Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Wee Hian Chua
- Wee Hian Chua adalah Pendeta Senior dari Emmanual Evangelical Church di London, England. Beliau melayani sebagai Sekretaris Umum di the International Fellowship of Evangelical Students dari 1972 sampai 1991. Dari Let The Earth Hear His Voice, 1975, World Wide Publications, Minneapolis, MN. Digunakan dengan ijin dari Lausanne Committee for World Evangelization.
Tahun: 1930
Tempat: Tiongkok Barat Laut
Sasaran: mendirikan gereja-gereja lokal dan bergabung di dalam penginjilan desa secara ekstensif.
Studi kasus:
1. Pendekatan dan strategi dari dua wanita Eropa bujang.
2. Pendekatan dan strategi dari Little Flock Assembly of Chefoo, Shantung.
Daftar isi |
Studi Kasus Satu
Dua wanita yang bertalenta dan berdedikasi diutus oleh masyarakat misionaris mereka ke Tiongkok Barat Laut. Mandat mereka adalah untuk menginjili dan mendirikan jemaat di sekelompok desa. Mereka bicara bahasa Tionghoa dengan lancar; mereka bekerja dengan penuh iman dan kesungguhan. Setelah satu dekade, sebuah jemaat kecil dihasilkan. Tetapi, sebagian besar dari jemaatnya adalah kaum wanita. Anak-anak mereka menghadiri sekolah minggu secara rutin. Pengunjung jemaat kecil ini akan dengan mudah melihat ketidakhadiran kaum pria.
Di dalam laporan dan liputan berkala mereka, kedua misionaris menunjukkan "kekerasan hati" yang umum di antara kaum pria. Surat rekomendasi juga dibuat untuk para remaja yang ditentang oleh orang tua mereka ketika mereka meminta ijin untuk baptisan.
Studi Kasus Dua
Di 1930, sebuah kebangkitan rohani melanda di seluruh Little Flock Assembly di Shantung. Banyak anggota yang menjual harta benda mereka untuk mengutus 70 keluarga ke Baratlaut sebagai "jemaat instan." Tiga puluh keluarga lainnya bermigrasi ke Timurlaut. Di tahun 1944, ada 40 perkumpulan baru yang didirikan, dan semuanya sangat terlibat dalam penginjilan.
Perbandingan Studi Kasus
Sekarang, dalam hal dedikasi dan ortodoksi doktrinal, kedua orang Eropa dan Little Flock Assembly memiliki kesamaan komitmen dan iman. Tetapi mengapa ada perbedaan yang menyolok dalam hasilnya dan di dalam strategi mereka untuk pendirian gereja?
Mempertimbangkan kasus dua wanita misionaris bujang. Hari demi hari, para penduduk desa Tiongkok melihat mereka membangun kontak dan jembatan persahabatan dengan kaum wanita, biasanya ketika suami mereka atau para ayah bekerja keluar di ladang atau berdagang ke kota-kota sekitar. Penampilan asing (diberi julukan "iblis berambut merah") cukup menghasut prasangka secara budaya dan ras dalam pikiran para penduduk desa. Dan status bujang mereka merupakan sesuatu yang secara sosial dipertanyakan. Merupakan sebuah kenyataan yang populer di seluruh masyarakat Tionghoa bahwa keluarga merupakan unit dasar sosial. Unit-unit ini menjamin keamanan. Di dalam ajaran Konfusius, 3 dari 5 hubungan dasar berkaitan dengan ikatan keluarga – ayah dan anak laki-laki, kakak dan adik, suami dan istri. Kenyataan bahwa kedua wanita ini menjalin kontak dengan kaum wanita secara pribadi dan tidak berdialog dengan yang lebih tua membuat mereka tampak sebagai agen asing yang sedang berusaha untuk merusak struktur komunitas desa. Sebuah pertanyaan yang akan terus muncul di dalam gosip dan diskusi para penduduk desa adalah fakta tentang status bujang misionaris tersebut. Mengapa mereka tidak menikah? Mengapa mereka tidak tampak berhubungan dengan orang tua mereka, saudara laki-laki, saudara perempuan, paman, bibi dan kerabat yang lainnya? Jadi ketika mereka mempengaruhi para wanita atau pemuda untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka, mereka dianggap sebagai "pemecah keluarga."
Kebalikannya, Little Flock Assembly, di dalam mengutus keluar keluarga Kristen Tionghoa, mengirimkan agen-agen yang merupakan kesatuan yang dikenal secara sosial budaya. Maka ketujuh puluh keluarga menjadi kekuatan tugas misionari yang efektif. Tidak sulit membayangkan para kepala keluarga ini menyaksikan iman mereka kepada para tua-tua penduduk desa. Para nenek dapat secara informal menyebarkan kesukaan mengikut Kristus dan pembebasan dari kuasa Iblis kepada para wanita yang lebih tua di desa-desa penyembah berhala. Para istri di pasar-pasar dapat mengundang rekan-rekan mereka untuk menghadiri kebaktian yang diadakan setiap hari Minggu oleh "jemaat instan." Tidak heran 40 perkumpulan baru didirikan sebagai hasil pendekatan dari pendirian gereja dan penginjilan!
