PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Tiga Perjumpaan dalam Kesaksian Orang Kristen

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Charles H. Kraft

Kraft-c.jpg
Charles H. Kraft adalah profesor Antropologi dan Komunikasi Antarbudaya di Fuller Seminary School of Intercultural Studies sejak tahun 1969. Bersama istrinya, Marguerite, beliau melayani sebagai misionaris di Nigeria. Beliau mengajar dan menulis dalam bidang antropologi, wawasan dunia, kontekstualisasi, komunikasi lintas budaya, penyembuhan luka batin dan peperangan rohani.


Kita pada hari ini sering mendengar tentang perjumpaan dengan kuasa kegelapan di antara kaum non-karismatik. Kita lebih terbuka dan tidak takut-takut lagi dengan kuasa rohani dibandingkan sebelumnya. Beberapa institusi pelatihan misionaris sekarang memasukkan kursus mengenai perjumpaan dengan kuasa kegelapan. Tetapi ada sisi ekstrem yang ingin kita hindari. Tugas saya dalam tulisan ini adalah menawarkan pendekatan dalam perjumpaan kuasa yang secara alkitabiah seimbang dengan dua perjumpaan lainnya yang selalu ditekankan oleh kaum Injili.

Daftar isi

Konsep Dasar

Istilah “perjumpaan kuasa” berasal dari misionaris antropolog Alan Tippett. Dalam bukunya, People Movements in Southern Polynesia, terbit tahun 1971, Tippett mengamati bahwa di Pasifik Selatan penerimaan awal dari Injil biasanya terjadi setelah ada sebuah “perjumpaan” yang mendemonstrasikan bahwa kuasa Allah lebih besar daripada ilah kafir setempat. Perjumpaan ini biasanya disertai dengan penajisan simbol-simbol dari ilah tradisional oleh dukun setempat yang kemudian menyatakan bahwa dia menolak kuasa ilah-ilah mereka, dan berjanji setia kepada Allah yang sejati dan bersumpah untuk hanya bergantung pada Allah untuk perlindungan dan kekuatan rohani.

Pada momen sedemikian itu, si pemimpin agama lokal (dukun) akan meJadin totem binatang (misalnya sebuah kura-kura keramat) dan mengklaim perlindungan Yesus. Melihat si pemimpin agama lokal tidak mengalami dampak yang buruk, orang-orang dalam suku tersebut membuka diri terhadap Injil. Perjumpaan ini, bersama dengan perjumpaan-perjumpaan dengan kuasa kegelapan di dalam Alkitab (seperti Musa melawan Firaun, Kel. 7-12, dan Elia melawan nabi-nabi Baal, 1 Raj. 18) membentuk pandangan Tippett mengenai perjumpaan dengan kuasa kegelapan.

Baru-baru ini, istilah ini digunakan secara lebih luas untuk mencakup penyembuhan, pelepasan atau apa pun yang terkait dengan “demonstrasi praktis yang bisa dilihat bahwa Yesus Kristus lebih berkuasa dari roh-roh, penguasa-penguasa di udara atau ilah-ilah palsu yang dipuja atau ditakuti oleh anggota-anggota dari suatu kelompok suku.” Konsep “mengambil teritori” dari musuh untuk diberikan bagi kerajaan Allah dilihat sebagai dasar bagi perjumpaan seperti itu.

Menurut pandangan ini, seluruh pelayanan Yesus merupakan sebuah konfrontasi kuasa yang sangat luas antara Allah dan musuh-Nya. Pelayanan para rasul dan Gereja di setiap generasi dilihat sebagai kelanjutan praktik “untuk menguasai Setan-Setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit” yang diberikan Yesus kepada para pengikut-Nya (Luk. 9:1). Kisah-kisah masa kini mengenai berbagai perjumpaan seperti ini datang dari Tiongkok, Argentina, Eropa, dunia M dan hampir di setiap tempat di mana Gereja bertumbuh dengan cepat.

Tippett mengamati bahwa kebanyakan kelompok suku di dunia berorientasi kepada kuasa kegelapan dan siap merespons kepada Kristus melalui demonstrasi kuasa. Pesan Injil mengenai iman, kasih, pengampunan dan berbagai fakta lain dari Kekristenan sepertinya nyaris tidak memiliki dampak kepada kelompok suku sedemikian kecuali demonstrasi kuasa spiritual. Pengalaman saya sendiri menegaskan tesis Tippett. Oleh karena itu, para pekerja lintas budaya harus belajar sebanyak mungkin mengenai tempat dari perjumpaan kuasa dalam pelayanan Yesus dan pelayanan kita.

