PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Allah sedang Berperang

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Gregory A. Boyd

Gregory A. Boyd adalah Presiden Christus victor Ministries, Pendeta Senior Woodland Hills Church (Maplewood, MN) dan mengajar selama enam belas tahun sebagai asisten Profesor Teologi di Bethel University (St. Paul, MN). Dia telah menulis dan ikut menulis 18 buku, termasuk The Jesus Legend and Letters From a Skeptic.

Diambil dari God at War, copyright 1997 oleh Gregory A. Boyd. Digunakan dengan ijin dari Intervarsity Press, Po Box 1400, Downers Grove, IL60515. ivpress.com.


Perjanjian Lama dengan jelas menganggap bahwa sesuatu yang sangat jahat telah memasuki ciptaan Allah yang baik dan sekarang terus-menerus mengancam dunia. Tidak semuanya baik di dalam ciptaan, sebagaimana dilukiskan dalam Lewiatan, Rahab, Yamm, Behemoth, bagian samudera yang berbahaya atau dewa yang memberontak (contoh: “penguasa Persia,” Chemosh, satan); atau dilukiskan sebagai peperangan yang terjadi sebelum penciptaan dunia ini atau sebagai suatu peperangan yang terjadi saat ini. Pada tingkat fundamental, Perjanjian Lama menunjukkan bahwa ada sesuatu yang serong di dalam ciptaan sehingga sudut pandang dunianya saling melengkapi dengan sudut pandang dunia Timur Dekat secara umum. Namun dimensi peperangan kosmik dari sudut pandang dunia Perjanjian Lama sangatlah berbeda dengan yang dimiliki oleh masyarakat Timur Dekat di dalam cara pelaksanaannya. Perbedaan ini menjadi pusat di seluruh Perjanjian Lama.

Tidak seperti semua sudut pandang dunia yang lain terhadap peperangan, Perjanjian Lama berulang kali menekankan supremasi mutlak dari satu Allah atas semua yang lain dan menetapkan, dengan tegas, bahwa Allah yang satu ini tidak pernah merasa terancam oleh musuh-musuh-Nya. Penekanan ini merupakan dasar yang kuat untuk semua hal lain yang kemudian Tuhan nyatakan kepada umat manusia. Para penulis Alkitab tidak pernah mengabaikan pengakuan monoteistik yang mendasar ini, namun kaitannya dengan alasan peperangan berubah secara signifikan ketika kita masuk ke dalam Perjanjian Baru. Di sini kenyataan peperangan dan supremasi Allah menjadi pusatnya. Hampir segala sesuatu tentang Yesus dan gereja mula-mula diwarnai oleh pengakuan inti bahwa dunia terjebak di tengah-tengah peperangan kosmik antara Tuhan bersama pasukan malaikat-Nya dengan Setan beserta pasukan iblisnya.

Daftar isi

Transformasi selama Periode Antar-Perjanjian

Periode di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru secara signifikan mengubah sudut pandang dunia Yahudi. Dari masa Keluaran, bangsa Yahudi telah menghubungkan kebenaran dari keyakinan mereka kepada supremasi Yahweh dengan keberhasilan politik mereka dengan erat. Ketuhanan-Nya atas Israel dan atas seluruh dunia , bagi mereka, paling jelas dibuktikan melalui fakta bahwa mereka telah menang dan memperoleh status merdeka sebagai sebuah negara. Sebaliknya ketika mereka ditangkap dan dijajah oleh raja-raja kafir, maka mereka akan mengalami krisis iman. Hal ini tampaknya menyatakan secara tidak langsung bahwa Yahweh, sesungguhnya, bukanlah Tuhan yang berdaulat atas seluruh dunia.

Namun, ada cara lain untuk menjelaskannya. Selama ada harapan bahwa Israel suatu hari kelak akan memperoleh kembali kemerdekaannya, kemalangan nasional mereka dapat diartikan sebagai akibat dari ketidaksetiaan sementara mereka sendiri kepada Yahweh. Dengan demikian, kemalangan mereka bukanlah dakwaan terhadap supremasi Yahweh, melainkan dakwaan terhadap diri mereka sendiri. Orang-orang percaya bahwa ketika mereka, sebagai satu negara, menyesali dosa-dosa mereka dan kembali kepada Tuhan, Dia akan terbukti setia dan mengembalikan kepada mereka Tanah Perjanjian itu. 1

Teologi hukuman ini menjadi kelihatan menipis, bagaimanapun, setelah ratusan tahun penindasan yang menyakitkan di bawah kekuasaan kafir. Dan ketika penindasan berubah menjadi penganiayaan berdarah di bawah Antiokus IV, banyak orang Yahudi meninggalkan teologi ini. Malahan, orang-orang Yahudi di abad 2 dan 3 SM mulai percaya bahwa apa yang sedang terjadi atas mereka bukanlah karena kesalahan mereka saja. Lalu berlanjut, bahwa itu bukan semuanya karena keinginan pendisiplinan Yahweh. Namun jika itu bukan kehendak Yahweh yang mengakibatkan bencana yang sedang mereka alami, lalu kehendak siapakah itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, beberapa orang Yahudi pada masa ini muncul dengan urgensi baru yaitu alasan peperangan yang ditemukan melalui Kitab Suci mereka. Jika saja pernah ada masa ketika tampaknya laut yang mengamuk, Lewiatan, Setan dan iblis berurusan dengan Israel, dan dengan seluruh dunia, inilah dia.