Menginjili Keluarga di Budaya Lain
Strategi penginjilan seluruh keluarga bukan saja bisa diterapkan di komunitas Tionghoa. Juga efektif di komunitas Asia lainnya, penduduk desa dan suku-suku Afrika, seperti juga di barrios dan masyarakat Amerika Latin. Menulis tentang penyebaran iman yang cepat di Korea, Roy Shearer mengamati: "Satu faktor terpenting mengatur bagaimana Gereja bertumbuh adalah struktur masyarakat Korea. Di Korea, kami berhubungan dengan sebuah masyarakat yang berdasar pada keluarga; bukan suku. Keluarga itu kuat bahkan hari ini. Cara terbaik bagi seseorang untuk datang pada Kristus adalah di tempat keluarganya sendiri. "
Dia meneruskan dengan mengaitkan situasi yang berulang ketika kepala keluarga kembali ke kaum desa mereka dan berhasil mempengaruhi kerabat dan sanak keluarga mereka untuk "berbalik dari berhala menjadi menyembah Allah yang hidup." Dia menyimpulkan: "Injil mengalir di sepanjang jaringan hubungan keluarga. Jaringan ini merupakan garis transmisi bagi Roh Kudus saat ini yang membawa laki-laki dan perempuan ke dalam gereja."
Di dalam bukunya, New Patterns for Discipling Hindus, Ms. B.V. Subbamma menyatakan secara kategorial bahwa keluarga Hindu mungkin adalah satu-satunya institusi sosial yang melaluinya Injil dapat disampaikan dan diterima. Tidak semua akan setuju dengan pernyataan ini, karena ada bukti-bukti di universitas ada mahasiswa-mahasiswa yang telah mengakui iman di dalam Kristus di pusat universitas besar di India. Beberapa orang bisa membuat langkah iman ini karena mereka bebas dari tekanan orang tua. Bagaimanapun, sebagai peraturan yang umum, pengamatan dan deduksi Ms. Subbamma adalah benar.
Menginjili seluruh keluarga adalah pola penjangkauan misionari saat ini dalam bagian Amerika Latin. Di dalam jaringan hubungan budaya Katolik Roma, struktur keluarga kuat. Memanfaatkan pola sosial ini, Chilean Pentecostals, seperti Little Flock Assembly di Shantung 40 tahun yang lalu, mengutus keluarga-keluarga dari antara mereka yang setia untuk menjadi agen-agen dan duta-duta dari pengembangan gereja. Melalui keluarga-keluarga yang menginjili ini, banyak perkumpulan dan jemaat yang telah didirikan di berbagai bagian di benua itu. Pertumbuhan fenomenal dari gerakan Pentecostal di Amerika Latin mencerminkan keefektifan menggunakan keluarga-keluarga untuk menginjili keluarga-keluarga.
Kadang-kadang sulit bagi orang-orang Barat yang individualistik untuk menyadari bahwa di dalam banyak masyarakat "tatap muka", keputusan religius dibuat secara badan hukum. Orang di dalam jenis masyarakat itu akan dicap sebagai seorang "pengkhianat" dan diperlakukan sebagai orang buangan jika dia ingin memeluk sebuah keyakinan agama yang baru. Setelah zaman kebangunan kembali(Renaissance), di sebagian besar negeri barat, identitas diungkapkan oleh keputusan Cartesian Cogito ergo sum: Saya berpikir, karena itu saya ada. Manusia sebagai pribadi rasional dapat memikirkan pilihan religius bagi dirinya sendiri dan bebas untuk memilih iman yang ingin dia ikuti. Keputusan ini tidak berlaku di komunitas suku Afrika. Bagi orang-orang Afrika (dan banyak lainnya) keputusan yang tidak berubah adalah, saya ikut, karena itu saya ada. Kecocokan dan partisipasi dalam upacara dan adat tradisional religius memberi identitas pada orang-orang tersebut. Jadi jika harus ada perubahan yang radikal di dalam kesetiaan religius, maka harus ada keputusan secara badan hukum atau multi-individual.
