Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia
Draf Buku Perspektif
John Piper
- John Piper adalah Gembala untuk Khotbah dan Visi di Bethlehem Baptist Church di Minneapolis, beliau telah melayani di sana sejak tahun 1980. Beliau telah menulis banyak buku di antaranya Desiring God, The Pleasures of God, God Is the Gospel dan Don’t Waste Your Life.
- Tulisan ini diambil dari Let the Nations Be Glad, 1993. Digunakan dengan izin dari Baker Book House, Grand Rapids, MI.
Misi bukanlah tujuan tertinggi gereja melainkan ibadah. Misi ada karena ibadah tidak ada. Ibadahlah yang tertinggi, bukan misi, karena Tuhanlah yang tertinggi, bukan manusia. Ketika zaman ini berlalu dan sejumlah besar orang tebusan yang tak terhitung banyaknya menundukkan wajah mereka di hadapan takhta Allah, misi akan berakhir. Misi adalah kebutuhan sementara. Tetapi ibadah tinggal tetap selamanya.
Oleh karena itu, ibadah merupakan pendorong dan sasaran dari misi. Ibadah merupakan sasaran misi karena di dalam misi kita semata-mata bertujuan membawa bangsa-bangsa ke dalam kesukaan yang sangat akan kemuliaan Allah. Sasaran misi adalah kesukaan dari suku-suku bangsa di dalam kebesaran Allah. “TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!” (Mzm. 97:1). “Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai” (Mzm. 67:3-4).
Namun ibadah juga merupakan pendorong bagi misi. Hasrat terhadap Allah dalam ibadah mendahului pemberian akan Allah dalam khotbah. Anda tidak dapat menyatakan apa yang tidak Anda sukai. Misionaris tidak akan pernah berseru, “Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu!” jika sendirinya tidak dapat menyerukan dalam hatinya “Aku hendak bersukacita karena TUHAN … aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur bagi nama-Mu, ya Mahatinggi” (Mzm. 104:34; 9:2). Misi dimulai dan berakhir dalam ibadah.
Jika pengejaran akan kemuliaan Allah tidak ditempatkan di atas pengejaran akan kebaikan manusia di dalam afeksi dari hati dan prioritas gereja, manusia tidak akan dilayani dengan baik dan Allah tidak akan sepenuhnya dihormati. Saya tidak memohon agar misi dihilangkan tetapi agar Allah dimuliakan. Ketika api ibadah berkobar-kobar dengan nilai sejati Allah, terang misi akan menyinari suku-suku bangsa yang berada di tempat tergelap di muka bumi. Dan saya berharap hari tersebut akan tiba!
Di mana hasrat akan Allah lemah, semangat untuk misi akan lemah. Gereja-gereja yang tidak berpusat pada peninggian akan keagungan dan keindahan Allah akan jarang memercikkan hasrat yang kuat untuk menceritakan “kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa” (Mzm. 96:3)
Kegiatan Terbesar Kedua di dalam Dunia
Masalah paling krusial dalam misi adalah sentralitas Allah dalam kehidupan gereja. Di mana orang tidak terkagum-kagum akan kebesaran Allah, bagaimana mereka dapat diutus dengan pesan yang berbunyi, “Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih dahsyat dari pada segala allah”? (Mzm. 96:4). Misi bukan yang pertama dan yang terutama: Allah-lah yang terutama. Ini bukan kata-kata semata. Kebenaran ini merupakan sumber kehidupan dari inspirasi dan daya tahan misi. William Carey, bapa misi modern, yang pergi ke India dari Inggris tahun 1793, mengekspresikan hubungan ini:
- Ketika saya meninggalkan Inggris, harapan saya akan terjadinya pertobatan di India sangat kuat; tetapi dengan begitu banyaknya rintangan, harapan itu akan mati kecuali ditopang oleh Allah. Saya memiliki Allah, dan Firman-Nya benar. Meskipun takhayul orang-orang kafir di sini ribuan kali lebih kuat dari kenyataannya, dan teladan orang-orang Eropa di sini ribuan kali lebih buruk; meskipun saya ditinggalkan oleh semua orang dan ditindas oleh semua orang, tetapi iman saya, terpatri pada Firman yang pasti, akan menang atas segala tantangan dan mengatasi setiap pencobaan. Tujuan Allah pasti menang.1
Carey dan ribuan orang seperti dia telah digerakkan dan didorong oleh visi tentang Allah pemenang yang agung. Visi tersebut haruslah yang pertama. Menikmati visi tersebut dalam ibadah mendahului penyebaran visi tersebut dalam misi. Seluruh sejarah menuju kepada satu sasaran agung, penyembahan yang membahana akan Allah dan Putra-Nya di antara segala suku bangsa di muka bumi. Misi bukanlah sasaran agung tersebut. Misi hanyalah sarana. Dan dengan alasan tersebut misi merupakan kegiatan terbesar kedua di dalam dunia.
Hasrat Allah akan Allah – Dasar bagi Hasrat Kita
Salah satu hal yang Allah gunakan untuk menjadikan kebenaran ini tertanam dalam diri manusia dan gereja adalah realisasi yang mencengangkan bahwa kebenaran tersebut benar bagi Allah sendiri. Misi bukan tujuan ultimat Allah, ibadahlah yang ultimat. Ketika kebenaran ini tertanam dalam hati manusia, segala sesuatu berubah. Dunia sering kali memalingkan kepalanya. Segala sesuatu terlihat berbeda – termasuk upaya misi.
Dasar ultimat bagi hasrat kita untuk melihat Allah dimuliakan adalah hasrat Allah sendiri untuk dimuliakan. Allah adalah pusat dan yang terutama di dalam afeksi-Nya sendiri. Tidak ada saingan lain bagi supremasi kemuliaan Allah di dalam hati-Nya sendiri. Allah bukanlah penyembah berhala. Ia tidak melanggar perintah pertama dan terutama. Dengan segenap hati dan jiwa dan kekuatan dan akal budi Allah bersuka di dalam kemuliaaan dari wujud kesempurnaan-Nya sendiri . Hati yang paling bergairah bagi Allah di seluruh alam semesta adalah hati Allah sendiri.
Kebenaran ini, lebih dari apa pun lainnya yang saya ketahui, memeteraikan keyakinan bahwa ibadah adalah pendorong dan sasaran dari misi. Alasan terdalam mengapa hasrat kita akan Allah harus menjadi pendorong misi adalah hasrat Allah akan Diri-Nya yang mendorong misi. Misi mengalir keluar dari kesukaan kita di dalam Allah karena misi mengalir keluar dari kesukaan Allah akan keberadaan Diri-Nya sebagai Allah. Alasan terdalam mengapa ibadah adalah sasaran dalam misi adalah ibadah merupakan sasaran Allah. Kita dikonfirmasi di dalam sasaran ini di dalam catatan-catatan Alkitab tentang pengejaran Allah yang sangat kuat agar segala bangsa memuji-Nya. “Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala suku bangsa!” (Mzm. 117:1). Jika ibadah merupakan sasaran Allah, ibadah juga harus menjadi sasaran kita.
Kekuatan Misi adalah Ibadah
Supremasi Allah dalam hati-Nya sendiri bukanlah tanpa kasih. Supremasi Allah sesungguhnya merupakan mata air kasih. Kesukaan Allah yang penuh akan kesempurnaan-Nya melimpah keluar di dalam kehendak-Nya yang penuh rahmat untuk membagikan kesukaan tersebut kepada bangsa-bangsa. Kita bisa menegaskan kembali kebenaran yang telah kita kemukakan sebelumnya bahwa ibadah adalah pendorong dan sasaran yang menggerakkan kita dalam misi, karena ibadah adalah pendorong dan sasaran yang menggerakkan Allah bermisi. Misi mengalir dari kepenuhan akan hasrat Allah akan Diri-Nya dan bertujuan agar segala bangsa berpartisipasi di dalam hasrat yang Ia miliki bagi Diri-Nya sendiri (bdk. Yoh. 15:11; 17:13, 26; Mat. 25:21, 23). Kekuatan dari upaya misi harus sama dengan apa yang menjadi pendorong dan sasaran Allah sendiri. Artinya ibadah harus menjadi kekuatan misi .
