Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Josef Tson
- Josef Tson adalah mantan presiden dari Romanian Missionary Society dan pendiri dari Oradea Bible Institute (sekarang dikenal sebagai Emmanuel Bible Institute) di Romania. Pada ulang tahunnya yang ke-70, beliau mundur dari jabatannya di Romanian Missionary Society dan sekarang memberi sepenuh waktunya untuk mengajar, berkhotbah, menulis dan sebagai misionaris Romania untuk penugasan khusus. Beliau sudah menulis enam belas buku.
- Tulisan ini diambil dari Suffering, Martydom and Rewards in Heaven, 1997. Digunakan dengan izin dari Romanian Missionary Society, Wheaton, IL.
Yesus Kristus sebagai Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala tuhan, memanggil manusia kepada diri-Nya dan menuntut kesetiaan total dari mereka bagi diri-Nya. Tidak ada satu pun di dunia ini, baik ayah atau ibu, suami atau istri, anak laki-laki atau perempuan, atau materi yang boleh menghalangi Dia dan anak-anak-Nya. Yesus mengharapkan mereka untuk belajar dari Dia dan menjadi seperti Dia. Ketika Yesus mengutus mereka ke dalam dunia seperti Bapa mengutus Dia ke dalam dunia, untuk menyebarkan berita-Nya dan menjadi saksi-Nya. Dia tahu bahwa dunia akan membenci kesaksian-Nya dan akan melawan mereka dengan kekerasan tanpa belas kasihan. Namun, Dia mengharapkan mereka menghadapi kebencian tersebut dengan kasih, dan menghadapi kekerasan dengan penerimaan yang bersukacita, mengikuti teladan-Nya melalui penderitaan dan mati bagi dunia yang terhilang. Penderitaan dan mati martir mereka didorong oleh kesetiaan mereka terhadap Kristus dan bertekun demi tujuan menyebarkan Injil-Nya. Para murid Kristus tidak mencari hal-hal ini bagi kepentingan mereka sendiri, dan mereka tidak menderita semua ini sendirian. Sasaran mereka bukan untuk menderita dan mati, sebaliknya, sasaran mereka adalah Pribadi Kristus dan tujuan-Nya dalam dunia, menyebarkan Injil-Nya.
Daftar isi |
Hidup yang Berkorban bagi Kristus
Penderitaan bagi Kristus bukan hanya penderitaan karena penindasan. Penderitaan ini dumulai saat seseorang meninggalkan kerabat dekat demi melayani Kristus. Bagi sebagian orang lain, penderitaan berarti menjual harta milik mereka dan memberikannya kepada yang miskin, yang sering berarti memberi demi pemberitaan Injil. Bagi yang lain, penderitaan bagi Kristus berarti bertekun dalam doa demi tujuan Kristus, atau bersusah payah dan bekerja keras untuk pembangunan tubuh Kristus dan menyempurnakan orang-orang kudus-Nya. Sekali lagi, untuk memperjelas konsep ini, penderitaan bagi Kristus bukan penderitaan yang dibuat-buat. Murid Kristus berusaha melakukan kehendak Kristus dan mempromosikan tujuan Kristus. Namun, penderitaan bagi Kristus berarti bahwa para murid mau dengan sengaja melibatkan diri mereka dalam penderitaan dan hidup berkorban bagi Kristus dan Injil-Nya.
Lebih jauh lagi, seorang murid Kristus melihat dirinya sebagai budak Kristus: dia secara total di bawah perintah Sang Tuan. Sang Tuanlah yang memutuskan pelayanan seperti apa yang harus dilakukan seorang murid. Tugas pertama dari murid adalah menemukan kehendak Tuannya dan melakukannya dengan sukacita dan hasrat. Jika dan hanya ketika sang murid melakukan tugasnya ini, barulah dia dapat memastikan bahwa Tuannya selalu beserta dengan dia, hidup di dalam dan melalui dia untuk mencapai tujuan-Nya.
Mati martir adalah fungsi yang Tuhan berikan kepada sebagian orang yang dipilih-Nya untuk secara harfiah mati bagi Kristus dan Injil-Nya. Dari apa yang Alkitab nyatakan, kelihatannya ada jumlah yang pasti dari anak-anak Allah yang telah ditentukan oleh Allah untuk pengorbanan tertinggi ini. Bagi sebagian orang, mati martir mungkin sebuah peristiwa yang cepat, seperti ditembak atau dipenggal, tetapi bagi sebagian yang lain bisa juga didahului oleh penyiksaan. Allah mungkin memiliki dalam rencana-Nya mati martir yang sulit di kamp dengan kerja keras dan penderitaan di penjara dalam waktu yang lama. Di dalam situasi seperti itu, bahkan jika orang Kristen dibebaskan setelah beberapa waktu lamanya dan kematian tiba ketika ada di rumah karena kesehatannya rusak oleh penahanan dan penderitaan yang lama, saya percaya Allah tetap melihat kematian tersebut sebagai suatu mati martir. Di dalam zaman kita yang lebih canggih sekarang, mati martir mungkin mengambil bentuk penahanan di rumah sakit jiwa – suatu bentuk penyiksaan modern yang mungkin suatu bentuk mati martir yang paling kejam di mana kesehatan mental seseorang dan bahkan kepribadian seseorang dirusak oleh obat-obatan dan penyiksaan psikologis lainnya.
