PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Pertanyaan Setiap Orang: Apa yang Allah Sedang Coba Lakukan

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Stanley A. Ellisen

Ellisen.jpg
Stanley A. Ellisen menjabat sebagai Profesor Literatur Alkitab dan kepala dari Divisi Studi Biblika di Western Conservative Baptist Seminary di Portland, Oregon. Beliau menulis delapan buku dan beragam artikel, beliau juga melayani sebagai pastor dan menanam gereja di Pacific Northwest dan Southwest.
Tulisan ini diambil dari 3 Worlds in Conflict, 1998. Digunakan dengan izin dari WaterBrook Multnomah Publishing Group, sebuah divisi dari Random House, Inc., Colorado Springs, CO.

Alkitab menggambarkan Allah sebagai Raja yang kekal: “TUHAN adalah Raja untuk seterusnya dan selama-lamanya” (Mzm. 10:16). Alkitab juga menyatakan bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu (Mzm. 103:19). Allah tidak terbatas, berada di mana pun. Jadi, pada setiap waktu dan tempat, di seluruh jangkauan luas semesta-Nya, Allah memegang kendali penuh. Allah tidak pernah mengompromikan supremasi prerogatif ke-Allah-annya ini. Mengompromikannya akan membuat-Nya kurang dari Allah. Sangat penting untuk bisa mengenali kedaulatan Allah yang tidak habis-habisnya jika kita ingin mendapatkan pandangan yang tepat mengenai kerajaan-Nya. Karya ciptaan-Nya, dengan semua risiko yang tercakup, merupakan karya kedaulatan-Nya.

Daftar isi

Pemberontakan Masa Purba

Di dalam menjalankan kerajaan-Nya, Allah memerintah dengan prinsip otoritas yang didelegasikan. Allah mengatur para malaikat sebagai sebuah hirarki, menentukan tingkatan tanggung jawab dan lingkup pelayanan mereka. Untuk bertindak sebagai tangan kanan Allah dalam mengarahkan kerajaan ini, Allah memberikan seorang kepala malaikat keindahan, hikmat dan kuasa yang menyolok (Yeh. 28:12-17; Yud. 9). Allah menamakan malaikat ini Lucifer dan memberinya takhta untuk memerintah (Yes. 14:12-14). Malaikat ini memerintah sebagai wakil Allah yang luar biasa.

Berapa lama pengaturan harmonis di atas berlangsung di masa lampau yang jauh tidak dicatat dalam Alkitab. Dikaruniai dengan kebebasan memilih, ujian krusial bagi setiap makhluk ciptaan adalah kesetiaan kepada kehendak Allah. Ujian krusial tersebut dialami Lucifer ketika dia mengalihkan pandangannya kepada dirinya sendiri dan kemampuan luar biasa yang diberikan Tuhan kepadanya. Terkesima akan kehebatannya sendiri, dia menyatakan kemerdekaannya dan menganggap dirinya “menyamai Yang Mahatinggi” (Yes. 14:14). Pada saat Lucifer memutuskan hal tersebut, dia mendorong dirinya keluar dari patokan kehendak Allah yang stabil dan mulai terlontar dengan cepat ke dalam kehancuran penuh dari sebuah keberadaan yang tidak percaya kepada Allah. Keputusannya sudah final, dan dia tidak pernah bertobat.

Namun Lucifer tidak sendiri dalam melakukan pilihan seperti itu. Jelasnya dia diikuti oleh sepertiga malaikat sorga (Why. 12:4-7), yang menunjukkan daya tarik besar dari kepemimpinannya. Dengan kumpulan pemberontak ini dia membentuk kerajaannya sendiri, suatu kerajaan tiruan dari kegelapan. Namanya diubah menjadi Setan (musuh), sesuai dengan kelakuannya. Jika Allah itu berdaulat, mengapa Allah tidak langsung menghancurkan kelompok pemberontak ini? Mengapa Allah tidak menjalankan suatu eksekusi massal bagi seluruh kelompok malaikat yang tidak taat? Atau setidaknya, mengapa Allah tidak mengurung mereka selamanya di lobang neraka?