Tidaklah mengherankan untuk menemukan, di dalam lingkungan yang menindas dan menyakitkan, sebuah intensifikasi tentang tema peperangan dalam Alkitab Ibrani. Keyakinan bahwa kosmos dihuni oleh makhluk-makhluk rohani yang baik dan jahat – dan bahwa dunia terjebak di tengah-tengah konflik mereka – menjadi sangat penting bagi banyak orang Yahudi. Maka, demikian pula, pengharapan apokaliptik bahwa Yahweh akan segera menaklukkan Lewiatan (atau beberapa figur kosmik yang setara) dan semua pengikutnya berkembang dengan hebat selama periode antar-Perjanjian ini.

Intensifikasi dari tema Perjanjian Lama ini – perluasan dan pemusatan dari gagasan Perjanjian Lama tentang para allah yang lebih rendah dan konfilk-konflik Yahweh dengan mereka ini – mengangkat apa yang disebut dengan sudut pandang dunia apokaliptik. Jika kita mau memahami Perjanjian baru dengan tepat, kita harus membacanya dengan latar belakang sudut pandang dunia ini.

Para penulis apokaliptik memperkuat konsep Perjanjian Lama tentang Yahweh yang relatif lemah berkenaan dengan peperangan melawan kekuatan musuh untuk menjaga keteraturan di dunia. Yahweh sekarang harus berperang melawan kekuatan yang sama ini untuk benar-benar menyelamatkan dunia. Menulis dari pengalaman tentang pengalaman kejahatan mereka sendiri yang kuat, orang-orang Yahudi sampai kepada kesimpulan yang luar biasa yaitu, di dalam pengertian yang signifikan, peperangan antara Yahweh dan kekuatan musuh untuk dunia telah hilang, setidaknya untuk sementara waktu, oleh Yahweh.

Namun mereka yakin bahwa Yahweh pasti (dan segera) akan memperoleh kembali kosmos-Nya, menaklukkan musuh-musuh-Nya dan mendudukkan diri-Nya kembali di tahta milik-Nya. Di dalam pemahaman eskatologi yang mutlak, Yahweh belumlah dianggap sebagai Tuhan atas seluruh ciptaan. Namun di “masa ini,” keyakinan mereka adalah, sebagaimana James Kallas menjabarkannya, “Setan telah mencuri dunia,” dan ciptaan telah “mengamuk.” 2

Di dalam “dualisme yang diubah,” sebagaimana William F. Albrightdengan tepat menjulukinya,3 agen penengah tertinggi Yahweh telah berbuat jahat, menyalahgunakan otoritas luar biasa yang diberikan Allah kepadanya, menyandera seluruh dunia, dan menjadikan dirinya sendiri selaku allah yang tidak sah pada masa ini. Ini berarti malapetaka untuk kosmos. 4

Secara mendasar, ini berarti bahwa struktur otoritas penengah malaikat – struktur yang diatur Yahweh pada ciptaan – telah rusak di paling atas. Karena hal ini, semua yang ada di bawah otoritas tertinggi ini, baik di surga dan di bumi, telah terpengaruh dengan merugikan. Pelipatgandaan yang cepat sekali dari malaikat-malaikat yang berkuasa – telah diberikan otoritas atas berbagai aspek ciptaan atau atas malaikat-malaikat yang lebih rendah – sekarang bisa memakai otoritasnya untuk menyulut peperangan melawan Allah dan melawan umat-Nya.

Bukan semua malaikat telah jatuh, namun di dalam pikiran para penulis, sejumlah besar dari mereka telah jatuh. Para iblis – kadangkala dilukiskan sebagai keturunan Nephilim yang berubah wujud, tetapi di lain waktu dilukiskan sebagai malaikat yang jatuh itu sendiri – sekarang dapat dengan bebas menduduki dunia yang diperintah oleh setan dan melakukan segala kejahatan di dalamnya. Apa yang tadinya adalah dewan surga yang ilahi dan pasukan ilahi bagi Tuhan, kini telah berubah menjadi batalion pemberontak yang melawan Allah, sebagian besar dengan meneror dunia dan menjadikan penduduknya sebagai tawanan. Bagi para penulis apokaliptik, tidaklah mengherankan bahwa ketuhanan Yahweh tidak dimanifestasikan dalam nasib baik politik Israel. Atau pun misteri besar apa pun tentang mengapa umat Allah sekarang mengalami penaniayaan yang begitu kejam. Sesungguhnya, bagi para penulis ini, tidaklah mengejutkan bahwa seluruh ciptaan tampak seperti sebuah wilayah perang yang kejam. Dalam pandangan mereka, beginilah tepatnya keadaannya.

Pandangan Yesus tentang Pasukan Setan

Sebagian besar ahli Perjanjian Baru zaman ini meyakini bahwa terutama dengan latar belakang apokaliptik inilah, kita bisa memahami pelayanan Yesus dan gereja mula-mula.5

Ajaran Yesus, pengusiran setan yang Dia lakukan, kesembuhan dan mukjizat lain yang Dia lakukan, begitu pula karya-Nya di atas kayu salib, semuanya tetap, dalam beberapa hal, membingungkan dan tidak berkaitan satu sama lain sampai kita menginterpretasikan itu semua di dalam konteks apokaliptik ini – sampai kita menginterpretasikan itu semua sebagai tindakan perang. Ketika langkah hermeneutik ini diambil, pelayanan Yesus membentuk keseluruhan yang berkaitan secara logika.