Allah melakukan segala sesuatu dengan tujuan. Jika Dia memilih untuk memanggil anak-anak-Nya untuk menderita dan mengorbankan diri, Dia pasti memiliki tujuan yang sangat penting untuk dicapai melalui mereka. Maka, adalah tugas dari anak untuk menaati Bapa mereka meskipun mereka tidak mengerti tujuan atau alasan dibalik perintah Bapa. Tetapi Bapa ingin anak-Nya mengerti Dia karena Dia ingin mereka mengembangkan pikiran mereka seperti pikiran-Nya. Oleh karena itu, Dia telah menyatakan pikiran-Nya, tujuan-Nya, dan metode-Nya kepada anak-anak-Nya dalam Firman-Nya secara tertulis dan dalam Firman-Nya yang berinkarnasi.
Allah masuk ke dalam sejarah dengan mengutus Anak-Nya berinkarnasi sebagai hamba yang menderita yang akan mengakhiri hidup-Nya di dunia melalui penyiksaan dan mati martir. Di dalam peristiwa ini, Allah menyatakan kepada kita bahwa penderitaan dan pengorbanan diri adalah metode spesifik-Nya untuk mengatasi masalah pemberontakan, kejahatan dan dosa umat manusia. Pengorbanan diri adalah satu-satunya metode yang sejalan dengan natur-Nya. Sebagai contoh, Allah tidak dapat menghadapi kebencian dengan kebencian, karena jika Dia melakukannya, Dia tidak hanya meminjam metode tetapi juga natur dari dia yang merupakan asal kebencian, yaitu Si Jahat. Allah hanya dapat menghadapi dengan kasih, karena Dia adalah kasih, dan melalui penderitaan dan mengorbankan diri-Nya sendiri bagi orang yang membenci-Nya, Dia menyatakan inti dari natur-Nya sendiri.
Sekarang, orang-orang yang dilahirkan dari Allah telah menjadi bagian dari natur Allah (2 Ptr. 1:4). Oleh karena itu, anak-anak Allah dipanggil untuk mengatasi masalah dunia ini dengan kasih agape yang sama yang adalah natur dari Allah (1 Yoh. 4:4-21). Lebih dari itu, Kristus menyatukan diri-Nya sendiri dengan umat-Nya dalam suatu kesatuan yang bisa dibandingkan dengan kesatuan dengan Bapa-Nya (Yoh. 17:21-26). Kristus hidup dalam mereka dan meneruskan pekerjaan-Nya dalam dunia ini melalui mereka. Tetapi Dia tidak mengubah strategi yang digunakan-Nya sama seperti ketika Dia masih ada dalam dunia. Metode-Nya tetap merupakan metode salib. Dengan melihat hal ini, Kristus berkata kepada para murid-Nya bahwa Dia akan mengutus mereka ke dalam dunia sama seperti Bapa-Nya telah mengutus Dia ke dalam dunia. Dengan kata lain, Dia mengutus mereka untuk berada dalam posisi yang sama dan untuk mengatasi masalah dengan metode yang sama – yaitu, metode salib. Dengan alasan inilah, Yesus meminta mereka untuk memikul salib mereka sendiri dan mengikut teladan-Nya dengan pergi ke seluruh dunia memberitakan Injil (menjadi saksi), melayani yang lain, dan mati bagi yang lain. Salib mereka mewakili keterlibatan sengaja mereka untuk berkorban dalam pemenuhan tujuan Bapa terhadap umat manusia.
Tiga hal dasar yang dicapai melalui kematian para martir:
1. Kemenangan kebenaran Allah
2. Kekalahan Setan
3. Kemuliaan Allah
Mati martir dan Kemenangan Kebenaran Allah
Dunia yang belum ditebus hidup dalam kegelapan rohani. Pandangan orang yang belum percaya telah digelapkan oleh Setan, hasilnya mereka membenci terang kebenaran. Bagi orang yang telah hidup lama dalam kegelapan, terang yang tiba-tiba menyinari mereka akan menghasilkan rasa sakit. Mereka tidak tahan terhadap terang itu. Mereka membenci terang, dan mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk memadamkannya. Yesus menjelaskan reaksi dunia terhadap kedatangan-Nya ke dalam dunia dalam istilah-istilah tersebut (Yoh. 3:19-20), dan Dia berkata kepada para murid-Nya untuk bersiap menghadapi perlakuan yang sama.
