PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Rasul Paulus dan Tugas Misionaris

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Arthur F. Glasser

Arthur F. Glasser adalah seorang Dekan Emeritus dan Profesor Senior Teologi dan Misi dan Studi Asia Timur di School of World Mission di Fuller Theological Seminary selama bertahun-tahun. Dia melayani sebagai misionaris di Tiongkok sebelah barat dengan China Inland Mission (sekarang Missionary Fellowship luar negeri) dan juga Sekretaris OMF untuk Amerika Utara selama 12 tahun. Beliau adalah editor Missiology dari tahun 1976 sampai 1982.

Disadur dari Crucial Dimensions in World Evangelization oleh Arthur F. Glasser, et al., 1976. Digunakan dengan ijin dari William Carey Library, Pasadena, CA.

Rasul Paulus, awalnya adalah seorang penganiaya fanatik para pengikut Kristus yang pertama, kemudian menjadi seorang yang dipanggil dan dikhususkan “untuk Injil Allah...untuk menghasilkan ketaatan iman demi nama-Nya di antara semua bangsa.”(Rm. 1:1, 5). Ini merupakan kisah yang sangat mengherankan dan mungkin adalah perubahan yang paling penting di dalam sejarah, yaitu kisah tentang bagaimana orang ini meletakkan dasar bagi gereja bukan Yahudi dan menggerakkan sebuah gerakan misionari yang berlanjut hingga hari ini.

Setelah Pentakosta, Gereja mendemonstrasikan kapasitasnya sebagai kehadiran mengomunikasikan kehidupan. Kemashyuran penyembahan dan ibadahnya datang dari hati ke hati. Orang-orang percaya yang membangkitkan rasa hormat menjangkau keluar secara spontan dengan kabar baik dari Yesus Kristus. Di Kis. 2:12, kita mengikuti jejak kemungkinan yang menggairahkan dari “penginjilan tetangga dekat.”

Jemaat Yahudi Mesianik bertumbuh dalam ukuran dan jumlah ketika anggota mereka dengan berani mengalami penganiayaan. Kebangkitan muncul di Samaria, dan Petrus memberitakan Injil kepada Kornelius dan keluarganya, para petobat bukan Yahudi yang pertama.

Dan kemudian panggilan Allah dan transformasi Saulus, penganiaya gereja yang sama. Kita sekarang memulai kisahnya. Rasul Paulus muncul pertama kali di Perjanjian Baru sebagai Saulus, seorang pemuda yang setuju dengan perajaman batu Stefanus (Kis. 8:1), dan dengan kejam menentang gerakan Yahudi Mesianik yang sedang berkembang. Di tengah-tengah karier kejam ini, sementara dalam perjalanan ke Damaskus, tiba-tiba dia disusul oleh Yesus Kristus (Fil. 3:12). Di saat-saat perjumpaan pertama itu – pertobatan, penyerahan, dan menyingsingnya iman – Saulus menerima panggilannya untuk pelayanan misionari. Dia nantinya menulis:

“Berkenan kepada Allah untuk menyatakan Anak-Nya kepadaku, supaya aku memberitakan Dia di antara orang-orang bukan Yahudi” (Gal. 1:16). Paulus harus belajar untuk memberitakan Injil. Dia diberi metode penginjilan berikut ini:

Aku mengutus kamu untuk membuka mata mereka, supaya mereka berpaling dari kegelapan kepada terang dan dari kuasa [otoritas] Setan kepada Allah, supaya mereka menerima pengampunan dosa dan tempat di antara orang-orang yang dikuduskan oleh iman di dalam Aku (Kis. 26:18).

Rangkaian/urutan dimulai dengan membuat orang-orang menyadari kebutuhan pribadi mereka, lalu menyuruh mereka berjaga-jaga terhadap Tuhan yang mencukupi setiap kebutuhan mereka. Namun untuk menerima keselamatan dan hidup oleh Roh, mereka harus sungguh-sungguh bertobat dari dosa mereka dan menolak otoritas Setan atas hidup mereka dengan menerima Yesus sebagai Tuhan mereka. Hanya dengan begitu mereka akan bisa menerima pengampunan dosa mereka dan memasuki hidup dan ibadah jemaat lokal.

Paulus dengan senang menerima metode penginjilan ini yang telah dilakukan Yesus dalam pelayanan-Nya sendiri di dunia. Kemana dia dahulu telah berusaha untuk membinasakan para pengikut Yesus, sekarang dia berusaha untuk memproklamirkan bahwa Yesus adalah Mesias orang-orang Yahudi dan Juruselamat dunia. Sejak saat itu dan seterusnya, Paulus tetap setia dengan semua aspek dari “visi surgawi” dari Kristus yang mulia ini (26:19-20).

Daftar isi

Signifikansi Tanda Kerasulan

Kisah Para Rasul pasal 11 membawa kisah kepada sebuak klimaks dengan menunjukkan bagaimana gereja bukan Yahudi besar dirintis di Antiokhia, kota keempat terbesar di dunia Mediterania, dan bagaimana Allah mentakdirkan ini untuk menjadi kunci untuk penginjilan Mediterania barat. Kelompok jemaat kecilnya disebut “rumah gereja” yang begitu dinamis sehingga Barnabas, diutus dari Yerusalem untuk membantu dalam pelayanan, mencari-cari Paulus, yang memiliki kekuatan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk membantu dia meneguhkan para petobat baru. Dua orang menggabungkan kekuatan mereka untuk memimpin gereja sepanjang tahun.

Gereja ini penting sebagai kumpulan umat Tuhan yang kosmopolitan, menginjili, berpikir baik, dan sangat murah hati. Namun, di Kis. 13:1-5 gereja ini dilukiskan susah dan berlutut “beribadah kepada Tuhan dan berpuasa.”

Apa masalahnya? Para pemimpin berpuasa, menyampaikan gagasan bahwa mereka sedang mencari bimbingan mengenai tanggung jawab gereja untuk memberitakan Injil melampaui Antiokhia kepada orang yang beragam di dunia Mediterania. Orang-orang Kristen Antiokhia tidak ragu-ragu dengan tepatnya/sesuainya Injil bagi semua orang. Namun bagaimana mereka akan memberitakan berita mereka? Metode sebelumnya tentang “tetangga dekat, penjangkauan secara spontan” hanya akan bekerja di dalam budaya yang homogen. Mereka sekarang membutuhkan sebuah cara terstruktur untuk memperluas berita Kristus, seseorang yang akan mengatasi semua penghalang/rintangan, entah secara geografis, linguistik, budaya, etnis, sosiologis, atau ekonomis. Jadi mereka berdoa dan berpuasa. Mereka benar-benar tulus!

Sebagai reaksinya, Roh Kudus menuntun mereka untuk mengambil langkah menentukan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka ‘mengelola apa yang di waktu-waktu berikutnya akan disebut sebagai misi asing.” 1

Walaupun Barnabas dan Paulus ditetapkan sebagai anggota mula-mula, gereja “membiarkan mereka pergi” (ay. 3) karena sebenarnya otoritas dan rancangan Roh Kuduslah yang ada di balik “pengutusan mereka” (ay. 4). Dari hal ini kita tidak bisa menyimpulkan bahwa keduanya struktur jemaat gereja dan struktur tanda misionari yang berpindah-pindah sama absahnya dalam pemandangan Allah. Tidak satu pun yang lebih benar bagi nama “gereja” karena keduanya adalah ungkapan dari hidup umat Allah. Sesungguhnya, catatan ini dengan jelas menantang dugaan yang dipercaya secara luas bahwa “kumpulan lokal adalah penengah dan tubuh yang diutus berdasarkan otoritas dari misionari Perjanjian Baru.” 2

Lebih lanjut, tidak ada surat perintah/tuntutan untuk pendapat bahwa Paulus, karena semua otoritas kerasulannya, diutus keluar oleh gereja (umat Allah setempat, kehidupan jemaat yang kasad mata dan di dalam persekutuan yang erat dengan jemaat-jemaat lainnya) dan, sama pentingnya, merasa dirinya sendiri dapat dipertanggungjawabkan ke gereja.3

Tim yang berpindah-pindah ini sangat mandiri. Mencukupi ekonomi diri sendiri, meskipun tidak mau menerima dana dari jemaat lokal. Merekrut, melatih, dan kadang-kadang memuridkan anggotanya. Roh Kudus memberikan arahannya; seperti Israel di tengah padang belantara, memiliki pemimpin dan pengikut.