Pemerintahan Setan

Sebagaimana di dalam pemikiran apokaliptik, anggapan bahwa Setan telah merampas dunia secara tidak sah dan karenanya sekarang menguasainya, merusak seluruh pelayanan Yesus. Tiga kali Yesus di kitab Injil Yohanes menyebut Setan sebagai “penguasa dunia ini” (Yoh. 12:31; 14:30; dan 16:11). Di sini Dia memakai kata archon yang biasanya digunakan untuk menunjukkan “pejabat tertinggi di sebuah kota atau wilayah di dunia Yunani-Romawi.”6

Yesus mengatakan bahwa, mengenai kuasa-kuasa yang menguasai kosmos, penguasa jahat ini adalah yang tertinggi. Ketika Setan menyatakan bahwa dia dapat memberikan semua “otoritas” dan “kemuliaan” atas “semua kerajaan di dunia” kepada siapa saja yang dia inginkan karena itu semua adalah kepunyaannya, Yesus tidak membantah dia (Luk. 4:5-6). Melainkan, Dia menganggap semua itu adalah benar. Yesus setuju dengan sudut pandang dunia apokaliptik di zaman-Nya – sependapat dengan Yohanes, Paulus dan yang lain di Perjanjian Baru – dan percaya seluruh dunia ada “di bawah kuasa si jahat” (1 Yoh. 5:19) dan Setan adalah “allah dunia ini” (2 Kor. 4:4) dan “penguasa kerajaan angkasa” (Ef. 2:2). Yesus, oleh karena itu, menyerahkan kepemimpinan Setan atas dunia. Namun, Dia tidak akan mendapatkan kembali kerajaan dunia ini dengan menyerah atas pencobaan Setan dan menyembah tirani yang tidak sah ini (Luk. 4:7-8). 7

Dengan tetap berpikiran apokaliptik di zaman-Nya, Yesus melihat tirani jahat sebagai yang mewadahi dan memperluas otoritas-Nya atas dunia melalui banyaknya iblis yang membentuk pasukan dengan cepat sekali di bawah-Nya. Sesungguhnya, dibandingkan dengan pandangan apokaliptik di zaman-Nya, Yesus dalam beberapa hal memperkuat keyakinan ini. Ketika Dia dituduh mengusir setan dengan kuasa Beelzebul (nama lain Setan), Dia menanggapi dengan memberitahu orang-orang yang memusuhi-Nya, “Jika sebuah kerajaan melawan dirinya sendiri, kerajaan itu tidak akan bertahan” (Mrk. 3:24). 8

Ini dibangun berdasarkan anggapan mereka bahwa kerajaan iblis disatukan di bawah satu “penguasa” (archon) yaitu Setan (Mrk. 3:22; Mat. 9:34; 12:24; Luk. 11:15). Dia menunjukkan bahwa kerajaan iblis ini, seperti kerajaan lainnya, tidak dapat bertahan dengan saling menindih tujuannya sendiri.

Yesus menambahkan bahwa seseorang tidak dapat membuat kemajuan yang signifikan dengan mengambil kembali “milik” dari “kerajaan” ini kecuali dia pertama-tama “mengikat orang yang kuat” yang menguasai seluruh operasi ini (Mrk. 3:27). Ini, Lukas tambahkan, hanya dapat dilakukan jika “seseorang yang lebih kuat menyerangnya dan mengalahkannya” dan kemudian “merampas senjata yang dimilikinya” dan lalu “membagikan rampasannya” (Luk. 11:22).

Inilah yang dilakukan oleh Yesus. Seluruh pelayanan-Nya adalah tentang mengalahkan “persenjataan lengkap” orang yang kuat yang menjaga “miliknya” (Luk. 11:21), yaitu umat Allah dan pastinya seluruh dunia. Jauh dari menggambarkan bagaimana kerajaan Allah melawan dirinya sendiri, keberhasilan Yesus mengusir iblis menyatakan bahwa seluruh pelayanan-Nya adalah tentang “mengikat orang yang kuat.” 9

Seluruh episode ini menggambarkan anggapan Yesus bahwa Setan dan iblis membentuk sebuah kerajaan yang bersatu. Mereka adalah, sebagaimana John Newport menyebutkannya, sebuah “organisasi rajutan-erat yang mematikan” yang mempunyai fokus tunggal di bawah seorang jenderal, Setan. 10

Berdasarkan anggapan inilah Yesus mengacu kepada “iblis dan malaikat-malaikatnya,” yang menyatakan secara tidak langsung bahwa malaikat yang jatuh adalah milik Setan (Mat. 25:41). Dan untuk sebab yang sama, Yesus melihat kegiatan iblis, dan perluasannya, sebagai kegiatan Setan itu sendiri (cth. Luk. 13:11-16; bdk. Kis. 10:38; 2 Kor. 12:7) dan menilai segala sesuatu yang dilakukan melawan iblis sebagai yang juga dilakukan melawan Setan itu sendiri. 11

Ketika ketujuh puluh murid-Nya kembali kepada-Nya setelah sebuah pelayanan yang sukses mengusir setan-setan, Yesus menyatakan bahwa Dia melihat “Setan jatuh dari langit seperti kilat” (Luk. 10:17-18). 12

“Orang yang kuat” dan rumah tangganya jelas bertahan atau jatuh bersama-sama. Mereka bersama-sama membentuk satu pasukan yang cukup teratur, menyatukan tujuan tunggal untuk menghalangi pekerjaan Allah dan mendatangkan kejahatan dan kemalangan kepada umat-Nya. Kepala pasukan ini, dan yang juga pemimpin tertinggi dari semua iblis, adalah Setan. 13

Pengaruh Pasukan Setan yang dapat Menembus

Sebagaimana dilukiskan kitab-kitab Injil, pasukan setan ini jumlahnya amat besar dan berpengaruh secara global. 14

Jumlah kejadian kerasukan yang dicatat di kitab-kitab Injil, jumlah orang-orang yang kerasukan dalam jumlah besar, dan banyaknya kiasan tentang banyaknya orang-orang yang dikuasai, memunculkan keyakinan bahwa “jumlah roh-roh jahat benar-benar banyak sekali.” 15

Dunia dipahami sebagai tempat yang dipenuhi oleh iblis yang pengaruh merusaknya menembus ke dalam segala bidang. Segala hal tentang pelayanan Yesus memberitahu kita bahwa Dia menghakimi segala sesuatu yang tidak sejalan dengan rancangan baik Sang Pencipta, baik secara langsung atau tidak langsung, sebagai akibat dari serbuan ini. Yesus tidak pernah satu kali pun menjelaskan bahwa seseorang sakit, menderita, atau meninggal sebagai akibat dari kehendak Ilahi yang misterius. 16 Setiap kali berurusan dengan hal seperti ini, Dia selalu bersikap bahwa hal-hal demikian adalah hasil sampingan dari ciptaan yang mengamuk akibat pengaruh jahat dari pasukan setan. Seringkali, Dia menghubungkan sakit penyakit dengan keterlibatan setan secara langsung. 17

Yesus mendiagnosa seorang wanita “dengan roh yang membuatnya lumpuh selama delapan belas tahun” sebagai seseorang yang “diikat oleh Setan” (Luk. 13:11,16). Yesus tidak mencoba melihat rahasia, kedaulatan, atau rancangan ilahi di balik kecacatan yang aneh dari wanita ini, tetapi Dia memperlakukan wanita itu sebagai seorang korban perang. Orang yang paling bertanggung jawab atas penderitaanya, kata Yesus, adalah sang kapten dari batalion musuh sendiri. Sangat berbeda dengan pendekatan modern pada umumnya, James Kallas dengan tajam mengungkapkan pendekatan Yesus terhadap hal tersebut. “Kita melihat penderita polio atau lumpuh dan dengan alimnya menggelengkan kepala sambil melontarkan segala perkataan kita yang basi tentang semua kemustahilan dari orang-orang yang tidak berpikir dengan mengatakan ‘ini adalah kehendak Allah...sulit untuk dimengerti...providensia menuliskan kalimat yang panjang, kita harus menunggu untuk memperoleh surga untuk membaca jawabannya’... Yesus melihat ini dan dengan jelas menyebutnya sebagai pekerjaan iblis dan bukan kehendak Allah.” 18

Sesulit penilaian Kallas mungkin bisa diterima, dari perspektif alkitabiah yang ketat, dia yakin benar. Di dalam benak murid-murid, hal demikian seperti sakit punggung dan cacat adalah, sebagaimana dikatakan olehRaymond Brown, “ditimbulkan oleh Setan.” Jadi bagi mereka, untuk “diselamatkan” bukanlah sekadar tentang “regenerasi rohani”, tetapi juga tentang dibebaskan dari cengkeraman iblis atas sakit penyakit, dari kekuasaan Setan. 19

Lebih lanjut, sebagaimana Brown dan yang lainnya juga memperjelas, Yesus dan para penulis kitab Injil kadang-kadang menyebutkan penyakit yang diderita orang-orang sebagai “penyiksaan” atau “pencambukan” (mastix, Mrk. 3:10; 5:29,34; Luk. 7:21).20

Satu-satunya di masa yang lain para penulis kuno menggunakan istilah ini untuk menggambarkan penyakit fisik untuk menunjuk kepada penderitaan yang ditimpakan oleh Allah kepada manusia. 21

Dalam kejadian khusus ini, Allah menghukum manusia dengan penyiksaan. Namun jelas ini bukanlah artinya di sini, karena Yesus membebaskan manusia dari penyiksan ini. Sebagai contoh, setelah wanita yang mengalami pendarahan selama dua belas tahun menyentuh jubah-Nya, Yesus berkata kepadanya, “Hai anak, imanmu telah menyembuhkanmu. Pergilah dalam damai dan terbebaslah dari penyiksaanmu [mastix]” (Mrk. 5:34). 22

Yesus pastinya tidak membebaskan wanita ini dari cambukan dua belas tahun yang dikehendaki Allah. Tetapi cambukan siapakah yang Yesus bebaskan dari perempuan itu? Di dalam konteks keseluruhan pelayanan Yesus, kemungkinan satu-satunya yang lain adalah bahwa Dia memahami diri-Nya telah membebaskan wanita ini (dan semua orang yang seperti wanita ini) dari cambukan “orang yang kuat,” yaitu Setan.