Berbicara dalam istilah modern, setiap kelompok masyarakat di bumi melihat agamanya sebagai hartanya yang paling bernilai. Maka, mengatakan kepada mereka bahwa iman mereka itu salah atau tidak benar merupakan suatu serangan yang tidak dapat dimaafkan dan penghinaan terhadap mereka. Usaha untuk mengubah agama mereka dilihat sebagai serangan terhadap “identitas nasional” mereka. Inilah alasanya mengapa para misionaris Kristen disambut dengan permusuhan dan kekerasan di setiap tempat di mana mereka membawa Injil. Untuk dirinya sendiri, seorang misionaris harus yakin bahwa orang-orang di tempat di mana dia membawa Firman sedang hidup dalam kebohongan Setan dan pasti masuk neraka sebagai akibatnya. Jika misionaris tersebut tidak yakin akan hal ini, dia tidak akan mau merisikokan hidupnya demi menyalakan terang di antara mereka.
Namun, ketika duta besar Kristus berbicara kebenaran dalam kasih, dan menghadapi kematian dengan sukacita, suatu mujizat yang aneh muncul: pandangan orang yang belum percaya terbuka, mereka dimampukan untuk melihat kebenaran Allah, dan ini memimpin mereka untuk percaya kepada Injil. Sejak pandangan prajurit Roma terbuka di Kalvari, sejak dia percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah karena dia telah melihat cara Dia mati (Mrk. 15:39), beribu-ribu orang Kristen yang telah mati martir sepanjang sejarah telah menghasilkan hal yang sama. Lebih dari itu, inilah yang Tertullian pikirkan ketika dia menulis bahwa darah kaum martir yang belum kering adalah benih di mana orang Kristen yang baru dilahirkan, begiktu banyak kelompok suku di bumi ini telah bersaksi bahwa kegelapan yang telah menaungi mereka selama ini hilang hanya ketika seorang misionaris terbunuh di sana. Namun, begitu banyak wilayah dan orang di dunia hari ini yang masih mengalami kegelapan tersebut dan hanya dapat dihilangkan ketika ada orang-orang Kristen yang mau memberi hidup mereka sebagai martir.
Mati Martir dan Kekalahan Setan
Yesus melihat kedatangan-Nya dalam dunia sebagai suatu invasi ke dalam rumah orang kuat untuk mengambil barang-barangnya (Mat. 12:29). Dia melihat Pangeran dunia ini sedang diusir melalui kematian-Nya (Yoh. 12:31-33), dan hasil dari pelayanan para murid-Nya (Luk. 10:17-19). Yesus mengajarkan kepada mereka untuk tidak takut kepada dia yang hanya dapat membunuh tubuh, dan Dia menantang keberanian mereka untuk kehilangan nyawa untuk mendapat kemenangan (Mat. 10:26-39). Maka, Yohanes hanya mengikuti pengajaran Tuhannya ketika dia menggambarkan Setan diusir dan kekalahannya melalui kematian kaum martir dalam Wahyu 12:9-11.
Setan memiliki dua alat yang membuat dia dapat menahan manusia dalam ikatan dan perbudakan. Alat pertama yang digunakannya adalah dosa. Semua dosa manusia adalah “sertifikat kepemilikan” Setan. Tetapi dokumen ini sudah dipakukan di atas salib di Kalvari dan dibatalkan melalui kematian Kristus (Kol. 2:14-15). Alat kedua yang Setan pakai adalah takut akan kematian (Ibr. 2:14-15). Sekali lagi, melalui kematian-Nya, Yesus membebaskan umat-Nya dari ketakutan akan kematian. Ketika kaum martir menghadapi kematian mereka tanpa takut, alat terakhir Setan ditaklukkan, dia diremukkan dan kalah.
Sebagai penipu segala bangsa, Setan mempertahankan perbudakan mereka dengan membuat mereka terus berada dalam kegelapan akibat penipuannya. Ketika kaum martir membuat kebenaran Allah bersinar dengan terang di antara segala bangsa, mereka yang dulunya diperbudak dalam kegelapan berespons dengan berbalik kepada Allah. Kematian kaum martir membuka mata orang-orang belum percaya, dan ketika mereka melihat terang, kuasa Setan atas mereka hilang. Kita memiliki bukti lebih lanjut mengenai kenyataan ini dalam Kitab Wahyu, di sana kita melihat pengetahuan akan Allah datang ke segala bangsa sebagai hasil dari kematian kaum martir (Why. 11:1-19; 14:1-12; 15:2-4). Kaum martir diperlihatkan telah mengalahkan Setan dengan membawa segala bangsa kepada Allah melalui kesaksian dan kematian mereka.
Kisah Ayub menunjukkan kepada kita aspek lain dari kekalahan Setan melalui kesetiaan umat Allah dalam penderitaan. Penolakan Ayub untuk mengutuk Allah menunjukkan kepada seluruh sorga bahwa Allah memiliki penyembah yang murni di bumi, dan membuktikan kalau Setan salah. Penderitaan Ayub ditonton oleh seluruh sorga sebagai pemandangan yang luar biasa. Sepertinya Paulus sedang memikirkan Ayub ketika, berbicara mengenai penderitaan para rasul, dia berkata bahwa mereka “telah menjadi tontonan bagi dunia, bagi malaikat-malaikat dan bagi manusia” (1 Kor. 4:9).
Menulis dari penjara mengenai pelayanannya sendiri, Paulus memberitahu jemaat di Efesus bahwa “pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga” sekarang memiliki kesempatan mengetahui “pelbagai ragam hikmat Allah” ketika semua itu dinyatakan dalam gereja (Ef. 3:10). Paulus sedang berbicara mengenai hikmat Allah yang sama yang telah digambarkannya sebelumnya dalam 1 Korintus 1:17-31. Inilah hikmat Allah yang dianggap bodoh oleh dunia: bahwa Dia mengutus Anak-Nya untuk mati di salib. Namun, penyataan hikmat Allah dalam dunia ini tidak berakhir dengan Yesus di salib; penyataan hikmat Allah berlanjut dalam diri anak-anak-Nya ketika mereka taat pada amanat Allah untuk pergi ke seluruh dunia dan mengorbankan diri mereka bagi tujuan Kristus. Ketika mereka menaklukkannya dengan mati, anak-anak Allah menunjukkan hikmat Allah kepada seluruh alam semesta. Lebih lagi, melalui kesaksian dan kematian mereka, Setan tidak lagi dipercaya dan dikalahkan.
Mati Martir dan Kemuliaan Allah
Yesus menggambarkan hasil dari penyaliban-Nya adalah sebagai pemuliaan diri-Nya dan pemuliaan Allah (Yoh. 12:27-32; 13:31-32). Namun kematian melalui penyaliban merupakan salah satu bentuk hukuman yang paling memalukan dan paling kejam. bagaimana hal tersebut dapat dilihat sebagai tindakan memuliakan Allah? Jawabannya menjadi jelas ketika kita melihat apa yang dinyatakan tindakan tersebut kepada dunia. Dia dalam penderitaan Kristus yang dilakukan secara sukarela untuk keselamatan umat manusia, natur sejati Allah dinyatakan. Esensi Allah diperlihatkan sebagai suatu kasih yang sempurna, secara penuh dan tak bersyarat menyerahkan diri-Nya bagi yang lain, meskipun mengalami penderitaan dan kematian bagi mereka. Kemuliaan Allah bersinar melalui keindahan dan keagungan pengorbanan diri ini, dan yang paling penting, kemuliaan Allah ini, kemuliaan kasih-Nya yang mengorbankan diri, bersinar di setiap orang yang mati martir. Untuk alasan ini, Yohanes merujuk kepada mati martirnya Petrus sebagai “bentuk kematian di mana Petrus dapat memuliakan Allah” (Yoh 21:19, NIV). Itu juga merupakan alasan mengapa Paulus begitu bersemangat untuk memuliakan Kristus melalui kematiannya sendiri (Fil. 1:20).
Mati martir memiliki kuasa untuk menyatakan kasih Allah kepada mereka yang ada dalam kegelapan. Di dalamnya terdapat kuasa untuk meyakinkan dan membujuk: orang melihat kasih Allah dalam kematian kaum martir dan terdorong untuk percaya pada kasih dan pengorbanan Allah bagi mereka. Paulus menyatakan pemikiran yang sama dalam konsep mencerminkan gambar Kristus atau kemuliaan Allah kepada orang lain melalui penderitaan kita dan pengorbanan diri kita dalam kasih bagi orang lain (2 Kor. 3:18; 4:1-15). Ketika pengetahuan tentang Kristus dan anugerah Allah tersebar ke lebih banyak orang melalui pengorbanan diri dari anak-anak Allah, akan ada semakin banyak ucapan syukur, pujian dan kemuliaan yang diberikan kepada Allah.