Hanya Satu Allah yang Berkarya bagi Orang yang Menantikan-Nya
Visi yang luar biasa tentang Allah, yaitu Allah yang “meninggikan diri-Nya untuk menunjukkan kasih-Nya” (Yes. 30:18 NIV) telah mendorong misi sedunia di dalam lebih dari satu cara. Satu hal yang kita belum renungkan adalah keunikan yang luar biasa dari Allah ini di antara allah-allah dari segala bangsa. Yesaya menyadari hal ini dan berkata, “Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian” (Yes. 64:4). Dengan kata lain, Yesaya tertegun bahwa kebesaran Allah memiliki dampak yang paradoks di mana Allah tidak perlu manusia untuk bekerja bagi Dia, tetapi sebaliknya meninggikan diri-Nya sendiri dengan berkarya bagi mereka, jika mereka mau melepaskan kebersandaran pada diri sendiri dan “menantikan Dia.”
Yesaya mengantisipasi perkataan Paulus dalam Kisah Para Rasul 17:25 bahwa Allah, “tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang.” Keunikan yang terdapat pada inti Kekristenan adalah kemuliaan Allah dinyatakan dalam kebebasan dari anugerah. Allah mulia karena Dia tidak membutuhkan bangsa-bangsa untuk bekerja bagi Dia. Allah bebas untuk berkarya bagi mereka. “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk. 10:45). Misi bukan proyek rekrutmen untuk tenaga kerja Allah. Misi adalah proyek pembebasan dari beban dan kuk yang memberatkan dari allah-allah lain (Mat. 11:28-30).
Yesaya mengatakan bahwa Allah seperti ini tidak ditemukan atau terdengar di mana pun di seluruh dunia. “Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian.” Apa yang Yesaya lihat di segala tempat adalah allah-allah yang harus dilayani bukan melayani. Sebagai contoh, allah orang Babilonia yang disebut Bel dan Nebo:
- Dewa Bel sudah ditundukkan, dewa Nebo sudah direbahkan, patung-patungnya sudah diangkut di atas binatang, di atas hewan; yang pernah kamu arak, sekarang telah dimuatkan sebagai beban pada binatang yang lelah, yang tidak dapat menyelamatkan bebannya itu. Dewa-dewa itu bersama-sama direbahkan dan ditundukkan dan mereka sendiri harus pergi sebagai tawanan. “Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” (Yes. 46:1-4; bdk. Yer. 10:5).
Perbedaan antara Allah yang sejati dan allah-allah bangsa-bangsa lain adalah Allah yang sejati menopang manusia sedangkan allah-allah lain perlu ditopang manusia. Allah yang sejati melayani, allah-allah lain harus dilayani. Allah yang sejati memuliakan kekuatan-Nya dengan menunjukkan belas kasihan. Ilah-ilah lain menunjukkan kekuatan mereka dengan mengumpulkan budak. Jadi visi tentang Allah sebagai Allah yang memiliki hasrat akan kemuliaan-Nya yang menggerakkan Dia untuk berbelas kasihan mendorong misi karena Dia unik dibandingkan allah-allah lain.
Berita yang Paling Bisa Dibagikan Di Dunia
Ada cara lain di mana Allah seperti itu memotivasi upaya misi. Tuntutan Injil yang mengalir dari Allah sedemikian kepada bangsa-bangsa merupakan tuntutan yang dapat dilakukan dan bisa disebarkan, yaitu bersukacita dan bersyukur pada Allah. “TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita!” (Mzm. 97:1). “Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai” (Mzm. 67:3-4). “Lihatlah, hai orang-orang yang rendah hati, dan bersukacitalah; kamu yang mencari Allah, biarlah hatimu hidup kembali!” (Mzm. 69:32). “Biarlah bergirang dan bersukacita karena Engkau semua orang yang mencari Engkau; biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu selalu berkata: “Allah itu besar!” (Mzm. 70:4). Apa berita yang dibawa oleh para misionaris selain berita ini: Bersukacitalah dalam Tuhan! Bersyukurlah pada Tuhan! Bersorak-sorailah bagi Tuhan! Karena Allah paling dimuliakan di dalam engkau ketika engkau paling dipuaskan di dalam Dia! Allah senang meninggikan diri-Nya dengan menunjukkan belas kasihan kepada orang-orang berdosa.
Fakta yang memerdekakan kita adalah bahwa berita yang kita bawa ke garis depan adalah agar orang-orang di segala tempat harus mencari yang terbaik bagi mereka. Kita memanggil orang menghadap Allah. Dan mereka yang datang berkata, “di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa” (Mzm. 16:1). Allah meninggikan diri-Nya di antara segala bangsa dengan perintah, “bergembiralah karena TUHAN” (Mzm. 37:4). Tuntutan Allah yang pertama dan terutama bagi semua manusia di segala tempat adalah agar mereka bertobat dari mencari sukacita mereka di dalam hal-hal yang lain dan mulai mencarinya hanya di dalam Dia. Allah yang tidak dapat dilayani adalah Allah yang hanya dapat dinikmati. Dosa dunia yang besar bukan karena umat manusia gagal bekerja bagi Allah untuk meningkatkan kemuliaan-Nya, tetapi kita gagal bersukacita dalam Tuhan untuk mencerminkan kemuliaan-Nya. Karena kemuliaan Allah paling dinyatakan di dalam kita ketika kita paling bersuka di dalam Dia.
Pikiran paling menyenangkan di dalam dunia adalah tujuan Allah yang tidak dapat gagal untuk menyatakan kemuliaan-Nya dalam misi Gereja pada dasarnya sama dengan tujuan-Nya untuk memberikan sukacita yang tidak terkira bagi umat-Nya. Allah berkomitmen untuk memberikan sukacita kudus kepada orang-orang yang telah ditebus, yang dikumpulkan dari berbagai kaum dan suku dan bahasa dan bangsa, dengan semangat yang sama yang menggerakkan Dia untuk mencari kemuliaan-Nya sendiri dalam segala sesuatu yang diperbuat-Nya. Supremasi Allah dalam hati Allah merupakan kekuatan pendorong dari belas kasih-Nya dan kegerakan misi dari Gereja-Nya.
Ekspresi Alkitab tentang Supremasi Allah dalam Misi
Terhadap latar belakang yang sudah kita kembangkan sejauh ini, kita sekarang bias merasakan kekuatan penuh dari teks-teks Alkitab yang menekankan supremasi Allah dalam impuls misi Gereja. Motif-motif yang kita lihat akan menegaskan sentralitas Allah dalam visi misi dari Alkitab.
Kita telah melihat beberapa teks Perjanjian Lama yang menunjukkan kemuliaan Allah sebagai pusat dari proklamasi misi: “Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku bangsa” (Mzm. 96:3). “masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur” (Yes. 12:4). Ada banyak teks lainnya. Tetapi kita belum melihat pernyataan secara langsung terkait dengan hal ini dari Yesus, Paulus dan Yohanes.
Meninggalkan Keluarga dan Segala Kepunyaan Kita bagi Nama Tuhan
Ketika Yesus membuat orang muda yang kaya pergi karena dia tidak mau meninggalkan kekayaannya untuk mengikuti Yesus, Tuhan berkata, “sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat. 19:23). Para rasul terkesan dan berkata, “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” (ay. 25). Yesus menjawab, “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (ay. 26). Kemudian Petrus, berbicara seperti seorang misionaris yang telah meninggalkan rumahnya dan bisnisnya untuk mengikuti Yesus, berkata, “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (ay. 27). Yesus menjawab dengan teguran lembut terhadap Petrus karena merasa telah berkorban: “setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal” (ay. 29).
Fokus utama kita pada saat ini adalah frasa, “yang karena nama-Ku.” Motif yang diinginkan Yesus ketika seorang misionaris meninggalkan rumahnya, keluarganya dan harta miliknya adalah untuk nama Yesus. Itu berarti semata-mata untuk reputasi Yesus. Sasaran Allah adalah agar nama Anak-Nya ditinggikan dan dihormati di antara segala suku bangsa di dunia. Karena ketika Anak dihormati Bapa juga dihormati (Mrk. 9:37). Ketika setiap lutut bertelut kepada nama Yesus, itu dilakukan bagi “kemuliaan Allah Bapa” (Fil. 2:10-11). Karena itu, misi yang berpusat pada Allah ada untuk nama Yesus.
Sebuah Doa Misi agar Nama Allah Dikuduskan
Dua permohonan pertama dalam Doa Bapa Kami mungkin merupakan pernyataan terjelas dari semua pernyataan yang ada dalam pengajaran Yesus bahwa misi didorong oleh hasrat agar Allah dimuliakan di antara bangsa-bangsa. “Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu” (Mat. 6:9-10). Di sini Yesus mengajar kita untuk meminta kepada Allah agar nama-Nya dikuduskan dan mendatangkan kerajaan-Nya. Ini merupakan sebuah doa misi. Tujuan dari doa ini adalah untuk mengaitkan hasrat Allah bagi nama-Nya di antara mereka yang melupakan atau mengotori nama Allah (Mzm. 9:17; 74:18). Menguduskan nama Allah artinya menempatkan nama tersebut di tempat yang khusus dan memelihara serta menghormatinya di atas setiap klaim untuk kesetiaan dan afeksi kita. Perhatian utama Yesus – permohonan pertama dari doa yang diajarkan-Nya – adalah agar lebih banyak lagi orang, dan lebih banyak suku bangsa, yang dating untuk menguduskan nama Allah. Inilah alasannya alam semesta ada. Misi ada karena menguduskan nama Allah ini tidak ada.
Berapa Besar Penderitaan yang Harus Ia Alami Oleh Karena Nama Itu
Ketika Paulus bertobat dalam perjalanan ke Damaskus, Yesus Kristus menjadi harta dan sukacita terbesar dalam hidupnya. “segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku” (Flp. 3:8). Kesetiaan ini merupakan kesetiaan yang mahal. Apa yang Paulus pelajari dari pengalamannya ketika berada dalam perjalanan ke Damaskus ini tidak hanya sukacita karena dosanya telah diampuni dan persekutuan dengan Raja alam semesta, tetapi juga berapa besar dia harus menderita. Yesus mengutus Ananias kepada Paulus dengan berita ini: “Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku” (Kis. 9:16). Penderitaan Paulus dalam misinya adalah “bagi nama Allah.” Ketika Paulus mendekati akhir hidupnya dan diperingatkan untuk tidak pergi ke Yerusalem, dia menjawab, “Mengapa kamu menangis dan dengan jalan demikian mau menghancurkan hatiku? Sebab aku ini rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus” (Kis. 21:13). Bagi Paulus, kemuliaan nama Yesus dan reputasi Yesus dalam dunia lebih penting ketimbang hidup.
“Supaya Mereka Percaya dan Taat kepada Nama-Nya”
Paulus dalam Roma 1:5 menyatakan dengan sangat jelas bahwa misi dan panggilannya adalah agar nama Kristus dimuliakan di antara segala bangsa: “Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada nama-Nya.”
Rasul Yohanes menggambarkan motif misi orang Kristen mula-mula dengan cara yang sama. Dia menulis untuk memberitahu salah satu gereja yang ditanamnya agar mereka mengutus saudara-saudara Kristen mereka dengan cara yang “berkenan kepada Allah.” Alasan yang diberikannya adalah “Sebab karena nama-Nya mereka telah berangkat dengan tidak menerima sesuatupun dari orang-orang yang tidak mengenal Allah” (3 Yoh. 6-7).
John Stott mengomentari kedua teks ini (Rom. 1:5; 3 Yoh. 7): “Mereka mengetahui bahwa Allah telah meninggikan Yesus, mendudukan Yesus di takhta sebelah kanan Allah dan memberikan Yesus kedudukan tertinggi, agar setiap lidah mengaku bahwa Dia adalah Allah. Mereka rindu agar Yesus menerima kemuliaan yang sudah sepantasnya bagi nama-Nya.” Kerinduan ini bukan hanya sebuah mimpi melainkan sebuah kepastian. Pada dasar semua harapan kita, ketika segala sesuatu yang lain telah gagal, kita berdiri pada kenyataan besar ini: Allah yang kekal dan mandiri adalah Allah yang berkomitmen secara tidak terbatas, tidak putus dan kekal bagi kemuliaan nama-Nya yang agung dan kudus. Agar nama-Nnya dikenal di antara bangsa-bangsa Dia akan bertindak. Nama-Nya sama sekali tidak akan dikotori selamanya. Misi gereja pasti berkemenangan. Dia akan membela umat-Nya dan tujuan-Nya di seluruh bumi..
Kuasa Misi ketika Kasih bagi yang Terhilang Lemah
Belas kasihan bagi yang terhilang merupakan suatu motif yang tinggi dan indah bagi jerih payah misi. Tanpa belas kasihan tersebut, kita kehilangan kerendahan hati yang manis untuk membagikan harta yang telah kita terima secara cuma-cuma. Tetapi kita melihat bahwa belas kasihan bagi manusia tidak boleh terpisah dari hasrat bagi kemuliaan Allah. John Dawson, seorang pemimpin dari Youth With a Mission, memberikan alasan tambahan mengapa harus seperti itu. Dia menunjukkan bahwa suatu perasaan kasih yang kuat bagi “yang terhilang” atau “dunia” merupakan suatu pengalaman yang sangat sulit untuk dipertahankan dan tidak selalu bisa dikenali ketika muncul.
- Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana rasanya memiliki kasih bagi yang terhilang? Ini merupakan istilah yang kita gunakan sebagai bagian dari jargon Kristen kita. Banyak orang percaya menyelidiki hati mereka dalam perasaan terhukum, menanti datangnya suatu perasaan kuat untuk berbuat baik kepada orang lain yang kemudian akan mendorong mereka ke dalam tindakan penginjilan yang berani. Ini tidak akan pernah terjadi. Mustahil mengasihi “yang terhilang.” Anda tidak dapat memiliki perasaan yang dalam akan suatu abstraksi atau konsep. Anda akan menemukan bahwa mustahil mengasihi secara mendalam seseorang yang tidak Anda kenal dalam sebuah foto, apalagi sebuah bangsa atau ras atau sesuatu yang kabur seperti “semua orang yang terhilang.”
Jangan menunggu perasaan kasih untuk membagikan Kristus kepada seorang asing. Anda telah mengasihi Bapamu di sorga, dan Anda mengetahui bahwa orang asing ini diciptakan oleh Bapamu, tetapi telah terpisah dari-Nya, jadi lakukanlah langkah pertama Anda dalam penginjilan karena Anda mengasihi Allah. Utamanya bukanlah dari suatu belas kasihan kepada manusia bahwa kita membagikan iman kita atau berdoa bagi yang terhilang; yang pertama dan terutama adalah, kasih kepada Allah. Alkitab berkata dalam Efesus 6:7-8: “yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia. Kamu tahu, bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan.”
Seluruh manusia tidak layak menerima kasih Allah sama seperti Anda dan saya. Kita jangan pernah menjadi orang Kristen humanis, membawa Yesus kepada manusia berdosa yang miskin, merendahkan Yesus kepada semacam produk yang dapat memperbaiki tempat tinggal mereka. Manusia layak untuk dihukum, tetapi Yesus, Domba Allah yang dikorbankan, layak mendapatkan upah atas penderitaan-Nya.6
Mujizat dari Kasih yang Menangis
Perkataan Dawson adalah bijaksana dan merupakan peringatan agar tidak membatasi keterlibatan misi kita pada tingkatan perasaan belas kasihan yang kita rasakan bagi mereka yang tidak kita kenal. Akan tetapi, saya tidak ingin membatasi apa yang Tuhan mampu lakukan dalam memberikan manusia beban supernatural untuk mengasihi bangsa-bangsa yang jauh. Sebagai contoh, Wesley Duewel dari OMS International menceritakan tentang beban ibunya yang luar biasa bagi Tiongkok dan India:
Ibu saya selama bertahun-tahun memiliki beban yang sangat besar bagi orang Tiongkok dan India. Selama bertahun-tahun praktisnya setiap hari beliau berdoa selama waktu doa keluarga bagi dua bangsa ini, dia akan menangis dan meratap sebelum mengakhiri doanya. Kasihnya begitu dalam dan tetap, beliau pasti akan mendapat upah kekal atas beban kasihnya selama bertahun-tahun bagi kedua bangsa tersebut. Ini merupakan kasih Kristus yang menjangkau dan diperantarai oleh orang Kristen melalui Roh Kudus.7
Saya menekankan kembali bahwa motif belas kasihan dan motif semangat bagi kemuliaan Allah tidaklah terpisah. Belas kasihan yang berpusat pada Allah (satu-satunya belas kasihan yang peduli terhadap manusia secara kekal) menangis atas penderitaan manusia yang menolak kemuliaan Allah dan meminum cawan murka Allah. Namun ratapan ini bukan karena kehilangan sukacita Kristen. Jika itu sebabnya, orang tidak percaya dapat memeras orang-orang kudus dan menawan kebahagiaan mereka selamanya. Tidak, ratapan orang kudus atas hilangnya jiwa-jiwa yang berharga, secara paradoks, merupakan tangisan sukacita dalam Tuhan. Dan alasan mengapa sukacita dapat menangis adalah karena sukacita rindu untuk diteruskan dan diperluas ke dalam hidup orang-orang lain yang terhilang. Karena itu, ratapan belas kasihan adalah ratapan sukacita yang terhalang dalam ekstensi sukacita tersebut kepada manusia yang lain.
Panggilan Allah
Allah memanggil kita terutama untuk menjadi orang yang tema dan hasratnya adalah kemuliaan Allah dalam seluruh kehidupan. Tidak seorang pun dapat mengangkat tujuan misi yang agung tanpa sendirinya merasakan keagungan Kristus. Tidak akan ada visi dunia yang besar tanpa Allah yang besar. Tidak akan ada hasrat untuk membawa orang lain ke dalam ibadah kita ketika tidak ada hasrat untuk ibadah.
Allah sedang mengejar dengan hasrat tak terbatas suatu tujuan global yaitu mengumpulkan para penyembah yang penuh sukacita bagi Diri-Nya dari segala kaum dan bahasa dan suku dan bangsa. Allah memiliki antusiasme yang tidak habis-habisnya bagi supremasi nama-Nya ada di antara bangsa-bangsa. Karena itu biarlah kita membawa afeksi kita sejalan dengan afeksi Allah, dan demi nama-Nya biarlah kita meninggalkan pengejaran akan kesenangan dunia, dan bergabung dalam tujuan global-Nya. Jika kita melakukannya, komitmen Allah yang tidak terbatas bagi nama-Nya akan menaungi kita bagaikan sebuah panji, dan kita pasti berhasil meskipun begitu banyak kesulitan (Kis. 9:16; Rom. 8:35-39). Misi bukan sasaran ultimat gereja. Ibadahlah sasaran ultimatnya. Misi ada karena ibadah tidak ada. Amanat Agung pertama-tama bertujuan agar kita bersuka dalam Tuhan (Mzm. 37:4). Dan kemudian menyatakan, “Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai” (Mzm. 67:4). Dengan cara ini Allah dimuliakan dari awal hingga akhir dan ibadah akan memberdayakan upaya misi sampai kedatangan Tuhan kembali.
Besar dan ajaib segala pekerjaan-Mu, ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa! Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa! Siapakah yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memuliakan nama-Mu? Sebab Engkau saja yang kudus; karena semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyata kebenaran segala penghakiman-Mu (Why. 15:3-4).