Yesus Kristus Menghadapi Setan

Tentu saja, para misionaris menghadapi beberapa pertanyaan mengenai perjumpaan kuasa. Salah satu dari pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana menghubungkan keprihatinan mengenai kuasa kegelapan dan berbagai pendekatan terhadap penekanan tradisional kita akan kebenaran dan keselamatan. Izinkan saya mengusulkan agar kita menggunakan pendekatan tiga cabang dalam kesaksian kita.

Yesus melawan Setan pada medan yang lebih luas ketimbang sekadar perjumpaan kuasa. Jika kita harus adil dan seimbang secara alkitabiah, kita harus memberikan dua perjumpaan lainnya perhatian yang sama: perjumpaan kesetiaan dan perjumpaan kebenaran. Kita perlu berfokus pada hubungan yang dekat dalam Perjanjian Baru di antara ketiga perjumpaan ini. Di bawah ini ada sebuah kerangka yang akan membantu:

1. Yesus menghadapi Setan berkenaan dengan kuasa. Ini menghasilkan perjumpaan kuasa untuk membebaskan orang dari perbudakan Setan dan membawa mereka ke dalam kebebasan di dalam Yesus Kristus.

2. Yesus menghadapi Setan berkenaan dengan kesetiaan. Ini menghasilkan perjumpaan kesetiaan atau komitmen untuk menyelamatkan orang dari hal yang salah dan membawa mereka ke dalam hubungan dengan Yesus Kristus.

3. Yesus menghadapi Setan berkenaan dengan kebenaran. Ini menghasilkan perjumpaan kebenaran untuk melawan kebodohan atau kekeliruan dan untuk membawa orang ke dalam pengertian yang benar tentang Yesus Kristus.

Di seluruh dunia banyak orang Kristen yang berkomitmen kepada Yesus Kristus, dan memeluk banyak kebenaran Kristen, namun belum melepaskan komitmen mereka sebelum menjadi orang Kristen kepada praktik kuasa roh. Kuasa kegelapan yang sebelumnya mereka ikuti belum dikonfrontasi dan dikalahkan oleh kuasa Yesus. Jadi mereka hidup dengan “kesetiaan mendua” dan dengan pemahaman yang sinkretistik akan kebenaran.

Karena itu, sebagian orang secara salah menganggap bahwa jika mereka mengonfrontasi orang dengan kampanye penyembuhan dan pelepasan untuk menunjukkan kepada mereka kuasa Kristus, mereka akan berbalik kepada-Nya secara berbondong-bondong. Mereka berasumsi bahwa orang-orang yang mengalami kuasa penyembuhan Allah akan secara otomatis memiliki komitmen kepada sumber kuasa tersebut.

Namun, saya tahu beberapa kampanye seperti itu hanya menghasilkan sedikit, jika ada, pertobatan yang bertahan lama. Mengapa tidak? Karena hanya sedikit perhatian diberikan untuk memimpin orang dari sebuah pengalaman akan kuasa Yesus kepada komitmen untuk Diri-Nya. Orang-orang ini terbiasa menerima kuasa dari sumber mana pun. Oleh karena itu, mereka tidak melihat dorongan yang lebih besar untuk memberi diri mereka komitmen kepada Yesus ketimbang sumber-sumber kuasa mana pun lainnya yang biasa mereka temui.

Saya percaya Yesus mengharapkan demonstrasi kuasa untuk menjadi hal yang penting dalam pelayanan kita sama seperti hal itu penting bagi Dia dalam pelayanan-Nya (Luk. 9:1-2). Akan tetapi, pendekatan apa pun yang mendukung perjumpaan kuasa tanpa memberi perhatian yang memadai bagi dua perjumpaan lainnya?kesetiaan dan kebenaran?tidak seimbang secara alkitabiah. Banyak orang yang melihat atau mengalami kuasa selama pelayanan Yesus tidak berbalik kepada-Nya dalam iman. Ini seharusnya membuat kita waspada akan ketidakcukupan demonstrasi kuasa semata sebagai sebuah strategi total dari penginjilan.

Sebuah Keseimbangan Perjumpaan

Kita dapat melihat tiga jenis perjumpaan yang telah diberikan di atas dalam pelayanan Yesus. Biasanya, Dia memulai dengan berkhotbah, diikuti dengan demonstrasi kuasa, kemudian kembali kepada pengajaran, setidaknya bagi para murid-Nya (misal Luk. 4:3dst.; 5:1dst.; 17dst.; 6:6dst.; 17dst.; dll.). Imbauan untuk setia kepada Bapa atau kepada Yesus sendiri secara implisit dan eksplisit muncul di sepanjang pengajaran-Nya. Sepertinya Yesus lebih menggunakan demonstrasi kuasa ketika berinteraksi dengan orang-orang yang belum menjadi pengikut-Nya, lebih berfokus pada mengajar kebenaran kepada mereka yang telah berkomitmen bagi-Nya.

Seruan-Nya untuk kesetiaan kepada setidaknya lima rasul pertama (Petrus, Andreas, Yakobus, Yohanes?Lukas 5 dan Lewi?Lukas 5:27-28) terjadi setelah terjadi demonstrasi kuasa secara signifikan. Sekali para pengikut-Nya telah berhasil melalui perjumpaan kesetiaan dengan sukses, pertumbuhan mereka selanjutnya utamanya adalah masalah belajar dan mempraktikkan lebih banyak kebenaran.

Orang Yahudi abad pertama, seperti kebanyakan orang hari ini, sangat memperhatikan kuasa rohani. Paulus berkata mereka mencari tanda (1 Kor. 1:22). Praktik umum Yesus dalam penyembuhan dan pengusiran Setan segara setelah memasuki wilayah baru (seperti Luk. 4:33-35, 39; 5:13-15; 6:6-10, 18-19, dll.) bisa dilihat secara cara pendekatan-Nya kepada orang-orang yang memang sangat memperhatikan hal ini. Ketika Dia mengutus para pengikut-Nya ke kota-kota di sekitar untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, Dia memerintahkan mereka untuk menggunakan pendekatan yang sama (Luk. 9:1-6; 10:19).

Namun, keengganan Yesus untuk melakukan karya mujizat hanya untuk memuaskan mereka yang ingin pembuktian diri-Nya (Mat. 12:38-42; 16:1-4) akan tampak menunjukkan bahwa demonstrasi kuasa-Nya adalah dimaksudkan untuk merujuk kepada sesuatu yang melampaui demonstrasi kuasa Allah semata. Saya percaya Dia setidaknya memiliki dua sasaran yang lebih penting. Pertama, Yesus berusaha mendemonstrasikan natur Allah dengan menunjukkan kasih-Nya. Seperti yang dikatakan-Nya kepada Filipus, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9). Dia dengan bebas menyembuhkan, melepaskan dan memberkati mereka yang datang kepada Dia dan tidak mencabut apa yang telah Dia berikan, bahkan meski mereka tidak kembali untuk berterima kasih kepada-Nya (Luk. 17:11-19). Dia menggunakan kuasa Allah untuk mendemonstrasikan kasih-Nya.

Kedua, Yesus berusaha memimpin orang ke dalam perjumpaan yang paling penting, perjumpaan kesetiaan. Ini jelas dari tantangan-Nya kepada orang Farisi ketika mereka menuntut mujizat, sehingga orang-orang Niniweh yang bertobat akan menghakimi orang-orang Yahudi di zaman Yesus karena tidak bertobat (Mat. 12:41). Mengalami kuasa Allah bisa menyenangkan dan mengesankan, tetapi hanya kesetiaan kepada Allah melalui Kristus yang sungguh-sungguh menyelamatkan.

Natur dan Tujuan dari Tiga Perjumpaan

Tiga perjumpaan?kebenaran, kesetiaan dan kuasa?tidaklah sama, tetapi ketiganya dimaksudkan untuk memulai suatu proses yang menentukan bagi pengalaman Kristen yang memiliki sasaran spesifik.

1. Perhatian dari perjumpaan kebenaran adalah pemahaman. Sarana dari perjumpaan itu adalah pengajaran.

2. Perhatian dari perjumpaan kesetiaan adalah hubungan. Sarana dari perjumpaan itu adalah kesaksian.

3. Perhatian dari perjumpaan kuasa adalah kebebasan. Sarana dari perjumpaan tersebut adalah peperangan rohani.

Kebenaran dan pemahaman sangat berhubungan dengan pikiran; kesetiaan dan hubungan terletak utamanya pada kehendak; dan kebebasan sebagian besar dialami secara emosional.

1. Perjumpaan Kebenaran

Perjumpaan kebenaran di mana pikiran digunakan dan kehendak ditantang sepertinya menyediakan konteks yang di dalamnya berbagai perjumpaan lain terjadi dan bisa ditafsirkan. Yesus terus-menerus mengajarkan kebenaran untuk membawa para pendengar-Nya kepada pemahaman yang lebih besar mengenai pribadi dan rencana Allah. Untuk mengajar kebenaran, Dia meningkatkan pengetahuan mereka. Namun, dalam Alkitab, pengetahuan didasarkan pada hubungan dan pengalaman; itu bukan sekadar bersifat filosofis dan akademis. Perjumpaan kebenaran, seperti dua perjumpaan lainnya, bersifat pribadi dan pengalaman, bukan sekadar kata-kata dan pengetahuan di kepala semata.

Perjumpaan Kebenaran

Awal - Proses - Tujuan
Kesadaran - Memimpin kepada Pengetahuan - Memahami Kebenaran

Ketika kita berfokus pada pengetahuan dan kebenaran, kita memampukan orang untuk mendapat pemahaman yang cukup untuk mampu secara akurat menafsirkan dua perjumpaan lainnya. Sebagai contoh, suatu demonstrasi kuasa memiliki signifikansi yang kecil, atau salah, kecuali jika hal itu dikaitkan dengan kebenaran. Pengetahuan mengenai sumber dan alasan bagi kuasa tersebut sangat penting untuk penafsiran yang tepat dari peristiwa demonstrasi kuasa tersebut. Kebutuhan akan pengetahuan seperti itu mungkin merupakan alasan mengapa Yesus menggunakan demonstrasi kuasa-Nya dalam konteks mengajar para murid-Nya.

2. Perjumpaan Kesetiaan

Perjumpaan kesetiaan yang melibatkan pelaksanaan kehendak dalam komitmen dan ketaatan kepada Allah, merupakan hal terpenting dari semua perjumpaan. Karena tanpa komitmen dan ketaatan kepada Yesus, tidak ada kehidupan rohani.

Perjumpaan Kesetiaan

Awal Proses Tujuan
Komitmen kepada Yesus Bertumbuh dalam hubungan Karakter Yesus Kristus

Perjumpaan kesetiaan awal membawa seseorang ke dalam hubungan dengan Allah. Melalui serangkaian perjumpaan antara kehendak kita dan kehendak Allah, kita bertumbuh secara dekat dengan Dia dan menjadi serupa dengan Dia, yaitu saat kita tunduk pada kehendak-Nya dan mempraktikkan kedekatan yang intim dengan Dia. Kesetiaan mula-mula dan hubungan yang dihasilkan dari awal tersebut sangat terkait dengan kebenaran, karena keduanya dikembangkan dalam perjumpaan kebenaran dan karena suatu hubungan dengan Allah merupakan alasan sejati bagi keberadaan manusia. Tersirat dalam perjumpaan kesetiaan adalah pemupukan buah Roh Kudus, terutama kasih kepada Allah dan manusia. Kita harus berbalik dari kasih kepada (atau, komitmen kepada) dunia yang berada di bawah pengaruh si jahat (1Yoh. 5:19) kepada Allah yang mengasihi dunia dan memberikan diri-Nya bagi dunia ini. Ketika kita bertumbuh dalam hubungan kita dengan Dia, kita menjadi serupa dengan Dia, menjadi serupa dengan gambar Kristus (Rom. 8:29).

3. Perjumpaan Kuasa

Perjumpaan kuasa berdampak pada dimensi lain dari pengalaman Kristen. Perjumpaan ini berfokus pada kebebasan dari penawanan musuh. Setan adalah pembuta mata kita (2 Kor. 4:4), penghalang, pelumpuh?musuh yang berusaha menjauhkan manusia dari kesetiaan kepada Tuhan dan kebenaran. Meskipun dia bekerja melalui semua indra manusia, musuh ini sepertinya secara khusus tertarik untuk melumpuhkan manusia secara emosional. Jika manusia ingin masuk untuk berkomitmen kepada Kristus, mereka perlu kebebasan secara emosi.

Perjumpaan Kuasa – Pandangan Seorang Pengamat

Awal - Proses - Tujuan
Menarik Perhatian - Demonstrasi - Percaya kepada Allah

Bagi orang yang disembuhkan, dilepaskan, diberkati atau dibebaskan dari cengkraman musuh, hasil utamanya adalah kebebasan. Namun, bagi seorang pengamat dampaknya sepertinya cukup berbeda. Jika ditafsirkan dengan benar, perjumpaan ini mengomunikasikan kebenaran-kebenaran dasar mengenai kuasa dan kasih Allah. Pengamat melihat bahwa Allah itu patut dipercaya karena Dia mau dan mampu membebaskan manusia dari cengkeraman Setan yang menghancurkan.

Perjumpaan Kuasa

Awal - Proses - Tujuan
Penyembuhan, pelepasan, dll. - Kebebasan yang meningkat, dll. - Kemenangan atas Setan

Meskipun kita tidak menyebutnya perjumpaan kuasa, demonstrasi kita akan kasih, penerimaan, pengampunan dan damai kita di masa-masa yang sulit?ditambah sejumlah kebajikan Kristen?memainkan peran yang sama untuk menarik perhatian orang dan memimpin mereka untuk percaya kepada Allah. Semua hal ini menjadi kesaksian akan kehadiran Allah yang kasih dan mau memberi hidup yang berkelimpahan serta mendatangkan pelepasan dari musuh.

Semua Perjumpaan Bekerja Bersama

Kesaksian para misionaris kita perlu menggunakan ketiga perjumpaan ini secara bersamaan, bukan secara terpisah, seperti yang dapat kita lihat dalam tiga bagian lingkaran di halaman berikut.

Orang perlu kebebasan dari musuh untuk (1) membuka pikiran mereka untuk menerima dan memahami kebenaran (2 Kor. 4:4) dan (2) melepaskan kehendak mereka agar mereka dapat memberi diri mereka berkomitmen kepada Allah. Namun, mereka tidak dapat mengerti dan menerapkan kebenaran Kristen, tidak pula mereka dapat menggunakan kuasa, tanpa komitmen yang berkelanjutan kepada Allah. Mereka juga tidak dapat memelihara kebenaran dan kesetiaan mereka tanpa kebebasan dari musuh yang dimenangkan melalui perjumpaan kuasa yang kontinu. Kita terus-menerus membutuhkan setiap dimensi ini dalam kehidupan kita.

Diagram diatas menunjukkan keterjalinan kerja dari ketiga aspek kehidupan dan kesaksian Kristen secara lebih detail.

Ada tiga tahap dalam proses, tahap terakhir adalah menjadi saksi bagi mereka yang masih berada di awal Tahap 1. Pada titik awal (Tahap 1), orang berada di bawah penawanan Setan dalam kebodohan dan kekeliruan dan berkomitmen kepada semacam kesetiaan non-Kristen. Melalui perjumpaan kuasa, mereka mendapat kebebasan dari penawanan, berpindah dari kebutaan dan kehendak yang dilemahkan oleh musuh ke dalam keterbukaan terhadap kebenaran. Melalui perjumpaan kebenaran dan kesetiaan, mereka menerima pemahaman yang cukup untuk bertindak, ditambah tantangan yang cukup untuk mendorong mereka agar berkomitmen kepada Kristus.

Pada tahap kedua, setelah memberikan kesetiaan mereka kepada Yesus, orang perlu terus melanjutkan peperangan rohani untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar dari upaya musuh yang terus-menerus untuk mengacaukan dan melumpuhkan mereka. Mereka juga perlu pengajaran yang berlanjut dan tantangan untuk komitmen dan ketaatan yang lebih besar. Mereka bertumbuh dalam hubungan mereka dengan Allah dan umat-Nya melalui ketiga perjumpaan yang berkesinambungan tersebut.

Pada tahap ketiga, hubungan yang terus berkembang ini menghasilkan perjumpaan kuasa melalui doa untuk menghancurkan kuasa musuh yang menipu, mengganggu, menyebabkan penyakit, merasuk dan hal semacam itu. Perjumpaan ini diikuti oleh perjumpaan kebenaran dan kesetiaan, sehingga orang-orang percaya ditantang kepada komitmen dan ketaatan yang lebih besar, khususnya untuk bersaksi bagi mereka yang masih berada di tahap pertama.

Melampaui pertumbuhan Kristen kita terletak kesaksian kita. Pada akhir pelayanan-Nya, Yesus banyak mengajar mengenai hubungan-Nya dengan para pengikut-Nya dan hubungan di antara para pengikut-Nya (seperti Yohanes 14-16), dan juga tentang otoritas dan kuasa yang akan Dia berikan kepada mereka (Kis. 1:8). Dia secara hati-hati mengaitkan kuasa dan otoritas untuk bersaksi (seperti Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15-18; Kis. 1:8).

Dia memberitahu para murid-Nya untuk menantikan kuasa rohani sebelum mereka keluar bersaksi (Luk. 24:49; Kis. 1:4), sama seperti Yesus sendiri menantikan untuk diberi kuasa pada saat pembaptisan-Nya (Luk. 3:21-22). Kita tidak sepenuhnya diperlengkapi untuk bersaksi tanpa kuasa Roh Kudus yang mendatangkan kebebasan dan menyingkapkan kebenaran (Kis. 1:8).

Beberapa Petunjuk Bagi Kaum Injili

Karena Setan adalah ahli dalam menipu dan memalsukan, kita harus menghadapinya, bukan menghindarinya. Dan kita tahu ketika kita menghadapi Setan bahwa Dia (Kristus) yang ada di dalam kita lebih besar daripada dia (Setan) yang ada dalam dunia (1 Yoh. 4:4), dan kita bersyukur kepada Allah karena Yesus telah “melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa” (Kol. 2:15). Tetapi kita masih berada dalam peperangan dan kita diperintahkan untuk mengenakan perlengkapan perang kita dan bertempur melawan “pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef. 6:11-12). Jadi, meskipun kita tahu bagaimana akhir dari peperangan ini, banyak pertempuran yang masih perlu kita jalani dan kita perlu mengetahui tentang musuh kita dan bagaimana melawan dia.

Ketika kita mensurvei ladang-ladang misi di dunia, kita menemukan banyak tempat di mana orang Kristen masih memiliki kesetiaan ganda. Banyak orang percaya, termasuk pendeta, masih pergi ke dukun dan orang-orang yang menjadi perantara roh. Pada saat yang sama, gereja-gereja karismatik dan Pentakosta yang mengkhususkan penginjilan dengan perjumpaan kuasa dan kesaksian mengalami pertumbuhan dengan cepat di sebagian besar wilayah di dunia.

Banyak kaum Injili bertumbuh dewasa dengan jenis pengetahuan-kebenaran Kristen yang tidak terlalu memperhatikan perjumpaan dengan kuasa kegelapan. Tetapi kita pergi bersaksi dan menginjili di antara orang-orang yang bertumbuh dalam masyarakat yang berorientasi dengan roh-roh dan sering kali menemukan bahwa pertobatan yang solid dan bertahan kepada Kristus sangat sulit dicapai dengan pendekatan pengetahuan-kebenaran semata.

Setan memalsukan kebenaran, memaksakan kesetiaan yang merusak dan memberi kuasa. Dia memiliki tiga panah dalam tabung panahnya. Namun, pada umumnya, para misionaris Injili hanya memiliki dua panah, sehingga pekerjaan mereka sering bergerak dengan susah payah di atas tanah berbatu-batu, yaitu kesetiaan ganda nominalisme. Kita menghadapi kesetiaan kepada ilah-ilah atau roh-roh lain dengan tantangan untuk berkomitmen kepada Yesus Kristus. Tetapi ketika orang membutuhkan penyembuhan, atau mencari kesuburan, atau ketika hujan jarang turun atau ketika terjadi banjir, sering kali jawaban kita adalah rumah sakit, sekolah dan pertanian secara modern. Kita menyediakan jawaban sekuler kepada apa yang bagi mereka (dan Alkitab) pada dasarnya merupakan masalah-masalah rohani.

Kita telah menghadapi pemalsuan “kebenaran” yang Setan lakukan dengan menunjukkan kebenaran Kekristenan yang sangat menarik, tetapi sering kali dalam cara yang abstrak sehingga pendengar kita hanya sedikit melihat verifikasi dari kebenaran itu dalam hidup kita. Dalam kebanyakan kasus, baik para misionaris maupun orang-orang Kristen lokal lebih terkesan dengan kebenaran ilmiah ketimbang kebenaran alkitabiah.

Elemen yang hilang bagi mereka dan bagi kita adalah “panah ketiga,” kuasa Perjanjian Baru yang sejati, pengalaman yang terus berlanjut akan hadirat Allah, yang setiap hari melakukan hal-hal yang dunia sebut sebagai mujizat. Kita harus menghadapi kuasa pemalsuan Setan dengan kuasa Allah. Kebenaran dan komitmen semata tidak akan berhasil. Kita memerlukan tiga jenis perjumpaan alkitabiah jika kita ingin berhasil dalam misi sedunia kita.


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas