Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Colin A. Grant
- Colin A. Grant adalah seorang misionaris di Sri Lanka selama dua belas tahun dengan British Baptist Missionary Society. Beliau juga menjadi kepala dari Evangelical Missionary Alliance dan Home Secretary dari Evangelical Union of South America.
- Tulisan ini diambil dan dengan izin dari “Europe’s Moravians: A Pioneer Missionary Church,” Evangelical Missions Quarterly, 12:4, (Oktober 1976), diterbitkan oleh EMIS, P.O. Box 794, Wheaton, IL 60187.
Enam puluh tahun sebelum Carey berangkat ke India dan 150 tahun sebelum Hudson Taylor pertama kali mendarat di Tiongkok, dua orang, Leonard Dober, seorang tukang periuk, dan David Nitschmann, seorang tukang kayu, telah menginjakkan kaki di St. Thomas di kepulauan Hindia Barat untuk memberitakan Injil Yesus Kristus. Mereka berangkat pada tahun 1732 dari sebuah komunitas Kristen kecil di pegunungan Saxon di Eropa tengah sebagai misionaris pertama dari Persaudaraan Moravia (Moravian Brethren), yang dalam 20 tahun berikutnya memasuki wilayah Greenland (1733), wilayah orang Indian Amerika Utara (1734), Suriname (1735), Afrika Selatan (1736), suku Samoyedic di Artik (1737), Aljazair, Ceylon, dan Sri Lanka (1740), Tiongkok (1742), Persia (1747), Ethiopia dan Labrador (1752).
Ini baru permulaan. Di dalam 150 tahun pertama usahanya, komunitas Moravia telah mengutus tidak kurang dari 2.158 anggotanya ke luar negeri! Mengikuti perkataan Stephen Neil, “Gereja kecil ini diikat oleh semangat misi yang tidak pernah pupus.”
Unitas Fratum (United Brethren), demikian sebutan mereka, telah meninggalkan catatan yang tiada bandingannya dalam era penginjilan dunia setelah Perjanjian Baru, dan kita perlu melihat kembali beberapa karakteristik utama dari gerakan ini dan menarik pelajaran yang Allah berikan pada kita.
Daftar isi |
Ketaatan yang Spontan
Pertama-tama, ketaatan misi dari Persaudaraan Moravia pada intinya adalah spontan dan sukacita, menggunakan kata-kata Harry Boer “respons dari organisme yang sehat terhadap hukum kehidupannya.” Sumber dorongan awalnya muncul sebagai akibat dari gerakan Roh Allah yang mendalam yang terjadi di antara sekelompok kecil orang percaya yang dikucilkan. Mereka melarikan diri dari penganiayaan berkenaan dengan reaksi anti-Reformasi di Bohemia dan Moravia selama abad ke-17 dan berlindung di wilayah perkebunan yang sangat luas milik Nicolas Zinzendorf, seorang bangsawan Lutheran injili.
Pohon pertama untuk tempat pemukiman mereka, yang kemudian diberi nama Herrnhut (“The Lord’s Watch”), ditebang pada tahun 1722 mengikuti Mazmur 84. Lima tahun kemudian, gelombang baru anugerah dan kasih Allah terasa begitu kuat di antara mereka sehingga salah seorang dari mereka menulis: “Seluruh tempat betul-betul mewakili tabernakel Allah di antara manusia. Tidak ada yang terlihat dan terdengar melainkan sukacita dan kesukaan.” Ini merupakan persiapan yang Allah berikan bagi semua hal yang akan terjadi kemudian.
Selama kunjungannya ke Denmark untuk penobatan Raja Christian VI, Dober dan Nitschmann ditantang untuk pergi ke Hindia Barat melalui pertemuan dengan seorang budak Afrika dari pulau St. Thomas. Mereka memberi diri mereka dan merupakan yang pertama untuk ditugaskan. Bagi mereka itu merupakan ekspresi alami dari kehidupan Kristen dan ketaatan mereka.
A. C. Thompson, salah satu tukang catat utama di abad 19 tentang sejarah misi kaum Moravia, menulis:
- Tugas penginjilan kepada orang kafir begitu memenuhi pikiran orang saat ini sehingga fakta bahwa siapa pun yang secara pribadi memasuki pekerjaan itu tidak pernah menciptakan keterkejutan.... Hal itu tidak dianggap sebagai sesuatu yang menuntut pemberitahuan secara meluas, seolah-olah sesuatu yang luar biasa atau tidak biasa sedang terjadi.
Betapa berbedanya dengan kerja keras karena kepentingan yang menggambarkan banyak suasana pengutusan misi hari ini! Pdt. Ignatius Latrobe, seorang mantan sekretaris misi Moravian di Inggris pada abad 19, menulis:
- Kami pikir itu kesalahan besar jika, setelah penugasan mereka, para misionaris diberitakan di muka umum dan kekaguman dan pujian diberikan kepada mereka karena ketaatan mereka kepada Tuhan, menampilkan mereka di hadapan jemaat sebagai martir dan pemelihara iman sebelum mereka masuk ke dalam pekerjaan mereka. Sebaliknya kami menasihatkan mereka untuk secara diam-diam pergi, dan dianjurkan kepada jemaat untuk didoakan dengan sungguh-sungguh….
Tidak ada kehebohan, pahlawan di mimbar, publisitas, tetapi keinginan yang kuat dan sederhana untuk membuat Kristus dikenal di mana pun nama-Nya belum dikenal. Ini menjadi begitu menyatu dengan kehidupan yang sementara berlangsung dan liturgi Gereja Moravia, sehingga sejumlah besar doa umum dan himnologi dipenuhi dengan hal ini.
Gairah Bagi Kristus
Kedua, semangat yang muncul ini memiliki motivasi utamanya pada gairah dan kasih yang mendalam dan terus-menerus bagi Kristus, sesuatu yang ditemukan terekspresikan dalam hidup Zinzendorf sendiri. Dilahirkan pada tahun 1700 ke dalam keluarga bangsawan Austria, ia sedari awal dipengaruhi oleh keluarga yang takut akan Tuhan dan akhirnya mengenal keselamatan dalam Kristus. Minat misi awalnya terbukti dalam pendirian, bersama dengan seorang teman mahasiswanya, apa yang disebut “The Order of the Grain of Mustard Seed” (Ordo Biji Sesawi) untuk penyebaran kerajaan Kristus di dunia.
Dia bukan hanya menjadi tuan rumah, tetapi pemimpin pertama dari orang-orang percaya Moravia dan dia sendiri telah melakukan kunjungan ke luar negeri demi kepentingan Injil. “Saya memiliki satu hasrat, dan hasrat itu adalah Dia, hanya Dia,” adalah nada utamanya dan itu tertuang dalam lebih 2.000 himne yang ditulisnya.
William Wilberforce, reformator sosial Injili yang besar dari Inggris, menulis tentang kaum Moravia:
- Mereka adalah tubuh yang mungkin mengungguli seluruh umat manusia dalam kekuatan bukti dan kejelasan kasih Kristus, semangat yang aktif dalam melayani-Nya. Itu adalah semangat yang diwataki dengan kebijaksanaan, dilembutkan dengan kerendahan hati dan didukung oleh keberanian yang tidak bisa diintimidasi oleh bahaya apa pun dan kepastian yang tidak bisa dihapus oleh kesulitan.
Suatu pemahaman teologis yang lengkap tentang motivasi kita dalam misi dan pengertian yang memadai akan apa yang kita percayai tidaklah cukup. Jika tidak ada kasih yang bergairah bagi Kristus di pusat segala sesuatunya, kita hanya akan mengeluarkan bunyi gemerincing dan suara sumbang sepanjang perjalanan kita ke seluruh dunia, hanya membuat kebisingan seraya kita pergi.
Keberanian Menghadapi Bahaya
Seperti yang ditunjukkan Wilberforce, ciri selanjutnya dari kaum Moravia adalah bahwa mereka menghadapi kesulitan dan bahaya yang luar biasa besar dengan keberanian yang luar biasa. Mereka menerima kesulitan sebagai bagian dari identifikasi dengan orang-orang di mana Tuhan telah mengutus mereka. Perkataan Paulus, “Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya” (1 Kor. 9:22), dijelaskan secara terperinci dengan suatu praktikalitas yang tiada bandingannya dalam sejarah misi.
Sebagian besar misionaris awal pergi sebagai “tentmaker” (“pembuat tenda”), mengusahakan perdagangan mereka (sebagian besar dari mereka adalah tukang dan petani seperti Dober dan Nitschmann) sehingga pengeluaran utama yang ditutupi adalah dengan mengirim mereka ke ladang. Di wilayah di mana dominasi orang kulit putih telah menghasilkan tampang luar dengan superioritas kulit putih (contohnya, Jamaika dan Afrika Selatan) cara mereka dengan rendah hati terjun dalam kerja kasar dengan sendirinya menjadi kesaksian dari iman mereka. Sebagai contoh, seorang misionaris bernama Monate membantu membangun pengirikan jagung di awal masa kerjanya di Propinsi Timur dari Afrika Selatan, memotong sendiri dua batu besar. Dengan melakukan itu, dia tidak hanya membuat orang-orang yang bekerja dengannya terkesima, tetapi dimampukan untuk “ngobrol” tentang Injil kepada mereka sambil ia bekerja!
Pergi ke wilayah-wilayah seperti Suriname dan kepulauan Hindia Barat berarti menghadapi penyakit dan kemungkinan kematian. Tahun-tahun awal memakan korban yang tak terhindarkan. Di Guyana, 75 dari 160 misionaris pertama yang tiba di sana meninggal akibat demam tropis, keracunan dan bahaya lainnya. Kata-kata dari sebaris ayat dari sebuah himne yang ditulis oleh salah seorang misionaris awal di Greenland mengekspresikan watak dari sikap mereka: “Meski melalui es dan salju, satu jiwa bagi Kristus dimenangkan. Sukacita, kami menanggung keinginan dan kesukaran memulai perjalanan bagi Anak Domba yang telah disembelih.”
Kaum Moravia dengan tekad kuat menghadapi bahasa-bahasa yang baru tanpa banyak bantuan modern seperti sekarang ini, dan banyak dari mereka berlanjut menjadi secara istimewa fasih dalam bahasa-bahasa tersebut. Inilah pembentukan mereka. Kita mungkin menghadapi sebuah pola tuntutan yang berbeda pada hari ini, tetapi kebutuhan akan keberanian yang diberikan Allah tetap sama. Apakah masyarakat kita yang santai dan makmur menghasilkan pria dan wanita yang “lembek”?
Kegigihan Terhadap Tujuan
Kita akhirnya mencatat bahwa banyak misionaris Moravia menunjukkan kegigihan yang sangat tinggi terhadap tujuannya, meskipun harus segera ditambahkan bahwa ada beberapa kejadian di mana mereka terlalu cepat mundur di tengah situasi rumit tertentu (contoh, pekerjaan awal di antara orang Aborigin di Australia pada tahun 1854 tiba-tiba ditinggalkan karena konflik lokal yang disebabkan oleh demam emas).
Salah satu misionaris Moravia yang paling terkenal, dikenal dengan sebutan “Eliot dari Barat,” adalah David Zeisberger. Dari tahun 1735 dia telah bekerja keras selama 62 tahun di antara suku Huron dan suku-suku lainnya. Pada suatu minggu pagi di bulan Agustus 1781, setelah berkhotbah dari Yesaya 64:8, gereja dan pemukimannya diserbu oleh sekelompok perampok Indian. Setelah pembakaran tersebut, Zeisberger kehilangan semua manuskrip terjemahan Alkitabnya, himne-himne dan sejumlah catatan mengenai tata bahasa dari bahasa-bahasa orang Indian. Namun sama seperti William Carey, yang mengalami kehilangan yang sama di India beberapa tahun kemudian, Zeisberger menundukkan kepalanya dalam penyerahan diri yang tenang kepada pemeliharaan Allah dan menetapkan tangan dan hatinya untuk bekerja kembali.
Apakah kita hari ini kekurangan ketekunan seperti yang dimiliki para misionaris? Tentu saja mari kita mengakui nilai dari penugasan sebagai misionaris jangka pendek dan melihat tujuan ilahi di dalam semuanya itu. Tetapi di manakah orang-orang yang mau “menenggelamkan” diri mereka bagi Allah di luar negeri? Di bawah pengarahan Allah, marilah kita melihat sepenuhnya di hadapan berbagai masalah seperti pendidikan anak-anak misionaris dan mengubah strategi misi; tetapi jika kita ingin memenangkan orang-orang, memupuk orang-orang percaya, dan menguatkan gereja dalam kepenuhan hidup dalam Kristus, sejumlah besar “daya tahan misionaris” yang tepat akan sangat diperlukan.
Tentu saja orang-orang Moravia memiliki kelemahan mereka. Mereka lebih berkonsentrasi pada penginjilan daripada menanam gereja lokal dan akibatnya mereka lemah dalam mengembangkan kepemimpinan Kristen. Mereka memusatkan pendekatan mereka pada “pusat misi,” bahkan memberi serangkaian nama-nama tempat di Alkitab, seperti, Silo, Sarfat, Nazaret, Bethlehem, dll. Karena kebanyakan misionaris awal pergi keluar langsung dari tempat kerja mereka oleh karena sifat spontan ketaatan mereka, mereka kurang dalam persiapan yang memadai. Faktanya, baru tahun 1869 perguruan pelatihan misionaris didirikan di Nisky, 20 mil dari Herrnhut.
Terlepas dari semua ini, perkataan J. R. Weinlick mengingatkan segala pelajaran yang harus kita pelajari dari kaum Moravia hari ini. “Gereja Moravia adalah yang pertama dari antara gereja-gereja Protestan yang memperlakukan pekerjaan ini sebagai tanggung jawab dari Gereja secara keseluruhan (penekanan dari saya), ketimbang menyerahkannya kepada masyarakat misi atau orang-orang yang secara khusus berminat.”
Benar, mereka memang merupakan komunitas yang bersatu, kecil dan kompak, dan karena itu bisa dikatakan struktur misi seperti yang mereka miliki adalah hal yang alami. Namun, diragukan jika hal ini bisa dijadikan alasan rendahnya perhatian terhadap misi yang nyata di banyak bagian dari Gereja Allah masa kini. Atau rumitnya dan bahkan sering bersaing, sistem masyarakat misi yang kita gumuli pada masa kini. Apakah kita memiliki telinga untuk mendengar dan kemauan untuk taat?