Hal ini berlaku di keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas M. Metode satu-satu penginjilan perorangan tidak akan berhasil di dalam masyarakat seperti demikian. Seorang teman dosen saya yang mengajar di universitas Singapore multi-ras pernah membuat pernyataan yang signifikan ini, "Saya telah menemukan bahwa bagi sebagian besar mahasiswa Malaysia (yang hampir semuanya M) I bukanlah berisi keyakinan di dalam Allah yang Maha Besar – tetapi komunitas." Duta-duta bagi Kristus di negeri M harus mengatasi bukan hanya argumen-argumen teologis mengenai kesatuan dan pribadi Allah; mereka harus mempertimbangkan asosiasi sosial dan budaya M. Dimana sekelompok M yang cukup besar telah terbentuk, keputusan mereka adalah multi-individual. Ilustrasi yang baik sekali mungkin adalah Indonesia. Selama 15 tahun terakhir, para misionaris yang bijak dan para pendeta nasional telah ikut serta dalam dialog-dialog dan diskusi-diskusi dengan para tua-tua dan pemimpin dari komunitas M lokal. Ketika para pembuat keputusan ini dibuat yakin bahwa Kristus adalah satu-satunya jalan menuju Allah dan hanya Dialah satu-satunya Juru Selamat dunia, mereka kembali ke desa-desa dan kota-kota mereka dan mendesak semua anggota untuk berbalik kepada Kristus. Jadi tidaklah mengejutkan untuk menyaksikan seluruh komunitas mengikuti katekisasi dan dipabtis bersama-sama.
Gerakan seperti ini disebut sebagai "gerakan orang-orang." Bertahun-tahun sebelum kejadian Indonesia, Ko Tha Byu, seorang penginjil Burma yang luar biasa, adalah penolong di dalam pendisiplinan seluruh komunitas dan desa Karen. Saat ini gereja Karen merupakan salah satu komunitas kristen terkuat di Asia Tenggara.
Data Alkitab
Jika kita kembali pada catatan Alkitab, kita akan menemukan bahwa ciri-ciri keluarga secara jelas adalah sebagai penerima sekaligus sebagai agen berkat keselamatan.
Pertama, keluarga dianggap sebagai yang dinyatakan di dalam Roh oleh Allah (Ef 3:5). Sesungguhnya, semua keluarga berutang pada Pencipta atas keturunan dan percampuran. Dengan penebusan, gereja – umat Allah – digambarkan sebagai "anggota-anggota keluarga Allah" (Ef 2:19) dan "kawan-kawan seiman" (Gal 6:10).
Di dalam Kitab Pentateukh, penekanan penting terletak pada kesucian pernikahan, hubungan antara anak dan orang tua, tuan dan hamba. Penekanan ini ditegaskan di Perjanjian baru (lihat Ef 5:22-6:9; Kol 3:18-4:1; 1 Ptr 2:18-3:7).
Keluarga atau anggota keluargalah yang berjanji setia kepada Yahweh. Yosua sebagai kepala keluarga bisa menyatakan, "tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan." (Yos 24:15). Melalui leluhur Yosua, Musa, Yahweh telah mengajarkan umat-Nya untuk merayakan perbuatan ajaib-Nya dengan perjamuan kudus dan perayaan. Menarik untuk mengamati bahwa perjamuan Paskah adalah perjamuan keluarga (Kel 12:3-4). Kepala keluarga menceritakan dan menghidupkan kembali drama besar pembebasan Israel pada pertemuan keluarga. Melalui sejarah Israel, bahkan sampai masa Perjanjian Baru, perjamuan keluarga, doa dan ibadah diadakan secara rutin. Maka keluarga Yahudi adalah objek anugerah Allah dan juga agen yang terlihat diungkapkan dalam hal solidaritas dan agama mereka yang pasti telah menciptakan sebuah kesan yang hebat sekali tentang komunitas orang-orang bukan Yahudi. Salah satu hasilnya adalah sejumlah besar orang Yahudi yang menjadi pemeluk agama baru, "anggota asosiasi" dari pertemuan orang Yahudi. Keluarga Yahudi membuat kontribusi yang cukup besar bagi penjangkauan "misionari."
Pola apostolik untuk mengajar ada di dalam dan melalui unit-unit keluarga (Kis 20:20). Pencapaian pertama kelompok orang bukan Yahudi menjadi gereja Kristen adalah keluarga Kornelius perwira Roma di Kaisarea (Kis 10:7,24). Di Filipi, Paulus membawa keluarga Lidia dan penjaga penjara beriman kepada Kristus dan menyatu ke dalam Gereja-Nya (Kis 16:15, 31-34). "Buah pertama" dari misi besar rasul di Akhaya adalah keluarga Stefanus (1Kor 16:15), Krispus dan Gayus (Kis 18:8; Rm 16:23; 1 Kor 1:14). Jadi jelas bahwa gereja mula-mula memuridkan baik komunitas keluarga Yahudi maupun bukan Yahudi.
Sama jelasnya bahwa anggota keluarga dipakai sebagai pelopor penginjilan. Akwila dan Priskila memakai rumah mereka di Efesus dan Roma sebagai pusat proklamasi Injil (Rm 16:3,5; 1 Kor 16:19). Para jemaat berkumpul di rumah Onesiforus (2 Tim 1:16; 4:19) dan Nimfa(Kol 4:15).