Jawabannya adalah Allah memang memiliki rencana seperti itu, tetapi Allah untuk sementara waktu menggunakan para pemberontak ini untuk menyelesaikan tujuan-Nya yang lain. Di dalam mengerjakan rencana-Nya, Allah tidak terkunci pada rencana satu jalur, tetapi Allah mampu beradaptasi dalam situasi yang sulit. Begitu dalam kedaulatan-Nya, sehingga Allah mampu membuat kemarahan manusia memuji Dia dan semua musuh-Nya melayani Dia (Mzm. 76:10). Ironi yang menghancurkan tentang hal tersebut bagi para musuh-Nya adalah mereka semua akan berakhir melayani Dia, bukan melayani diri mereka sendiri. Beberapa malaikat yang jatuh dirantai Allah sampai hari penghakiman; para malaikat yang lain diizinkan-Nya memilki kebebasan yang terbatas sampai tujuan-Nya diselesaikan.

Fakta utama untuk diamati adalah bahwa Allah mengizinkan kerajaan kegelapan terbentuk. Kerajaan tersebut dibentuk melalui kekuatan sukarela yang dipimpin oleh Setan, bukan diciptakan oleh Tuhan. Maka kerajaan kegelapan tersebut menjadi kutub yang berlawanan bagi kerajaan terang dari Allah dan menjadi pilihan yang berdaya tarik bagi semua makhluk ciptaan dalam menjalankan kebebasan moral mereka. Ini merupakan kerajaan tiruan yang berjalan secara bertolak belakang dengan kerajaan yang sejati dari kebenaran. Kerajaan kegelapan sering kali kelihatannya menonjol, tidak hanya dalam hal memaksa manusia tetapi juga memenangkan mereka. Ini sebagiannya karena modus operandi yang dijalankan oleh kerajaan tersebut. Berlawanan dengan banyak pendapat yang naif, Iblis bukan sesosok monster merah yang memegang garpu, tetapi sering kali muncul dalam bentuk pribadi yang suka berbuat kebaikan. Sasaran iblis dalam kehidupan ini adalah meniru pekerjaan Allah. Sasaran tersebut telah menjadi ambisi utamanya semenjak kejatuhannya. Maksud Iblis yang pertama kali tercatat diakhiri dengan kalimat “aku hendak menyamai Yang Mahatinggi (Yes. 14:14). Usaha meniru ini merupakan siasat Iblis yang paling efektif, karena semakin mirip dia dapat meniru pekerjaan Allah, semakin kurang tampaknya manusia akan cenderung mencari Allah atau mengejar kehendak-Nya.

Kerajaan Allah di Bumi Dimulai

Setelah kejatuhan Setan, Allah memulai ciptaan yang lain: manusia. Allah juga memberikan makhluk ini kebebasan untuk memilih, meski berbahaya risiko kedua ini tampak. Kebebasan untuk memilih sangat mendasar bagi kepribadian manusia, jika pria dan wanita memang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Rancangan agung Allah adalah untuk menghasilkan Diri-Nya sendiri dalam pribadi manusia, khususnya sifat kasih dan kekudusan-Nya. Karakteristik ilahi ini hanya bisa bertumbuh di tanah kebebasan moral. Persekutuan melibatkan pilihan moral.

Melalui kebebasan ini, Allah ingin membentuk hubungan yang penuh antara pria dan wanita bagi kedaulatan-Nya. Dia ingin memiliki hubungan dengan mereka melalui kasih bukan pemaksaan. Kekuatan dari kasih secara tidak terbatas lebih kuat dari otot. Dengan pertimbangan ini, Allah membuat Adam dan Hawa menjadi rekan kerja-Nya dalam pemerintahan-Nya. Sebagai ujian pertama mereka dilarang untuk memakan “buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat” (Kej. 2:17). Mereka diberi pilihan untuk taat atau tidak taat, jelas dan sederhana. Pohon tersebut tidak diletakkan dalam taman sebagai penggoda atau jebakan, tetapi sebagai ujian yang tidak terelakkan. Ujian tersebut memberi pasangan itu suatu pilihan apakah mereka akan setia kepada Allah atau tunduk pada alternatif memikat yang diberikan oleh si ular. Seandainya mereka waktu itu mengabaikan usulan jahat tersebut demi menegaskan komitmen mereka pada Allah, mereka mungkin telah memakan dari “pohon kehidupan” dan secara kekal dikonfirmasi dalam kebenaran (Kej. 3:24; Why. 22:2). Tetapi mereka tidak menaati perintah langsung yang diberikan oleh Tuhan, dan kejatuhan umat manusia terjadi.

Dengan tindakan sengaja ini, mereka menyatakan kebebasan mereka dari kehendak Allah dan keberpihakan mereka dengan kerajaan kegelapan Setan. Penyebab dari bencana ini bukan pohon pengetahuan baik dan jahat; bukan pula sang ular atau iblis yang ada di belakang ular tersebut (Why. 12:9). Semua ini hanya memberikan sebuah kesempatan bagi kedua individu itu untuk mengekspresikan kebebasan memilih mereka dalam hubungan dengan kehendak Allah. Penyebab dari bencana terletak dalam keputusan mereka. Di dalam ujian kesetiaan ini mereka gagal dan jatuh, bersama dengan sekumpulan malaikat yang sebelumnya sudah jatuh.

Jika hanya melihat tampak luarnya saja, kejatuhan kedua dari ciptaan Allah sepertinya mengandaskan harapan Allah yang tinggi untuk memperluas kerajaan-Nya di dalam agen-agen yang bermoral. Manusia diberikan tanggung jawab kosmis untuk menguasai bumi – tetapi manusia tidak bisa diberi kepercayaan berkaitan dengan sepotong buah. Apakah karunia kebebasan untuk memilih dari Allah terlalu berisiko? Akankah pemberian tersebut dapat menjadi tindakan bunuh diri yang bisa menghancurkan seluruh manusia? Sepertinya itu tidak sejalan dengan tujuan Allah, karena dosa kelihatannya keluar sebagai pemenang.

Dua Masalah Disimpulkan

Dilema pada titik ini boleh disimpulkan sebagai dua masalah yang diperoleh Allah dalam proses penciptaan. Pertama, fakta bahwa wakil Allah yang dipercaya, Lucifer, telah cacat dan memulai suatu kerajaan tiruannya sendiri, juga mencuri kesetiaan sejumlah besar malaikat. Kedua, manusia yang dibuat serupa dan segambar dengan Allah juga telah cacat dan jatuh ke dalam keadaan dosa dan disintegrasi personal. Jadi, Kerajaan Allah telah dibedah dan sebagiannya dirampas.

Pertanyaan yang sering dikemukakan adalah mengapa Allah mau melakukan suatu tindakan penyelamatan. Mengapa tidak menghancurkan segala sesuatunya dan memulainya dari awal? Tentu saja, itu tidak termasuk di dalam rencana Allah yang berdaulat, itu juga bukan solusi yang nyata bagi tantangan mendalam dari kedua pemberontakan di atas. Allah bukan hanya menghadapi tantangan dosa tersembunyi penuh bahaya, tetapi hati Allah yang besar akan anugerah memprakarsai suatu operasi yang secara ajaib akan menebus orang-orang berdosa. Di dalam rencana ini Allah menghadapi dua masalah: (1) bagaimana mengklaim kembali kerajaan-Nya yang dirampas, dan (2) bagaimana menyediakan penebusan bagi umat manusia. Solusi yang Allah cari tidak bisa memperlakukan kedua masalah tersebut secara terpisah; maka Ia memutuskan suatu rencana di mana kemenangan atas kerajaan Setan dapat menyediakan keselamatan bagi umat manusia. Rencana tersebut tidak dapat dicapai hanya dengan menunjukkan kekuatan ilahi semata; jawabannya bukan dengan tindakan yang kejam. Bencana dan penghakiman yang inklusif akan ditunda. Rencana tersebut membutuhkan suatu tindakan yang memiliki kedalaman dan kekuatan dari atribut terbesar Allah: kasih.

Kerajaan Allah dan Program Penebusan

Ketika Adam dan Hawa pertama kali berdosa Allah memulai penghakiman-Nya terhadap sang ular (Kej. 3:14-15). Di dalam penghakiman ini Allah juga memberikan proto-Injil, mengumumkan tujuan penebusan-Nya bagi manusia. Kepada sang ular Allah berkata,

Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini,
antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu,
dan engkau akan meremukkan tumitnya.

Pesan ini jelas ditujukan baik kepada manusia maupun kepada Setan. Di dalam ayat ini Allah bernubuat bahwa mengikuti dua permusuhan, dua tindakan meremukkan akan terjadi. Kepala ular akan diremukkan oleh keturunan wanita tersebut, dan tumit dari keturunan wanita tersebut akan diremukkan oleh sang ular. Dua figur dalam konflik ini kemudian dideskripsikan sebagai Kristus yang merupakan keturunan dari wanita tersebut (Gal. 4:4), dan Setan yang disebut “si ular tua” (Why. 20:2).

Dengan menganalisis dua kejadian meremukkan ini kita mendapatkan gambaran kecil sketsa mengenai rencana Allah yang berkaitan dengan Setan dan manusia. Pernyataan pertama, “keturunannya akan meremukkan kepalamu,” merupakan suatu nubuatan bahwa Kristus akan menghancurkan Iblis. Kristus sendiri pernah berbicara kalau Dia akan mengikat setan, “orang kuat” dari sistem dunia ini dan melemparkannya keluar (Mat. 12:29; Yoh. 12:31). Kematian Kristus di atas salib menyediakan dasar bagi kehancuran akhir Setan, karena “dia yang membangun tiang gantungan akan digantung di atas tiang tersebut.” Dan dengan penghakiman akhir dari Setan, kerajaan tiruan yang dibuatnya juga akan dibinasakan. Keseluruhan proses dengan mana Allah mengklaim kembali otoritas-Nya di segala bidang dan selamanya menghentikan segala pemberontakan bisa disebut sebagai “program kerajaan” dari Allah.

Peristiwa meremukkan yang kedua yang dinyatakan dalam Kejadian 3:15 adalah tumit dari keturunan wanita akan diremukkan oleh sang ular. Serangan Iblis ini digenapi di atas kayu salib, di mana Setan merupakan kekuatan yang ada di balik penyaliban Kristus. Peristiwa meremukkan tumit ini menunjukkan natur sementara dari kematian Kristus dibandingkan dengan peristiwa diremukkannya kepala sang ular. Kematian Kristus di atas kayu salib menjadi dasar bagi program penebusan Allah, program yang melaluinya Dia menyediakan keselamatan bagi manusia.

Maka di dalam proto-Injil di taman Eden, Allah memperkenalkan, dalam bentuk garis besar, program rangkap dua-Nya bagi kerajaan-Nya dan penebusan manusia. Allah pada akhirnya akan mengklaim kembali seluruh kerajaan-Nya dengan menghancurkan Setan dan kerajaannya, dan sekaligus dalam proses itu akan menebus manusia yang percaya melalui kematian Kristus.

Rencana Ganda Allah Dibukakan

Seluruh Perjanjian Lama menggambarkan perkembangan progresif dari tujuan rangkap dua Allah di bumi. Tuhan memilih dua manusia beriman yang melalui mereka kedua rencana ini dimulai dan dijalankan. Yang pertama adalah Abraham, yang hidup kira-kira tahun 2000 SM. Allah membuat suatu kovenan dengan Abraham, menjanjikan Abraham di antara berbagai hal lainnya, sebuah benih yang akan memberkati segala bangsa. Paulus mengidentifikasi benih ini sebagai Kristus, dan berkat yang akan datang melalui Kristus tersebut diidentifikasi oleh Paulus sebagai penebusan atau pembenaraan (Gal. 3:6-16). Keturunan Abraham akan mendatangkan penebusan kepada manusia, menggenapi rencana penebusan.

Untuk menggenapi tujuan kerajaan-Nya, Allah memilih Daud dari silsilah yang sama kira-kira tahun 1000 SM dan membuat suatu kovenan tentang suatu kerajaan dan suatu benih rajawi (2 Sam. 7:12-16). Keturunan Daud ini pada akhirnya akan memerintah atas Israel selama-lamanya. Selain memerintah atas Israel, Dia yang diurapi ini akan memperluas pemerintahan-Nya ke seluruh dunia (Am. 9:12; Zak. 14:9). Melalui keturunan Daud ini, Allah akan menggenapi program kerajaan-Nya dengan menghancurkan para pemberontak dan memerintah dunia dalam keadilan.

Dua Tipe Anak

Menarik juga untuk diperhatikan bahwa kedua orang ini diberikan seorang anak laki-laki yang menjadi tipe keturunan yang dijanjikan. Anak Abraham, Ishak, merupakan tipe Kristus dalam fungsi penebusan-Nya, dipersembahkan sebagai korban di atas gunung Moria sebagai korban yang hidup. Anak Daud, Salomo, menjadi tipe Kristus dalam hal sebagai raja, menjadi seorang raja dalam kemuliaan dan keagungan. Kedua anak laki-laki ini dengan menyolok menjadi tipe dari keturunan Abraham maupun Daud yang sangat dinantikan di seluruh sisa periode Perjanjian Lama. Di dalam pengertian ini, tidaklah heran Roh Allah memulai Perjanjian Baru dengan memperkenalkan figur utamanya sebagai “anak Daud, anak Abraham” (Mat. 1:1).

Dua Tipe Binatang

Perjanjian Lama juga menggambarkan fungsi Kristus sebagai penebus dan raja melalui dua binatang sebagai simbol. Domba korban menjadi tipe Kristus dalam karya penebusan-Nya sebagai “Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Ayat tersebut menggambarkan Kristus sebagai pelayan Tuhan yang “seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian” (Yes. 53:7).

Binatang lain yang menjadi tipe Kristus di dalam Perjanjian Lama adalah singa (Kej. 49:9-10). Yohanes di dalam Wahyu 5:5 merujuk pada metafora Perjanjian Lama ini ketika dia menggambarkan Kristus sebagai “Singa dari suku Yehuda.” Sebagai raja binatang, singa merepresentasikan otoritas raja. Maksudnya adalah bahwa dari suku Yehuda akan muncul seorang Penguasa yang akan memerintah Israel dan dunia.

Satu Mesias yang Mulia

Meskipun tujuan kerajaan itu lebih luas, mencakup seluruh wilayah rohani, tujuan tersebut tidak dapat dicapai tanpa program penebusan bagi manusia. Perhatikan bagaimana Yohanes menghubungkan kedua hal tersebut dalam penglihatan profetisnya di Wahyu 5. Setelah melihat Kristus sebagai Singa dan Domba, Yohanes mendengar bala tentara malaikat berseru dengan nyaring: “Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan puji-pujian” (Why. 5:12). Kristus tidak hanya akan menunjukkan hak-Nya tetapi kelayakan-Nya untuk memerintah sebagai Singa Allah, yang telah disembelih sebagai Domba Allah.

Kristus pada akhirnya akan mempersembahkan kerajaan yang diklaim-Nya kembali ini kepada Bapa (I Kor. 15:24). Persembahan tersebut akan terdiri dari penggenapan tugas-Nya dari Bapa dalam peran-Nya sebagai benih dari wanita tersebut. Dan yang teramat penting, proses yang olehnya Dia mengklaim kembali kerajaan-Nya akan melalui kasih penebusan-Nya bukan melalui kekuatan yang bersifat memaksa. Anugrah penebusan ini merupakan keunggulan dari program rangkap dua-Nya, dan anugrah penebusan ini juga akan membentuk dasar dari persekutuan kekal-Nya dengan manusia. Persekutuan Allah dan manusia tersebut tidak akan didasarkan pada ketakutan atau kekerasan tetapi pada kasih.

Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas