PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Menemukan Tempat dan Melayani Berbagai Gerakan Dalam Masyarakat

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Paul G. Hiebert

Hiebert.jpg
Paul G. Hiebert adalah Kepala Departemen Misi dan Penginjilan dan Profesor Misi dan Antropologi di Trinity Evangelical Divinity School. Beliau sebelumnya mengajar mata pelajaran Antropologi dan Kajian Wilayah Asia Selatan di Fuller Theological Seminary, School of World Mission. Hiebert melayani sebagai seorang misionaris di India dan dia menulis sepuluh buku bersama dengan istrinya, Frances. Tulisannya meliputi, Cultural Anthropology, Anthropological Insights for Missionaries, dan Case Studies in Mission. Tulisan ini digunakan dengan izin dari tulisannya “Clean and Dirty: Cross-Cultural Misunderstandings in India,” Evangelical Missions Quarterly, 44:1 (Januari 2008), diterbitkan oleh EMIS, PO Box 794, Wheaton, IL 60187.


Tulisan ini diadaptasi dari Incarnational Ministry: Planting Churches in Band, Tribal, Peasant, and Urban Societies, oleh Paul G. Hiebert dan Eloise Hiebert Meneses, 1995. Digunakan dengan izin dari Baker Book House. Tulisan ini juga diadaptasi dari Crucial Dimensions in World Evangelization, oleh Arthur F. Glasser, dkk., 1976. Digunakan dengan izin dari William Carey Library, Pasadena, CA.

Manusia adalah makhluk sosial, dilahirkan, dibesarkan, menikah dan biasanya dikubur berdampingan dengan kerabat manusia mereka. Mereka membentuk kelompok, institusi dan masyarakat. Struktur sosial adalah cara di mana mereka mengatur hubungan mereka satu sama lain dan membangun suatu masyarakat. Masyarakat dapat dipelajari pada dua tingkatan: hubungan antarpribadi dan masyarakat sebagai suatu keutuhan. Suatu studi terhadap misi di setiap tingkatan ini dapat sangat membantu kita mengerti bagaimana gereja bertumbuh.

Menemukan Tempat Dalam Masyarakat
Ketika para misionaris mulai mapan dalam budaya lain, apa pun tugas mereka secara spesifik, mereka terlibat dalam berbagai hubungan dengan sejumlah besar orang. Apa yang menjadi kekhasan dari beragam hubungan ini?

Membangun Jembatan Dwibudaya
Salah satu hubungan yang paling penting adalah hubungan yang terjadi antara misionaris dan beberapa anggota komunitas lokal yang berhubungan dengannya secara lebih signifikan ketimbang yang lain, apakah itu sebagai teman atau rekan kerja. Ini sesekali disebut sebagai “jembatan dwibudaya.” Dalam garis penghubung relasional ini, kedua pihak menjadi semakin mengenal budaya lainnya. Orang lokal yang berfungsi sebagai bagian dari jembatan ini menafsirkan bahasa, kebiasaan dan ekspresi budaya yang baru kepada misionaris. Mereka juga menolong komunitas mereka memahami dan menerima orang-orang asing. Sejak kedua pihak menjadi dwibudaya dalam batasan tertentu, ini membuka jalan bagi misionaris untuk mempelajari budaya dan menemukan tempat dalam masyarakat baru ini. Tetapi sebuah jembatan dwibudaya lebih dari sekadar saluran komunikasi. Jembatan itu sendiri adalah sebuah budaya yang baru. Para misionaris akan membangun tempat tinggal, institusi dan cara bertindak yang mencerminkan ciri-ciri khas dari budaya asal mereka, dan sebagian, diadaptasikan ke dalam budaya di mana mereka menemukan diri mereka berada. Fenomena penjembatanan ini bekerja dua arah. Mereka yang merupakan komunitas lokal yang membangun sebuah jembatan dwibudaya juga belajar aspek-aspek dari budaya para misionaris. Mungkin satu masalah terbesar yang muncul adalah mengidentifikasi dan berfungsi dalam peran-peran yang secara budaya dimengerti.