Walaupun Yesus tidak pernah mendorong tendensi apokaliptik untuk berspekulasi tentang nama-nama, tingkatan-tingkatan, dan fungsi-fungsi berbagai malaikat yang jatuh, Dia melakukannya sampai sebatas menghardik roh yang membuat bisu dan tuli (Mrk. 9:25). Lukas menggambarkan pengusiran setan yang lain sebagai mengusir “setan yang membisukan” (Luk. 11:14). 23

Kelihatannya, ada beberapa jenis iblis di dalam pasukan Setan dengan fungsi yang berbeda-beda dalam menyengsarakan manusia.

Yesus dan Kerajaan Allah

Sangatlah penting bagi kita untuk mengenali bahwa pandangan Yesus tentang pemerintahan Setan dan pengaruh yang menembus dari pasukannya bukan hanya sepotong kecil pemikiran apokaliptik abad pertama yang Dia anut. Melainkan, ini adalah kekuatan yang mengendalikan di balik semua yang Yesus katakan dan lakukan. Sesungguhnya, konsep Yesus tentang “kerajaan Allah” berpusat pada pandangan ini. Bagi Yesus, kerajaan Allah berarti membinasakan kerajaan Setan.

Kallas berpendapat bahwa “dunia ini [menurut pandangan Yesus] merupakan dunia yang diduduki iblis yang memerlukan pembebasan, dan kedaulatan Allah yang mendahului ada dalam bagian yang langsung menuju kekalahan total iblis…. Pengusiran setan adalah daya dorong utama dari pesan dan kegiatan Yesus.” 24

Gustaf Wingren menulis bahwa “ketika Yesus menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh-roh jahat, kekuasaan Setan lenyap dan kerajaan Allah datang (Mat. 12:22-29) dan karena itulah, semua kegiatan Kristus adalah konflik dengan Iblis (Kis. 10:38). Anak Allah menjadi manusia sehingga Dia bisa memusnahkan kuasa Iblis, dan menjadikan pekerjaannya sia-sia (Ibr. 2:14 dst.; I Yoh. 3:8).” 25

Yesus memakai istilah “kerajaan Allah” mengacu kepada bukan yang lain kecuali pelayanan-Nya, dan pelayanan yang Dia serahkan kepada murid-murid-Nya, membangun pemerintahan Allah dimana pemerintahan Setan sebelumnya menguasai. Jika “kerajaan Allah” adalah konsep inti pelayanan dan ajaran Yesus, sebagaimana para ahli mengenalnya, maka “kerajaan Setan” adalah, sebagai akibatnya, adalah juga yang inti. 26

Kerajaan sebagai Konsep Peperangan

Sementara tidak ada orang Yahudi atau orang Kristen ortodoks di abad pertama pernah meragukan bahwa hanya ada satu Pencipta – atau bahwa Pencipta ini akan memerintah dalam kekekalan yang tertinggi – para penulis Perjanjian baru juga tidak pernah meragukan bahwa kehendak Pencipta bukan hanya kehendak yang akan terlaksana di dunia saat ini. Baik keingingan manusia maupun malaikat menentang Allah, dan Dia harus melawan mereka. Kerajaan Allah, karenanya, adalah sesuatu yang diharapkan oleh para penulis Perjanjian baru, bukan sesuatu yang mereka anggap sudah terwujud (Mat. 6:10; Luk. 11:2).27

Mereka mengerti bahwa satu-satunya cara kerajaan Allah diwujudkan adalah dengan membinasakan kerajaan yang tidak sah sekarang juga. Dalam hal ini, seseorang mungkin berkata bahwa para penulis Perjanjian Baru, seperti para penulis apokaliptik di zaman mereka, menganut “dualisme yang terbatas.” 28

Jika istilah “kerajaan Allah” dan “kerajaan Setan” merupakan konsep yang berhubungan di dalam Perjanjian Baru, yang pertama dapat dimengerti sebagai perluasan saja ketika yang kedua binasa. Ini benar-benar adalah alasan mengapa penyembuhan dan pengusiran setan memainkan peran yang penting di dalam pelayanan Yesus.

“Jika dengan jari-jari Allah Aku mengusir setan,” kata Yesus, “maka kerajaan Allah telah datang kepadamu” (Luk. 11:20). Untuk melaksanakan yang satu berarti melaksanakan yang lainnya. Susan Garrett dengan tepat menyimpulkan hal ini ketika dia mengatakan, “semua penyembuhan, pengusiran setan, atau membangkitkan orang mati adalah kerugian bagi Setan dan keuntungan bagi Allah.” 29

James Kallas menulis bahwa “kedatangan Kerajaan adalah bersamaan dengan, bergantung pada, dan diwujudkan di dalam kekalahan iblis.” 30 Bagi Yesus, penyembuhan dan pengusiran setan jelas bukanlah sekadar melambangkan kerajaan Allah, hal-hal itu adalah kerajaan Allah.31 Berperang melawan Setan dan membangun kerajaan Allah, bagi Yesus, adalah satu dan merupakan kegiatan yang sama. 32

Kaitan kitab-kitab Injil tentang pernyataan Yesus akan Kerajaan dan demonstrasi-Nya tentang Kerajaan adalah satu dari banyak hal bagaimana konsep peperangan Yesus tentang kerajaan Allah dilukiskan. Beberapa contoh dari fenomena yang berulang-ulang ini menyinggung awal kisah pelayanan Yesus di Markus dan Lukas dan membuat hal ini menjadi jelas. Pada awal kitab Injil Markus, Yesus memulai pelayanan-Nya dengan mengumumkan bahwa “kerajaan Allah sudah dekat; bertobatlah, dan percaya kepada kabar baik” (Mrk. 1:15). Ini merupakan isi yang lengkap dari apa yang dikatakan Markus kepada kita tentang khotbah Yesus. Namun semua yang berikutnya memberi tahu kita, melalui perumpamaan, apa arti khotbah kerajaan ini.

Setelah memanggil murid-murid-Nya (ay. 16-20), Yesus membuat orang-orang takjub dengan kuasa ajaran-Nya (ay. 21-22). Tiba-tiba seseorang yang dirasuk roh jahat berteriak, “Apa urusan-Mu dengan kami, Yesus dari Nazaret? Apakah Engkau hendak membinasakan kami?” Orang pertama tunggal di sini mungkin mengindikasikan bahwa iblis berbicara mewakili seluruh pasukan dimana dia adalah bagian di dalamnya. Namun dia melanjutkan dalam bentuk tunggal, “Aku tahu siapa Engkau, Allah Yang Kudus” (ay. 23-24). Lain dengan semua pemain di dunia dalam kisah Markus, mereka yang ada dalam kerajaan setan mengenal siapa Yesus dan telah curiga dengan apa yang akan Dia lakukan dengan datang ke dunia (ay. 34; 3:11).33

Yesus telah datang untuk “memusnahkan pekerjaan iblis” (1 Yoh. 3:8), dan iblis tahu bahwa ini berarti kehancuran mereka. Dia memarahi iblis, menghardiknya untuk “diam” (Mrk. 1:25), secara harfiah, “ditahan” (phimoo). Setelah Yesus menahan iblis dengan otoritas ilahi-Nya, iblis melemparkan orang itu ke tanah dan meninggalkan dia dengan sebuah jeritan (ay. 26). Lalu Markus mencatat bahwa orang banyak sekali lagi “takjub” pada “ajaran baru” dan “otoritas” baru ini (ay. 27). Keduanya, kita lihat, bekerja bersama-sama. 34

Markus melanjutkan ini dengan kisah Yesus menyembuhkan demam ibu mertua Petrus (ay. 30-31). Yesus menganggap ini disebabkan oleh iblis dengan paralel di Lukas (Luk. 4:38-39). Di malam yang sama, “seluruh kota” membawa “semua orang yang sakit dan kerasukan roh” dan Yesus “menyembuhkan banyak” dan “mengusir banyak setan” (Mrk. 1:32-34). Kerajaan Allah benar-benar sudah dekat.

Berikutnya di catatan Markus, Yesus memberitahu murid-murid-Nya bahwa Dia ingin pergi ke desa lain dan “berkhotbah di sana juga” (ay. 38). Ini terus Dia lakukan, dan Markus menyimpulkan kegiatan-Nya dengan menuliskan “Dia pergi ke seluruh Galilea, berkhotbah di rumah-rumah ibadah mereka dan mengusir setan-setan” (ay. 39). Yesus pun menyembuhkan orang sakit kusta (ay. 40-45), segera dilanjutkan dengan kisah Yesus menyembuhkan sekumpulan orang banyak dari “penyakit” musuh (3:10) dan mengusir roh-roh jahat (3:11-12).35

Beberapa ayat selanjutnya kita melihat catatan Markus tentang persengketaan Beelzebul, yang di dalamnya Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Dia yang telah datang untuk mengikat “orang yang kuat” dengan kuasa Allah (3:20-30). Dan kita pun belum keluar dari Markus pasal tiga!

Inilah arti kerajaan Allah. Tidak mungkin salah. Apapun yang lain tentang pemerintahan Allah, adalah tentang menaklukkan pemerintahan Setan, dan karenanya membebaskan manusia dari setan dan dari kelemahan luar biasa yang mereka bebankan kepada manusia.

Keduanya, yaitu catatan Matius dan Lukas tentang awal pelayanan Yesus, cukup tepat, dengan Yesus menghadapi Iblis di padang gurun. Perang kosmik yang telah disulut sepanjang masa sekarang dipusatkan pada satu Orang, yaitu Yesus. 36

Yesus menahan setiap pencobaan, termasuk tawaran Setan atas semua kerajaan di dunia, dan menang, Iblis akhirnya meninggalkan Dia (Luk. 4:1-13). Tidak seperti semua manusia lainnya, Yesus tidak menjadi “budak dosa” (Yoh. 8:34) dan karenanya manusia berada di bawah kuasa Setan. Dia menyatakan di dalam Yohanes bahwa “penguasa dunia ini tidak mempunyai kuasa atas diri-Ku; tetapi Aku melakukan apa yang Bapa perintahkan kepada-Ku” (14:30-31; bdk. 8:29). Dia yang lebih kuat daripada “orang yang kuat” akhirnya telah tiba. Dialah Yesus yang telah menguasai iblis. Dan sekarang mengalahkan dia melalui hidup-Nya sendiri, Yesus sanggup mengalahkan dia mewakili seluruh kosmos.

Di Injil Lukas, Yesus memulai misi-Nya dari kota asal-Nya, sama seperti di Injil Markus namun ada beberapa hal yang dikembangkan, Dia memulai dengan menyatakan bahwa kerajaan Allah telah datang di dalam diri-Nya. Dia berdiri di rumah ibadah dan membaca dari Yesaya bahwa “Roh Tuhan ada pada-Ku, karena Dia telah mengurapi Aku untuk membawa kabar baik bagi orang miskin. Dia telah mengutus Alu untuk memberitakan kebebasan bagi kaum tawanan dan menyembuhkan orang buta, membebaskan orang yang tertindas, memberitakan tahun rahmat Tuhan (Luk. 4:18-19).

Setelah keheningan sesaat yang kaku, Yesus menambahkan, “Hari ini Kitab suci ini telah digenapi ketika kamu mendengarnya”(ay. 21). Ketika Dia dihalau keluar kota (ay. 22-30), kita mulai melihat secara nyata apa arti proklamasi kerajaan ini. Di Injil Markus, Yesus segera berhadapan dengan seorang yang dirasuk setan di rumah ibadah Kapernaum. Orang itu berteriak, “Apa urusan-Mu dengan kami, Yesus dari Nazaret?” (ay. 34) dan Yesus menaklukkan setan itu, membebaskan “tawanan” Setan (ay 35). Dengan pengusiran setan ini, Yesus menunjukkan aplikasi dari bagian Yesaya tentang diri-Nya sendiri dan dengan jelas memperlihatkan kebebasan yang telah dinubuatkan.

Lalu Yesus melanjutkan “menghardik” demam yang disebabkan oleh iblis (ay. 39), menyembuhkan banyak orang sakit (ay. 40) dan mengusir banyak setan (ay. 41). Tidak lama kemudian, Dia menyembuhkan orang sakit kusta (5:12-16), seorang yang lumpuh (5:17-260, dan seseorang yang lumpuh sebelah tangannya (6;1-10). Sebagaimana Clinton Arnold menyatakan, intinya adalah para tawanan yang harusnya dibebaskan “terjebak di dalam belenggu dan penindasan kerajaan Setan.” 37

Karena itu, arti dari kerajaan Allah adalah bahwa kerajaan asing yang memusuhi, dari belenggu iblis, penindasan, kemiskinan dan kebutaan (secara fisik dan rohani) sedang lenyap melalui pelayanan Yesus. Dia adalah Pembawa kerajaan Allah, karena Dia adalah Penakluk kerajaan Setan.

Pekerjaan Gereja

Di dalam pemahaman pandangan Yesus tentang kerajaan Allah, adalah sangat khas bahwa banyak ahli Perjanjian baru selama ratusan tahun belakangan ini telah menyimpulkan bahwa Yesus yang ada di dalam sejarah, dalam satu dan lain hal, hanyalah seorang guru moral. Ini menyaksikan betapa melalui prasangka alamiah seseorang, dapat menyaring pembacaan seseorang tentang bukti. 38

Namun tidak kurang membingungkannya bagaimana begitu banyak orang Kristen yang percaya pada hari ini dapat membaca kitab Injil yang sama, menyatakan bahwa diri mereka mengikuti Yesus ini, tetapi tidak pernah dengan serius menganggap memperlakukan penyakit dan kelemahan (tidak mengatakan apa-apa tentang orang-orang yang dikenai iblis) seperti Yesus memperlakukan hal-hal tersebut. Jauh dari menganggap hal-hal jahat ini sebagai bencana dari iblis seperti Yesus, kita orang-orang Kristen modern sering menghubungkan hal-hal ini dengan “providensia misterius Allah.” Daripada menentang mereka sebagai bencana musuh, kita lebih suka meminta pertolongan Allah untuk menerima kesulitan-kesulitan tersebut “sebagai berasal dari tangan Bapa.”

Ini menunjukkan kekuatan tradisi teistik klasik-filosofis aliran setelah masa Agustinus dan juga perkiraan Pencerahan Barat bahwa, sampai akhir-akhir ini, telah mendominasi pemikiran orang-orang percaya Barat maupun orang-orang yang tidak percaya. Dan ini terus berlangsung sampai menjelaskan mengapa “masalah kejahatan” kita bukanlah masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh Yesus dan murid-murid-Nya.

Jika seseorang percaya bahwa tujuan ilahi yang baik dan bijak terutama berada di balik penyakit, kelemahan, dan kekejaman yang menjadikan dunia sebuah tempat yang seperti mimpi buruk, maka seseorang dengan tidak kentara mengalihkan masalah kejahatan dari sesuatu yang seseorang harus berperang melawannya, kepada sesuatu yang seseorang harus memikirkannya dalam-dalam. Bukannya masalah tentang mengalahkan perbuatan jahat dan pasukannya, namun masalah kejahatan menjadi masalah tentang menjelaskan secara intelektual bagaimana Allah yang baik sekali dan berkuasa sekali bisa menghendaki apa yang jelas-jelas merupakan perbuatan jahat siiblis.

Mungkin yang paling tragis, ketika kita menukar masalah dengan cara ini, kita telah menyerah kepada konflik rohani yang seharusnya kita lawan dan pasti menang, untuk teka-teki intelektual yang tidak pernah bisa kita pecahkan. Entah dianggap pada latar filosofis, alkitabiah, atau praktis, ini merupakan cara yang lebih tidak baik. Jika sebaliknya kita mengikuti contoh Juruselamat kita, dasar pendirian kita terhadap kejahatan di dunia akan ditandai dengan pemberontakan, hardikan kudus, kegiatan sosial dan peperangan yang agresif – bukan kepasrahan yang alim.

Perjanjian Baru menyatakan dengan tegas bahwa Yesus menang atas musuh dalam pelayanan-Nya, kematian-Nya dan kebangkitan-Nya (Kol. 2:14-15), namun Yesus dan para penulis Perjanjian Baru melihat kesadaran tertinggi tentang kemenangan kerajaan ini di masa yang akan datang. Ini merupakan “eskatologi terbuka” yang terkenal atau “dinamisme paradoksikal” dari gagasan Perjanjian Baru. 39

Kerajaan itu telah datang, namun belum sepenuhnya terwujud di dalam sejarah dunia. Mukjizat-mukjizat Yesus atas alam, demikian juga penyembuhan-penyembuhan-Nya, pengusiran setan, dan khususnya kebangkitan-Nya, adalah sudah tentu tindakan perang yang mewujudkan dan mendemonstrasikan kemenangan-Nya atas Setan.

Tindakan-tindakan ini mengarahkan kekuatan iblis dan karenanya, mendirikan kerajaan Allah baik di dalam kehidupan manusia maupun di dalam alam. Signifikansi utama jangka panjang mereka, bagaimanapun, adalah eskatologis. Manusia masih diganggu iblis; manusia masih menderita sakit dan mati; badai masih mengamuk dan menghancurkan kehidupan; bencana kelaparan masih muncul dan ribuan orang kelaparan.Namun pelayanan Yesus, terutama kematian dan kebangkitan-Nya, pada prinsipnya mengikat “orang yang kuat” dan mendirikan kerajaan Allah, pemulihan umat manusia yang baru di tengah-tengah kondisi peperangan. Dengan melakukan ini, Yesus mengatur gerakan kekuatan yang pada akhirnya akan menaklukkan seluruh serangan Setan yang sangat merusak terhadap dunia Allah dan umat manusia. 40

Gustaf Wingren menulis tentang dinamika “sudah/belum” ketika dia berbicara tentang kebangkitan Kristus dan mengatakan bahwa:

“Peperangan Tuhan telah usai dan serangan besar itu dihapuskan. Tidak akan pernah lagi Setan bisa mencobai Kristus, seperti di padang gurun. Yesus sekarang adalah Tuhan, Sang Penakluk. Namun sebuah peperangan belum usai, konflik tidak hilang dengan lenyapnya serangan yang menentukan. Musuh tetap dengan menyebarnya pasukannya yang tersisa, dan di sana sini penolakan yang kuat mungkin berlanjut.” 41

Pelayanan ajaib Yesus bukan merupakan simbol dunia akhirat semata. Pada prinsipnya, itu mencapai dunia akhirat. Pada prinsipnya, Dia memenangkan peperangan, menghancurkan serangan kematian yang menentukan, menaklukkan Setan, memulihkan umat manusia dan mendirikan kerajaan. Namun beberapa pertempuran masih harus diperjuangkan sebelum kemenangan akhir diwujudkan sepenuhnya. Karenanya, Yesus tidak hanya melaksanakan pelayanan peperangan-Nya; Dia memberikan amanat, memperlengkapi dan memberikan kuasa kepada para murid-Nya, dan kemudian kepada seluruh Gereja, untuk berbuat yang sama. Dia mengatur gerakan penciptaan umat manusia yang baru dengan memberi kuasa-Nya dan otoritas-Nya kepada kita untuk memproklamirkan dan mendemonstrasikan Kerajaan, sama seperti yang Dia lakukan (2 Kor. 5:17-21; Mat. 16:15-19; Luk. 19:17-20; bdk. Yoh. 14:12; 20:21).

Yesus memberikan kepada semua orang yang di dalam iman menerimanya otoritas-Nya untuk merobohkan pintu-pintu gerbang neraka dan mengembalikan kepada Bapa apa yang telah dirampas oleh musuh, sama seperti yang telah dilakukan oleh Dia sendiri (Mat. 16:18). Sekarang “orang yang kuat” diikat, inilah tugas yang bisa dan harus kita kerjakan. Di dalam melakukannya, kita, gereja, memperluas kerajaan Allah melawan kerajaan Setan dan meletakkan dasar bagi kedatangan Tuhan kembali, ketika manifestasi kemenangan Kristus secara penuh, dan kekalahan Setan, akan terjadi. Di masa antara “sudah” dari pekerjaan Kristus dan “belum” dari akhirat, Gereja harus menjadi seperti Yesus.

Di dalam pengertian yang nyata, adalah “tubuh”-Nya di sini di dunia. Seperti, Gereja adalah perluasan dari pelayanan yang Yesus kerjakan di dalam tubuh inkarnasi-Nya selagi berada di dunia (2 Kor. 5:18-19). Gereja dipanggil untuk mewujudkan kebenaran bahwa kerajaan Allah telah datang dan kerajaan Setan dikalahkan.

Di bawah otoritas Yesus yang penuh kemenangan, Gereja dipanggil untuk bergabung dan menaklukkan kuasa-kuasa iblis sama seperti yang telah dilakukan Yesus. Sesungguhnya, ketika Gereja melakukan ini melalui Roh, itu adalah masih Yesus sendiri yang melakukannya. Dan meskipun para pengikut-Nya dapat mengungkapkan keyakinan yang sangat menggembirakan di dalam selesainya karya salib, kita seharusnya tidak mendapati bahwa sudut pandang dunia peperangan Yesus berkurang satu iota pun.


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas