamatkan melalui iman dan mengikuti Kristus melalui apa yang Paulus sebut “percaya dan taat” (Rom. 1:5). Sebagaimana gerakan-gerakan skala besar dapat diamati, sangat jarang orang bisa begitu cepat atau setia mengikuti suatu jalur tindakan yang secara menyeluruh melampaui prasangka religius di masa mereka. Hanya ada sedikit saja gerakan yang pernah terjadi dalam sejarah yang sama cepat dan menentukan dalam memampukan orang lain untuk mengikut Tuhan sesuai dengan budaya mereka masing-masing. Mereka melihat Allah membuka pintu iman bagi orang-orang bukan Yahudi. Mereka bertekad untuk tidak menghalangi jalan semua orang untuk mengikuti Kristus dalam kesederhanaan kebebasan iman.
Pelajaran Ketaatan bagi Masa Kini
Kita tidak terlalu berani menjaga agar pintu iman tetap terbuka pada masa kini. Ribuan kelompok orang sekarang terhalangi untuk mengikuti Kristus. Jutaan orang pada masa kini menjauh dari Injil, bukan oleh Kristus, atau karena pertobatan yang diharuskan-Nya. Mereka menjauh karena fanatisme terhadap tradisi Kristen mengharuskan mereka mengikuti suatu berbagai tradisi budaya yang disebut “Kristen.” Hal-hal yang superfisial seperti diet, pakaian, musik, nama keluarga atau banyak hal tidak penting lainnya yang tidak ada kaitannya dengan Injil. Jika kita berkeras bahwa hal-hal tersebut adalah hal-hal yang esensial, kita sedang menuntut adanya “sunat Kristen” yang tidak diharuskan oleh Allah. Allah telah membuka pintu iman. Kita tidak dapat melakukannya sendiri. Ketaatan yang berani dalam sidang di Yerusalem di Kitab Kisah Para Rasul 15 harus terus kita lanjutkan. Pada masa kini, kita harus berusaha sebaik mungkin untuk menyambut semua orang bagi Kristus melalui pintu iman tersebut, menolong mereka mengikut Kristus tanpa membawa “lebih banyak beban” (Kis. 15:28) dari berbagai tradisi yang ditemukan dalam Alkitab yang tidak esensial dalam mengikut Kristus dalam iman. Hanya dengan demikian Injil akan dinyatakan dan segala bangsa dapat mengikut Kristus “tanpa rintangan apa-apa” (Kis. 28:31).