Tanda itu adalah tanda kerasulan; para anggotanya menganggap diri mereka sendiri sebagai duta Allah untuk dunia yang seakan-akan tidak percaya. Mereka hidup “di bawah ketidakleluasaan yang terus-menerus menyeberangi batasan antara kepercayaan dan ketidakpercayaan untuk menyatakan kenyataan dari ketidakpercayaan kepada Kristus.” 4

Hanya ketika tidak ada lagi perbatasan untuk diseberangi – hanya ketika Yesus Kristus telah kembali dan menaklukkan semua orang di bawah otoritas-Nya – mungkinkah untuk mengatakan bahwa kebutuhan akan tanda misionari sedemikian akhirnya datang mengakhiri/menyudahi.

Sejak saat ini dan seterusnya, metodologi misionari Rasul Paulus adalah ungkapan dari kegiatan kelompok kerasulan. Kis. 14:21-23 menggambarkan runtutan aktivitas itu demikian:

  • Mengabarkan Injil
  • Memuridkan
  • Membawa para petobat baru ke dalam hidup yang berbadan hukum sebagai keluarga Kristus dan satu terhadap yang lain dan pemelihara/penjaga Injil kerajaan
  • Mengelola mereka ke dalam jemaat lokal yang ditandai dengan komitmen mendalam satu terhadap yang lain dan menurut perintah dan disiplin Roh Allah

Setelah perjalanan misionari pertama selesai, para anggota berlayar ke Antiokhia dan “mengumpulkan gereja dan menyatakan segala yang telah Allah kerjakan diantara mereka, dan bagaimana Dia telah membuka pintu iman kepada orang-orang bukan Yahudi” (Kis. 14:27).

Strategi Rombongan Kerasulan

Namun rencana apa yang diikuti kelompok itu di dalam misionari menjangkaunya? Tampaknya ada dua sasaran. Pertama, di awal-awal tahun itu, kelompok itu berupaya untuk mengunjungi semua rumah ibadah yang terserak ke seluruh kerajaan Romawi, dimulai dari Asia Kecil. Karena Injil “untuk pertama-tama orang Yahudi” (Rm. 1:16), ini adalah biasa.

Benar, Paulus sangat berkomitmen tentang ini. Di masa-masa itu, hampir semua rumah ibadah Yahudi memiliki pengikut baru orang bukan Yahudi dan “orang-orang yang takut akan Allah” – laki-laki dan perempuan bukan Yahudi yang telah lepas dari penyembahan berhala dan telah ditarik ke monoteisme etis orang-orang Yahudi, namun yang telah memutuskan keanggotaan itu sepenuhnya. Paulus tahu bahwa di rumah-rumah ibadah inilah dia menghubungi bukti dari pekerjaan awal Allah di antara orang-orang bukan Yahudi. Hanya di rumah-rumah ibadah dia bisa menghubungi baik orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi. Ketika komunitas rumah ibadah Yahudi di suatu tempat menolak beritanya mentah-mentah, dia kemudian mengalihkan perhatiannya kepada orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi di antara mereka yang telah meresponi. Kita mengingatk kata-katanya di Antiokhia di Pisidia kepada orang-orang Yahudi yang menolak:

Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain.Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: “Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi."(Kis. 13:46-47).

Penjangkauan pertama kepada orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi ini bukanlah “misi” dalam pengertian istilah modern. Misi menyatakan secara tidak langsung menjangkau orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Sebaliknya, orang-orang Yahudi sudah memiliki “hak sebagai anak, kemuliaan, kovenan, hukum Taurat, ibadah, dan janji.”Bagi mereka “yang termasuk di dalam keturunan, dan dari ras mereka, menurut daging, adalah Kristus” (Rm. 9:4-5).

Rasul Paulus memberitakan kabar baik tentang kedatangan Mesias mereka, dan signifikansi salib-Nya dan kebangkitan-Nya. Kapan pun orang-orang Yahudi menolak Injil ini, dia berusaha untuk “membuat mereka cemburu” dengan menyatakan bahwa Allah sedang berkarya di antara orang-orang bukan Yahudi yang memberikan respons (Rm. 11:11-14). Allah memiliki pekerjaan yang belum selesai untuk dilakukan dengan umat-Nya yang dulu. Dan tanggung jawab khusus ini masih merupakan tugas prioritas bagi Gereja di zaman kita. Injil adalah “pertama-tama untuk orang-orang Yahudi.”

Sasaran umum kedua yang mendasari strategi misionari paulus adalah untuk mendirikan rumah-rumah ibadah Mesianik dimana pun dia mendapati orang-orang Yahudi yang memberi respons terhadap Injil dan mendirikan jemaat bukan Yahudi dimana pun mayoritas orang percayanya adalah orang-orang bukan Yahudi. Kita harus tetap ingat bahwa Era Kekristenan abad pertama adalah kehebatan abad kegiatan misionari orang-orang Yahudi. (Mat. 23:15).

Sebagian besar “orang-orang yang takut akan Allah” Yunani, meskipun tertarik oleh kekuatan moral, kegairahan intelektual, hidup disiplin, dan keseluruhan hidup keluarga orang-orang Yahudi, secara umum menghentikan penerimaan sunat dan menjadi seorang Yahudi.

Tidak bisa dihindarkan Paulus ditetapkan untuk memenangkan kelaparan rohani orang-orang bukan Yahudi ini untuk beriman kepada Yesus dan menjadikan mereka cikal bakal jemaat bertutur bahasa Yunani dari munculnya gerakan Kristen.

Ketika Lukas menulis bahwa, “semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani” (Kis. 19:10), mungkin maksudnya adalah penjangkauan kelompok itu diperluas ke sepanjang Asia, bagian barat daya Turki zaman sekarang, dan bahwa jemaat yang baru terdiri dari orang-orang Yahudi dan Yunani yang ditebus bersama-sama terlibat dalam pekabaran iman yang baru.

Gereja dan Misi

“Aku telah ditetapkan sebagai pemberita dan rasul (yang kukatakan ini benar, aku tidak berdusta),dan sebagai pengajar orang-orang bukan Yahudi, dalam iman dan kebenaran” (1 Tim. 2:7). Paulus ditetapkan untuk melihat Gereja bertumbuh. Sesungguhnya, dia menganggapnya sebagai tugas utama gereja dan tidak tergantikan: mengabarkan Injil kepada seluruh umat manusia dan untuk menyatukan semua yang percaya ke dalam kehidupan persekutuan di dalam gereja. Dia merasa bahwa hanya melalui pelipatgandaan jumlah yang besar dari jemaat baru lah akan dimungkinkan untuk menginjili generasinya. Sebagai seorang rasul, seorang anggota kelompok kerasulan, dia melihat dirinya sendiri bekerja di tepi kemajuan Injil melakukan pekerjaan utama ini.

Alat yang tidak terelakkan ini yang Paulus jadikan hubungan yang amat penting antara kelompoknya dengan jemaat baru yang mereka bawa ke dalam keberadaan melalui berkat Allah.

Sesungguhnya, kita tidak dapat mengerti keasyikannya dengan mengumpulkan dana dari gereja-gereja bukan Yahudi untuk membantu gereja-gereja Yahudi (Rm. 15:25-27) kecuali ini adalah bagaimana pun juga berkaitan dengan usahanya yang ditujukan untuk menggenapi keinginan Tuhan bahwa gereja-gereja mengungkapkan kesatuan mereka yang sejati “supaya dunia percaya” (Yoh. 17:21).

Sebaliknya, melalui teladannya sendiri dan melalui panggilannya, paulus terus-menerus mengingatkan gereja-gereja akan panggilan kerasulan mereka. Mereka telah diutus Allah ke dalam dunia untuk menjangkau melampaui tetangga lokal mereka dengan Injil. Tugas mereka adalah untuk menyampaikan kerajaan Allah ke dalam bangsa-bangsa yang untuknya Kristus mati dan yang belum mengakui Dia sebagai raja mereka.

Ilustrasi yang paling menyolok dari keinginan Paulus untuk membangun hubungan yang dekat antara gereja lokal dengan misi yang berpinda-pindah ditemukan di dalam suratnya kepada jemaat di Roma. Ketika dia menulis surat ini, dia sedang berada di tengah-tengah karier misinya yang besar, dan penjangkauan tim kerasulannya di Mediterania Timur baru saja selesai. Sebenarnya, dia bisa menyatakan bahwa “dari Yerusalem dan sejauh Illirikum” (saat ini wilayah Balkan) “Injil Kristus” telah “dikabarkan sepenuhnya” (Rm. 15:19). Sebaliknya, Mediterania Barat menggambarkan kegelapan yang tidak sirna dengannya namun satu titik cahaya: orang-orang percaya Yahudi dan bukan Yahudi yang terserak di Roma.

Kelihatannya, komunitas percaya ini telah ada dalam benak Paulus selama beberapa tahun karena dia menderita sekali dalam doa dan telah merencanakan pelayanannya ke tempat itu matang-matang (15:22).

Maka, dia mengambil pena dan menulis surat Roma yang dahsyat. Selaku seorang “pekerja teologi” dia dengan seksama memilik tema-tema tertentu dan mengembangkannya untuk menyiapkan orang-orang Kristen di Roma untuk strategi misionarinya.

Hanya setelah ulasan ekstensifnya tentang dosa dan kesalahan di hadapan Allah (1:18-3:20), pembenaran dan penebusan (3:21-25), anugerah dan adanya kehadiran serta kuasa Roh Kudus (6:1-8:39) dan ketetapan Allah untuk menebus dunia bukan Yahudi melalui gereja (9:1-11:26), maka Paulus membukakan strateginya kepada orang-orang percaya di Roma: bahwa mereka harus menjadikan diri mereka Antiokhia kedua, dasar yang baru dari pelaksanaan misi kelompok kerasulannya ke Spanyol dan Mediterania Barat (15:22-24). Begitu saja, mereka akan memiliki peran yang signifikan untuk mengisi, memberi paulus dan timnya dengan orang-orang yang berpengalaman – paling penting dari semuanya – mengusahakan dukungan keuangan dan doa untuk mereka.

Surat ini ditulis untuk memperkuat kelompok rumah gereja di dalam kota penyembah berhala yang besar sebuah rasa panggilan misionari mereka untuk orang-orang melampaui perbatasan mereka. Dengan ketaatan misionari mereka, orang-orang percaya di Roma ini akan mencapai sebuah pemahaman yang baru tentang identitas mereka sebagai “utusan” dan “bangsa yang diutus” Allah (1:11-15).Mereka menyusun Gereja dan Misi – jemaat yang tetap dan tim yang berpindah-pindah – agar “Injil kerajaan akan diberitakan ke seluruh dunia, sebagai sebuah kesaksian kepada semua bangsa; dan kemudian kesudahannya akan datang’ (Mat. 24:14).

Strategi Penderitaan

Satu elemen terakhir tersisa. Kita tidak bisa melacak jejak karier misionari Rasul Paulus tanpa terkesan dengan kenyataan bahwa seluruh hidupnya ditandai dengan penderitaan.

Pada waktu Tuhan Yesus memanggil dia untuk jabatan rasul Dia berkata, “Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku." (Kis. 9:16). Meskipun dibebaskan oleh Tuhan Yesus, Paulus menyadari bahwa kebebasan ini hanya diberikan sehingga dia memberikan kasih Allah kepada semua orang. Menurut penggunaan Perjanjian Baru, kata “Tuhan” berarti pemilik budak.

Sedangkan di zaman kita, kita cenderung untuk memikirkan diri sendiri sebagai “hamba-hamba” Tuhan, di masa Paulus orang-orang Kristen menganggap diri mereka berbeda. Paulus menyadari bahwa jika dia bisa ikut bekerja bersama Tuhan, dia tidak lebih daripada “budak dari semua” (1 Kor. 9:19-23).

Ini membawa kita kepada tingkat yang paling dalam dari pengalaman dan pelayanan Kristen – dimana hidup dijalani di dalam tekanan dengan suatu masa dan perjumpaan rohani dengan kekuatan yang berusaha untuk menghalagi usaha untuk membebaskan yang lainnya dengan Injil.

Sesungguhnya, seseorang tidak bisa masuk ke pikiran dan pengalaman Paulus tanpa mengetahui bahwa semua suratnya (dengan kemungkinan pengecualian surat Filemon) menunjuk kepada Setan, yang terus-menerus berusaha untuk menggagalkan rencananya (1 Tim. 2:18).

Paulus menulis tentang “misteri ketiadaan hukum,” “roh dasar dunia,” “allah zaman ini” dan “kerajaan dan otoritas.” Dia sepenuhnya sadar akan strategi bervariasi mereka menentang Injil. Sesungguhnya, referensi untuk “kuasa-kuasa dunia” ini menembus semua dimensi strategi misinya. Meskipun mereka masih berusaha untuk mengambil sikap/memposisikan diri mereka sendiri sebagai semua musuhnya yang berkuasa, Paulus tahu mereka telah ditaklukkan telak oleh Kristus di kayu Salib (Kol. 2:8-15). Dia tahu kuasa rohani ini bisa dikalahkan dengan iman dan kasih, dengan doa dan ketaatan – dan dengan penderitaan. Sehubungan dengan ini, dia menulis:

“Kita ditentukan untuk penderitaan” (1 Tes. 3:3). Ini menunjuk kepada prinsip pokok: Injil tidak bisa dikabarkan dan umat Allah tidak bisa dikumpulkan menjadi jemaat di dalam bangsa-bangsa (Yoh. 11:52) tanpa orang-orang “melengkapi apa yang kurang di dalam penderitaan Kristus” untuk menyelesaikan tugas ini (Kol. 1:24).

Dengan “penderitaan Kristus” paulus tidak mengacu kepada penderitaan-Nya di kayu salib yang menebus. Penderitaan-penderitaan Kristus itu sendiri mampu bertahan, dan ketika Dia menyelesaikan tugas dahsyat itu Dia berseru: “Sudah selesai!” Karya penebusan-Nya sudah selesai “sekali dan untuk seterusnya” (Ibr. 9:26).

Sebaliknya, penderitaan-Nya yang kurang dihubungkan dengan semua yang Dia hadapi secara fisik, emosional, dan rohani sehingga Dia memberikan diri-Nya sepenuhnya kepada semua tuntutan pelayanan-Nya kepada orang banyak. Dia mengalami keletihan jasmani, permusuhan yang banyak (“Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya,” Yoh. 1:11) dan perlawanan rohani. Penderitaan-penderitaan demikian menghadapkan semua yang dengan sengaja melibatkan diri mereka dalam pelayanan aktif bagi Kristus, terutama ketika mereka berusaha untuk secara terang-terangan bersaksi tentang Injil kepada orang banyak.

Penderitaan-penderitaan itu “kurang” dalam pengertian bahwa masing-masing generasi berturut-turut dari umat Allah harus bersedia menanggung penderitaan jika tugas misionari harus diselesaikan. Hanya dengan demikian hak istimewa ini akan berakhir selamanya. Hari ini, bagaimana pun, secara otomatis diperluas kepada semua yang “memperoleh karunia-karunia yang paling utama” (1 Kor. 12:31). Seseorang tidak dapat melayani Kristus dengan efektif tanpa membayar harga ini!

Kita harus menghadapi imlikasi menyeluruh dari arti ini. Dunia roh selalu hadir, dan iblis tidak pernah ramah – terutama kepada mereka yang ditetapkan untuk melayani Tuhan. Inilah pengalaman Paulus. Dia menderita untuk mengalahkan mereka, memakai senjata yang disediakan oleh Tuhan yang berkemenangan.

Seandainya dia ada di tengah-tengah kita hari ini, dia menghendaki penolakan kita terhadap semua yang menghalangi terlaksanya tujuan misionari Allah – kekuatan dalam struktur agama, dalam struktur intelektual (ilmu-ilmu dan isme-isme), dalam struktur moral (undang-undang dan kebiasaan) dan dalam struktur politik (orang yang kejam, pasar, sekolah, pengadilan, ras, dan bangsa). 5

Kabar baik yang perlu didengar oleh generasi kita meliputi masuknya kerajaan Allah oleh Dia yang menjadikan semua kekuatan lawan tidak berlaku. Namun mereka yang melayani di dalam nama-Nya akan menderita. Salib itu masih tetap salib. Bukanlah tanpa alasan Paulus mendesak rekan Kristen untuk “mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah” agar mereka “mampu bertahan melawan tipu muslihat iblis” (Ef. 6:10-18).

Mengenakan perlengkapan senjata adalah bahasa peperangan. Marilah kita tidak pernah lupa bahwa pelayanan Kristus melibatkan konflik rohani dan penderitaan!


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas