Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
Donald A. McGavran
- Donald A. McGavran dilahirkan di India dari keluarga misionaris dan kembali ke sana sebagai misionaris generasi ketiga pada tahun 1923, melayani sebagai direktur pendidikan agama dan menerjemahkan Injil dalam bahasa Hindi dialek Chhattisgarhi. Ia mendirikan School of World Mission di Fuller Theological Seminary, dan sebelumnya menjadi Dekan Emeritus di sana. McGavran menulis beberapa buku yang berpengaruh, seperti The Bridges of God, How Churches Grow, dan Understanding Church Growth.
- Tulisan ini diambil dari buku The Bridges of God, 1955, 1981. Public domain.
- “Buku The Bridges of God terbit pada tahun 1954 dan sejak itu dikenal sebagai panggilan klasik bagi para misionaris untuk menggunakan “jembatan-jembatan” keluarga dan kerabat dekat di setiap kelompok suku yang kemudian dapat menghasilkan “gerakan suku” bagi Kristus. Ini berbeda dengan “Pendekatan Pusat Misi,” yang dominan dalam strategi misi abad 19, di mana setiap petobat dikumpulkan ke dalam “koloni-koloni” atau rumah-rumah tempat tinggal yang terisolasi dari aspek sosial yang penting. Donald McGavran mengklaim bahwa meskipun pendekatan “koloni atau rumah tempat tinggal yang terpisah” diperlukan dan berguna pada abad 19 dan awal abad 20, “pola baru sudah ada, yang meskipun masih baru, sudah ada sejak Gereja berdiri.”
Daftar isi |
Pertanyaan Krusial dalam Misi Kristen
Banyak penyelidikan yang telah diabdikan bagi penginjilan dunia. Kita mengetahui berbagai jawaban bagi banyaknya pertanyaan tentang pemberitaan Injil. Tetapi apakah pertanyaan yang mungkin paling penting dari semuanya yang masih menanti jawaban. Pertanyaan tersebut adalah: Bagaimana kelompok-kelompok suku menjadi Kristen?
Artikel ini menanyakan bagaimana, klan, suku, kasta?singkatnya, bagaimana kelompok suku?menjadi Kristen. Setiap bangsa terdiri dari beragam tingkatan (strata) masyarakat. Di banyak negara setiap tingkatan terpisah dari yang lain. Individu dalam setiap tingkatan pada umumnya saling menikahi. Kehidupan inti mereka dibatasi oleh masyarakat mereka, yaitu kelompok suku mereka. Mereka mungkin bekerja dengan orang-orang lain, mereka mungkin membeli dari dan menjual kepada individu dari kelompok masyarakat lain, namun kehidupan mereka yang bersifat pribadi terbungkus dengan individu-individu dari kelompok suku mereka sendiri. Individu dari dari tingkatan, kemungkinan tetangga dekat, bisa menjadi Kristen atau Komunis tanpa dipedulikan oleh tingkat yang lain. Tetapi ketika individu dari kelompok mereka mulai menjadi Kristen, hal itu menyentuh kehidupan mereka. Bagaimana reaksi berantai dalam tingkatan masyarakat ini dimulai? Bagaimana kelompok suku menjadi Kristen?
Inilah pertanyaan yang perlu secepatnya diterapkan bukan dengan spekulasi tetapi dengan pengetahuan. Pertanyaannya adalah bagaimana, dalam cara yang benar sesuai Alkitab, suatu gerakan Kristen dapat didirikan dalam beberapa klan, kasta, suku atau segmen masyarakat lain yang akan, selama beberapa tahun kemudian, dapat membawa berbagai kelompok yang keluarganya yang berhubungan kepada iman Kristen sehingga seluruh kelompok suku tersebut bisa menjadi pengikut Kristus dalam beberapa dekade? Adalah sangat penting sekali untuk Gereja harus mengerti bagaimana kelompok-kelompok suku, bukan hanya individu-individu menjadi Kristen.
Yang Tidak Akrab dalam Gerakan Suku
Orang-orang Barat yang individualistis tidak bisa tanpa usaha-usaha khusus memahami bagaimana kelompok suku menjadi Kristen. Gerakan misi sebagian besarnya dilakukan oleh orang-orang dari Barat atau orang-orang nasional yang dilatih dengan pemikiran Barat, dan meskipun penginjilan telah dijalankan dengan pandangan-pandangan yang cukup benar tentang bagaimana individu telah menjadi Kristen, namun masih ada pandangan-pandangan yang samar-samar atau bahkan keliru tentang bagaimana kelompok suku menjadi Kristen.
Individualisme Barat Menghalangi Proses Kelompok
Di Barat, Kristenisasi merupakan suatu proses yang sangat individualistis. Ini memiliki dikarenakan beragam penyebab. Untuk satu hal, di negara-negara Barat hanya ada sedikit kelompok submasyarakat yang eksklusif. Kemudian juga, karena ada kebebasan hati nurani, seorang anggota keluarga dapat menjadi Kristen dan hidup sebagai orang Kristen tanpa diasingkan oleh sisa anggota keluarga lainnya. Lebih lanjut, Kekristenan dianggap benar, bahkan oleh banyak orang yang tidak memeluknya. Bergabung dengan gereja dianggap sesuatu yang baik. Seseorang dihormati karena memihak Kristus. Tidak ada saingan serius terhadap Gereja. Jadi, individu dapat membuat keputusan sendirisebagai individu tanpa memotong ikatan sosial.
Sekali lagi, dengan perpecahan klan dan kehidupan keluarga yang mengikuti Revolusi Industri, orang-orang Barat menjadi terbiasa melakukan apa yang menarik mereka untuk mereka lakukan sebagai individu. Seraya pengelompokkan keluarga yang lebih besar terpecah akibat migrasi, pergerakan orang-orang ke kota-kota besar dan pergeseran rumah yang terjadi berulang kali, orang mulai bertindak bagi diri mereka sendiri tanpa mengonsultasikannya dengan tetangga atau keluarga mereka. Suatu kebiasaan untuk mengambil keputusan secara independen terbentuk. Di dalam gereja-gereja Kristen kebiasaan ini semakin diperkuat dengan praktik pertemuan kebangunan rohani yang meminta keputusan pribadi yang diiringi dengan emosi yang besar. Memang, presuposisi teologinya bukan hanya bahwa keselamatan tergantung pada tindakan iman individu di dalam Kristus (sangat jelas), tetapi juga tindakan ini agaknya berada pada lapisan yang lebih tinggi jika hal itu dilakukan melawan pendapat keluarga (meragukan). Masuknya seseorang ke gereja secara pribadi dianggap bagi beberapa orang sebagai hal yang tidak hanya lebih baik, tetapi satu-satunya cara yang sah untuk menjadi seorang Kristen. Seandainya pertanyaan diajukan tentang bagaimana kelompok suku menjadi Kristen muncul, jawaban yang akan diberikan bahwa itu dilakukan individu lepas individu yang dipertobatkan dengan benar.
Ada kecenderungan untuk member sedikit pengakuan akan organisme sosial yang merupakan sebuah kelompok atau keinginan untuk memelihara kehidupan budaya dan komunitas?yang jelas untuk memperluas mereka?melalui proses pertobatan. Faktor sosial dalam pertobatan kelompok suku diabaikan tanpa diperhatikan karena kelompok suku tidak diidentifikasikan sebagai entitas yang terpisah, tetapi sebagai jumlah total dari individu-individu yang pertobatannya dicapai secara satu demi satu.
Akan tetapi, sebuah kelompok suku bukan jumlah total dari individu-individu. Di dalam kelompok suku yang sebenarnya, perkawinan campuran dan detail hubungan sosial terjadi dalam masyarakat. Kelompok suku itu sebenarnya merupakan organisme sosial yang, melihat fakta bahwa anggota-anggotanya saling menikahi di dalam batasan kelompoknya, menjadi suatu ras yang terpisah dalam pikiran mereka. Karena keluarga manusia, kecuali dalam keluarga Barat yang individualistis, sebagian terbentuk dari kasta, klan, dan suku, Kristenisasi di setiap negara melibatkan Kristenisasi yang lebih dulu terhadap berbagai kelompok suku sebagai kelompok suku.
Karena peperangan yang intens melawan prasangka ras, konsep tentang ras-ras yang terpisah diragukan dalam banyak kalangan. Para misionaris sering membawa antipati terhadap ras ini ke dalam pekerjaan mereka melayani suku dan kasta yang menikah di dalam kelompok mereka dan yang memiliki kesadaran ras yang tinggi. Mengabaikan pentingnya ras ini menghalangi proses Kristenisasi. Itu menjadi musuh terhadap kesadaran ras ketimbang sekutu. Itu tidak menghasilkan kebaikan untuk mengatakan bahwa kelompok-kelompok suku tidak boleh memiliki prasangka ras. Mereka pasti memiliki itu dan bangga akan prasangka tersebut. Itu bisa dimengerti dan harus dijadikan alat bantu untuk Kristenisasi.
Apa yang Harus Dilakukan dan Apa yang Tidak Boleh
Untuk mengkristenkan seluruh kelompok suku, hal pertama yang tidak boleh dilakukan adalah mengambil satu orang keluar dari kelompok itu dan masuk ke dalam masyarakat yang berbeda. Kelompok suku menjadi Kristen jika ada gerakan kepada Kristus yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri. Uskup J. W. Pickett, dalam penyelidikan pentingnya Christ’s Way to India’s Heart, berkata:
- Proses menarik keluar individu-individu dari latar belakang mereka dalam komunitas yang Hindu atau M tidak membangun suatu jemaat. Sebaliknya itu menimbulkan antagonisme terhadap Kekristenan dan membangun halangan melawan penyebaran Injil. Lebih lagi, proses tersebut telah membuahkan tidak sedikit hasil yang disayangkan dan tragis dalam kehidupan dari banyak orang yang paling memperhatikan ini. Proses ini memisahkan para petobat dari nilai-nilai yang diwakili oleh keluarga dan teman mereka dan membuat mereka tergantung pada dukungan sosial untuk kehidupan yang baik dan bertahan terhadap keinginan jahat pada rekan-rekan seiman mereka dalam iman Kristen, karena mereka merasa sulit untuk membangun persekutuan dan suatu perasaan komunitas yang pas dengan mereka. Proses itu telah mengorbankan banyak kemungkinan penginjilan dari seorang petobat karena dia telah dipisahkan dari Kelompok Sukunya. Proses tersebut telah menghasilkan gereja yang tidak bertenaga yang tidak mengenal kepemimpinan sejati dan yang terutama bergantung pada misi atau misionaris.
Jelas sekali, Kristenisasi dari sebuah kelompok suku mengharuskan kelahiran baru dari para pria dan wanita dalam kelompok tersebut. Perubahan nama saja tidak berarti apa-apa. Sementara petobat baru harus tetap tinggal di antara kelompoknya, dia juga harus mengalami kelahiran baru. “Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah. Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi” (Kol. 3:1-2). Kekuatan dari setiap Gerakan Suku kepada Kristus bergantung pada jumlah orang yang benar-benar bertobat di dalam kelompok mereka. Kami berharap membuat hal ini cukup jelas. Mengkristenkan kelompok suku bukan dengan mengabaikan atau melupakan pertobatan pribadi yang sejati. Tidak ada pengganti bagi pembenaran melalui iman dalam Yesus Kristus atau karunia Roh Kudus.
Jadi sebuah gerakan yang tertuju kepada Kristus di dalam sebuah kelompok suku bisa digagalkan entah dengan memisahkan orang-orang Kristen baru dari masyarakat mereka (yaitu, dengan mengizinkan mereka untuk dikeluarkan oleh kerabat mereka yang belum Kristen) atau oleh orang-orang non-Kristen yang begitu mendominasi orang-orang Kristen sehingga kehidupan baru mereka di dalam Kristus tidak tampak. Gerakan yang tertuju kepada Kristus dapat dihancurkan oleh dua bahaya di atas.
Pikiran Kelompok dan Keputusan Kelompok
Untuk memahami psikologi dari beragam subkelompok masyarakat yang tak dapat dihitung banyaknya yang membentuk negara-negara yang non-Kristen, adalah penting bahwa para pemimpin gereja dan misi berjuang untuk melihat kehidupan dari sudut pandang sebuah kelompok, di mana tindakan individu dianggap sebagai pengkhianatan. Di antara mereka yang berpikir secara kelompok, hanya seorang pemberontak yang bertindak sendiri tanpa konsultasi dan tanpa teman. Individu tidak melihat dirinya sebagai satu unit yang mampu berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari kelompok. Urusan bisnisnya, pernikahan anaknya, masalah pribadinya atau kesulitan yang dialaminya dengan istrinya diselesaikan sebagaimana mestinya dengan pemikiran kelompok. Kelompok suku menjadi Kristen seraya pikiran kelompok ini dibawa kepada suatu hubungan dengan Yesus sebagai Tuhan yang memberikan kehidupan.
Penting untuk diperhatikan bahwa keputusan kelompok bukan jumlah total dari keputusan individu. Pemimpin memastikan bahwa para pengikutnya akan mengikuti keputusan tersebut. Para pengikut memastikan mereka melakukannya secara bersama-sama. Para suami menguasai istri. Anak-anak laki berjanji pada ayah mereka. Pertanyaan umum mereka bisa seperti ini “Akankah kita sebagai kelompok bergerak jika sesuatu tidak terjadi”? Ketika kelompok mempertimbangkan untuk menjadi Kristen, ketegangan meningkat dan kesenangan muncul. Pengambilan suara informal yang panjang memang terjadi. Hanya ketika seluruh anggota bergerak bersama barulah perubahan menjadi sehat dan membangun.
Kelompok-kelompok suku biasanya memiliki pembagian secara internal. Ini memiliki pembawaan yang pasti bagi keputusan kelompok. Jika dalam beberapa kota kecil atau desa terdapat 76 keluarga dari sekelompok suku, mereka mungkin dibagi ke dalam beberapa sub-kelompok. Sering kali pembagian tersebut dibentuk karena persaingan di antara orang-orang yang menonjol di antara mereka. Persaingan-persaingan tersebut bisa berupa soal wilayah atau ekonomi. Pemikiran kelompok biasanya muncul dengan baik dalam sub-kelompok ini. Sebuah sub-kelompok sering kali sudah memutuskan sebelum seluruhnya memutuskan. Sebuah sub-kelompok sering sudah memiliki kehidupan sosial yang cukup untuk bertindak sendiri.
Kelompok suku menjadi Kristen ketika sebuah gelombang keputusan bagi Kristus yang menyapu seluruh pikiran kelompok, melibatkan banyak keputusan individu yang lebih dari sekadar keputusan kelompok. Ini bisa disebut reaksi berantai. Setiap keputusan mempengaruhi yang lain dan hasil keseluruhannya mempengaruhi semua individu dengan kuat. Ketika kondisinya tepat, tidak hanya sub-kelompok saja tetapi seluruh kelompok memperhatikan untuk memutuskan bersama-sama.
Penjelasan Istilah
Kita menyebut proses ini sebagai “Gerakan Suku,” “Suku” merupakan kata yang lebih umum dari “sub-suku,” “kasta” atau “klan.” Kata itu lebih tepat daripada “kelompok.” Kata itu cocok di mana pun. Karena itu di dalam tulisan ini kita akan berbicara mengenai Gerakan Suku kepada Kristus.
...Dilanjutkan pada halaman 543, Bacaan Suplemen.