Persepsi dari Peran
“Siapa Anda?” Pertanyaan ini berulang kali ditanyakan kepada seorang yang masuk ke dalam budaya baru. Apa yang sebenarnya orang ingin ketahui adalah, “Apa peran Anda?” Mereka ingin tahu bagaimana berhubungan dengan pendatang baru―apa status dan peran yang akan dilakukan pendatang tersebut. Jika si misionaris menjawab, “Saya seorang misionaris,” Misionaris tersebut menunjukkan sebuah status dan peran yang terkait dengan status tersebut yang dimengerti dengan jelas oleh misionaris tersebut. Tetapi di dalam banyak konteks di seluruh dunia, kata “misionaris” tidak memiliki arti atau memiliki arti yang sangat negatif bagi orang lokal. Sama seperti bahasa berbeda, demikian juga peran yang ditemukan dalam satu budaya berbeda dari peran yang ditemukan dalam budaya lain. Ketika para misionaris masuk ke dalam budaya baru, orang mungkin harus mengamati mereka untuk mencoba menyimpulkan dari perilaku mereka peran mana yang cocok bagi mereka. Mereka kemudian menyimpulkan para misionaris itu siapa dan mengharapkan mereka berperilaku sesuai dengan itu. Kita juga akan melakukan hal yang sama jika seorang asing datang dan berkata dia adalah “sannyasin.” Dari tampangnya kita mungkin menyimpulkan dia adalah seorang hippie, ketika, dalam pikiran dan budayanya dia adalah orang suci Hindu. Di India misionaris laki-laki disebut “dora,” kata ini digunakan bagi para petani kaya dan raja-raja yang kurang penting. Para penguasa kecil ini membeli tanah yang luas, mendirikan tembok-tembok yang terdiri dari banyak bagian, membangun bungalow dan memiliki pelayan. Mereka juga membangun bungalow terpisah untuk istri kedua dan istri ketiga mereka. Ketika para misionaris pria tiba, mereka membeli tanah yang luas, mendirikan tembok-tembok yang terdiri dari banyak bagian, membangun bungalow, dan memiliki pelayan. Mereka juga membangun bungalow terpisah, tetapi bagi misionaris wanita yang tidak menikah yang ditempatkan di bangunan yang sama. Para istri misionaris disebut “dorasani.” Istilah ini tidak digunakan untuk istri seorang dora karena istri pertama itu ditempatkan jauh terpisah dari pandangan umum, tetapi bagi gundik dora yang sering diajak bersama dora dalam kereta atau mobilnya. Masalahnya di sini adalah kesalahpahaman lintas budaya. Misionaris melihat diri mereka sebagai seorang “misionaris,” dan tidak menyadari bahwa tidak ada hal seperti itu (misionaris) dalam masyarakat tradisional India. Agar bisa berhubungan dengan misionaris tersebut, orang lokal harus menemukan peran dia di dalam rangkaian peran yang mereka miliki, dan mereka melakukan demikian. Sayangnya, para misionaris tidak sadar bagaimana orang lokal telah melihat mereka. Peran kedua yang diberikan orang lokal kepada para misionaris pria di masa lampau adalah “penguasa kolonial.” Misionaris pria biasanya seorang kulit putih sama seperti para penguasa kolonial, dan dia terkadang mengambil keuntungan dari hal ini. Misionaris pria dapat memiliki tiket kereta api tanpa perlu mengantri bersama dengan orang lokal, dan dia dapat mempengaruhi petugas di sana. Pastinya, misionaris pria sering menggunakan hak istimewa ini untuk membantu orang miskin dan orang yang tertindas, tetapi dengan melakukan hal ini, dia diidentifikasikan dengan penguasa kolonial. Masalahnya adalah bahwa tidak satu pun dari peran diatas, tuan tanah kaya atau penguasa kolonial, yang mengizinkan adanya komunikasi pribadi yang dekat atau persahabatan yang akan paling efektif dalam membagikan Injil. Peran mereka sering kali membuat para misionaris jauh dari orang lokal. Tetapi peran apa yang perlu diambil para misionaris? Tidak ada jawaban sederhana untuk hal ini, karena peran harus dipilih dalam masing-masing kasus dari berbagai peran di dalam budaya di tempat mereka pergi. Pada awalnya mereka dapat pergi sebagai pelajar, dan meminta orang lokal mengajar mereka mengenai cara hidup di sana. Seraya mereka mempelajari berbagai peran dari masyarakat di sana, mereka dapat memilih salah satu peran yang dapat membantu mereka mengomunikasikan Injil secara efektif. Tetapi ketika mereka memilih sebuah peran, mereka harus ingat bahwa orang lokal akan menilai mereka sesuai dengan seberapa baik mereka memenuhi harapan mereka dari peran tersebut.

Peran dan Hubungan dengan Orang Kristen Lokal
Ketika para misionaris berinteraksi dengan orang Kristen lokal, hubungan ini dapat menyederhanakan atau memperumit penjembatanan dwibudaya. Sebagai sesama orang Kristen, ada kumpulan keyakinan dan pemahaman yang sama, yang membuat komunikasi menjadi lebih mudah. Akan tetapi, harapan orang-orang percaya lokal mungkin termasuk hubungan vertikal seperti orangtua/anak, guru/pelajar, atau pemberi manfaat/penerima. Inilah pasangan peran di mana misionaris diharapkan untuk bertanggung jawab menanganinya. Sering kali aspek yang paling sulit dari hubungan ini adalah para misionaris mungkin sering bekerja keras untuk mendapatkan peran sebagai pelayan, namun akhirnya mendapati diri mereka frustasi karena harapan-harapan dari orang lokal. Dari perspektif struktural, peran vertikal di mana komunikasi berawal dari atas ke bawah bukan merupakan yang terbaik untuk komunikasi yang efektif. Hanya sedikit umpan balik dari bawah ke atas. Orang yang di bawah menuruti perintah dari atas, tetapi sering kali tidak menginternalisasikan pesan dari atas dan membuatnya menjadi milik mereka sendiri. Dari perspektif Kristen, peran ini tidak cocok dengan teladan yang Kristus berikan. Sebaliknya, peran ini dapat membawa kepada eksploitasi terhadap orang lain bagi keuntungan diri kita sendiri. Peran apa yang dapat diambil misionaris? Dan tempat apa yang akan mereka miliki dalam struktur sosial? Di sini kita dapat melihat kepada model Alkitab―sebagai pelayan. Kita harus menekankan kesetaraan kita dengan saudara seiman di tempat kita melayani. Tidak ada pemisahan menjadi dua jenis orang, “kita” dan “mereka.” Di antara orang-orang percaya kita mempercayai orang-orang lokal sama seperti kita mempercayai rekan-rekan kita sesama misionaris, dan kita rela menerima mereka sebagai rekan kerja dan sebagai pengatur di atas kita. Ada kepemimpinan dalam Gereja, sama seperti yang pasti ada dalam institusi manusia apa pun jika institusi tersebut ingin berfungsi. Tugas kepemimpinan tidak didasarkan pada budaya, ras atau bahkan kekuatan finansial. Tugas itu dibuat berdasarkan karunia dan kemampuan yang telah Allah berikan. Konsep alkitabiah tentang kepemimpinan ditandai dengan menjadi pelayan. Pemimpin adalah orang yang mengusahakan kesejahteraan orang lain bukan diri mereka sendiri (Mat. 20:26-28). Pemimpin yang melayani itu bisa ditiadakan karena mereka tidak penting, dan dalam pengertian inilah para misionaris juga paling bisa ditiadakan, karena tugas mereka adalah menanam Gereja dan pindah ketika kehadiran mereka mulai menghalangi pertumbuhan Gereja tersebut.


Bersambung ke Bagian 2


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas