Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Brother Andrew
- Brother Andrew adalah pendiri dari Open Doors International dan penulis buku God’s Smuggler. Pelayanan beliau memperkuat Gereja yang dianiaya, menopang orang-orang Kristen lokal di wilayah yang berbahaya agar mereka dapat terus menyebarkan Injil di antara orang-orang mayoritas di sekeliling mereka.
Pertemuan terakhir saya dengan pendeta Iran Haik Hovsepian-Mehr sangat berkesan. Selama bertahun-tahun beliau telah melayani sebagai gembala di berbagai gereja di Iran, selalu menyatakan Injil dengan bijak tetapi di muka umum. Ketika kami berpisah, kami berjabat tangan dan beliau berkata kepada saya, “Brother Andrew, pada waktu mereka membunuh saya itulah saatnya untuk berbicara bukan untuk diam.” Beliau berkata, “pada waktu.” Beliau tidak berkata “jika.” Dia tahu dia pasti akan terbunuh. Sebulan kemudian dia dibunuh.
Dia telah menderita bagi imannya selama bertahun-tahun. Dia dibunuh karena kesetiaannya dalam memberitakan imannya. Dia adalah manusia yang jarang dan berharga, tetapi dia tidak sendiri. Ada jutaan orang Kristen yang hidupnya dikelilingi oleh musuh di wilayah-wilayah di mana iman mereka mendatangkan harga yang mahal. Harga yang paling mahal adalah ketika mereka memberitakan iman mereka.
Ketika mereka menderita bersama dengan Kristus, mereka menjadi pesan itu sendiri yang berbunyi, “Aku rela mati bagi Dia dan aku rela mati bagi kamu karena itulah yang dilakukan-Nya!”
Saya yakin bahwa kita sedang hidup dalam periode sejarah yang paling kejam. Lebih banyak orang yang menderita akibat nama Kristus di masa ini daripada di masa yang lalu. Sebagai orang Kristen yang tidak sedang dalam penindasan, kita harus mencari jalan agar kita dapat membantu saudara-saudara kita yang sedang ditindas. Mereka membutuhkan kita lebih dari sebelumnya – kehadiran kita, penghiburan kita, dukungan kita, pengajaran kita, persekutuan kita, dan lebih dari segalanya adalah doa-doa kita.
Doa-doa kita sangat penting karena doa terbaik kita pasti menggerakkan kita ke dalam tindakan terbaik kita. Saya teringat satu orang yang berdoa bagi orang-orang yang menderita demi Allah dari wilayah yang sekarang bernama Iran. Orang ini adalah Nehemia. Nehemia berasal dari kelompok Yahudi minoritas di tempat yang sekarang bernama Iran. Dia adalah seseorang yang baik dan dihormati, dengan saudara-saudara yang hidup dalam keadaan yang sangat sulit. Mendengar berita tentang situasi yang mengenaskan di Yerusalem, dia duduk dan menangis selama berhari-hari. Mendengar adanya kebutuhan, dia melihatnya sebagai panggilan untuk bertindak.
Dia berbicara mewakili umat Allah di lingkaran pemerintahan tinggi, yang perlu juga kita lakukan. Dia berani dengan melayani yang tetap bagi orang-orang yang mengalami kesulitan, ini juga perlu kita lakukan. Doanya menunjukkan kepada kita cara berdoa dengan hasrat dan kita perlu berdoa saat ini lebih dari yang sebelumnya.
Situasi umat Allah di Yerusalem pada masa itu mirip dengan penderitaan yang orang Kristen alami di banyak wilayah sekarang ini. Nehemia mendengar bahwa bait Allah sudah hancur dan nama Allah dihina. Ada wilayah-wilayah di mana rumah Allah sedang mengalami penderitaan yang sangat lama sehingga gereja sudah tidak ada lagi di sana. Saya sering kali menyebut gereja yang sedang menderita ini sebagai “gereja yang hilang.” Dan ada tempat-tempat lain yang sama sekali belum pernah ada gereja. Ketika gereja baru ditanam di tempat-tempat ini, mereka akan mengalami penderitaan. Bagaimana tanggapan kita mendengar umat Allah sedang ditawan, dihancurkan, diperbudak, dipukuli, kedinginan dan kelaparan?
Respons Nehemia sangat luar biasa: Meskipun dia adalah orang yang suka bertindak, dan seorang administrator yang terlatih, dia berpuasa dan berdoa kepada Allah di sorga.
Hasrat dari doanya bahkan lebih penting dari permohonannya. Tiga aspek dari hasrat doanya patut diperhatikan di sini:
- gairahnya yang besar bagi kemuliaan Allah
- kasih kepada bangsanya
- menganggap hidupnya tidak penting
Nehemia mengingatkan Allah akan janji-Nya untuk mengumpulkan umat-Nya dari seluruh bumi untuk memuji nama-Nya di muka umum (Neh. 1:8-9). Hasrat yang besar bagi kemuliaan dan nama Yesus juga harus menjadi motivasi kita. Berapa orang dari kita yang melakukan hal ini? Apakah kita berdoa bagi kemuliaan nama Allah, atau apakah kita berdoa hanya untuk diri kita sendiri?
Nehemia mengidentifikasi diri dengan bangsanya. Dia memiliki kedudukan yang cukup nyaman. Masalahnya bukan dari perbuatannya. Tetapi dia melihat dirinya seperti bagian dari seluruh keluarga Allah sehingga ketika dia berdoa dia berdoa seakan-akan dia bertanggung jawab atas kesulitan mereka. Rasa tanggung jawab ini mendorong dia untuk bertindak. Apakah kita turut berduka seperti Nehemia, atas dosa-dosa bangsa kita, gereja kita? Atau apakah kita mencuci tangan kita tanpa rasa bersalah dan melemparkan kesalahan pada politikus dan pemimpin gereja?
Belas kasihan Nehemia menggerakkan dia untuk bertindak karena merasakan penderitaan bangsanya seperti mereka adalah keluarganya sendiri. Dia juga melihat dirinya sebagai pelayan Allah. Dia tahu bahwa untuk melayani Allah Anda harus melayani bangsanya. Dia tidak lari dari hubungan dengan manusia dan memiliki belas kasihan bagi mereka.
Setelah permohonan bagi kemuliaan Allah dan mengakui kesalahannya sendiri dan keluarga serta bangsanya, dia baru masuk ke dalam permintaannya: “Ya, Tuhan, … biarlah hamba-Mu berhasil hari ini dan mendapat belas kasihan dari orang ini (raja).” Nehemia mempertaruhkan hidupnya dengan memohon di hadapan raja kafir bagi Yerusalem dan orang Yahudi.
Apa yang ditakuti Nehemia? Apa yang ditakuti orang Kristen di Iran, Irak, Mesir dan Pakistan? Mereka takut terhadap pemimpin negara mereka, yang berbeda keyakinan, dan yang dapat menekan orang Kristen yang adalah minoritas tanpa dihukum. Kita belajar dari Nehemia bahwa di negara seperti itu, kita harus berdoa agar mendapat belas kasihan dari pemimpin seperti itu.
Mari kita berdoa agar para pemimpin Kristen di Iran – dan seluruh negara lainnya – bisa mendapat belas kasihan orang yang sedang berkuasa. Kita dapat meminta dengan berani, karena setiap pemimpin yang sedang berkuasa bertanggung jawab kepada Tuhan, apakah dalam suatu negara M, komunis Tiongkok, atau dalam suatu negara yang disebut negara Kristen.
Ketika kita meminta belas kasihan para pemimpin yang memusuhi Injil, kita memposisikan diri dengan baik untuk menyatakan kebaikan Allah atas mereka. Alkitab mengajar dengan jelas bahwa satu-satunya solusi adalah pengampunan dan rekonsiliasi. Ketika saya mengunjungi sebuah kota Kristen yang sepenuhnya hancur dalam satu malam oleh serangan orang M, menjadikan 10 sampai 20 ribu orang Kristen tidak memiliki tempat tinggal, setelah melihat semua milik mereka dihancurkan, kita mengadakan pertemuan besar antara orang Kristen dan M dan kami berbicara mengenai pengampunan dan rekonsiliasi.
Kita harus meminta keberhasilan dengan berani, tetapi tidak secara berani yang berlebihan. Di dalam banyak kasus Allah mengizinkan kesaksian yang bahkan lebih besar bagi kemuliaan-Nya di mana Allah menyatakan kebaikannya, seperti yang dilakukan-Nya dalam kasus Stefanus, yang perkataan terakhirnya mengulangi perkataan terakhir Kristus tetnang pengampunan (Luk. 23:34; Kis. 7:60). Kisah Nehemia tidak sederhana. Meskipun dengan pemimpin yang menunjukkan kebaikan, Nehemia mengalami bertahun-tahun perlawanan. Kita jangan mengharapkan sesuatu yang mudah. Kita harus mengejar apa yang bernilai, berapa pun harganya.
Kita hanya dapat berdoa seperti Nehemia jika kita memiliki sikap Nehemia: pertama, hasrat yang kuat bagi kemuliaan Allah, kemudian suatu belas kasihan yang dalam bagi kesejahteraan bangsa. Dan sama seperti sikap Ester (Est. 4:16), kita menyerahkan sisanya kepada Tuhan: “kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati.”