PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Kekristenan Asia: Menyambut terbitnya Matahari

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Scott W. Sunquist

Sunquist.jpg


Scott W. Sunquist adalah W. Don McClure Professor dalam bidang Misi Dunia dan Penginjilan di Pittsburgh Theological Seminary. Beliau sebelumnya mengajar di Singapura dan menulis buku bersama Dale Irvin berjudul History of the World Christian Movement, Volumes I and II dan menyunting A Dictionary of Asian Christianity.



Yesus lahir di Asia, wafat di Asia, dan para pengikut-Nya yang mula-mula berasal dari Asia Barat menginjili ke timur dan juga ke barat. Di dalam Kisah Para Rasul 2, kita membaca bahwa di antara para peziarah yang berada di Yerusalem pada hari Pentakosta sebagiannya berasal dari wilayah-wilayah yang sekarang ini bernama Iran (Elam, Persia, Media), Irak (Mesopotamia), dan Turki (Kapadokia, Pontus, Asia, Firgia dan Pamfilia). Ketika Kekristenan menyebar ke timur, ia menyebar ke luar Kerajaan Romawi sampai ke Persia, musuh Roma. Permusuhan yang terus berlangsung antara kedua kerajaan tersebut memaksa orang-orang Kristen Persia mengembangkan bentuk ibadah, teologi dan praktik mereka sendiri yang unik Asia. Mereka mendirikan sidang gereja mereka sendiri.

Orang-orang Kristen Asia mula-mula, kebanyakan dari wilayah yang sekarang ini bernama Siria, Irak dan Iran, akan beribadah menghadap timur saat matahari muncul. Mereka akan berdiri dengan tangan terbuka, meniru salib, menghormati peristiwa kebangkitan. Orang-orang Kristen Persia ini bangga dengan fakta bahwa orang-orang Persialah yang pertama kali menyembah Yesus ketika Ia masih bayi di palungan, karena Allah menggunakan bintang untuk memberitahu para orang majus (ahli bintang Persia) bahwa Juruselamat sudah lahir di Asia barat. Khotbah orang Asia lebih puitis (seperti Mazmur) ketimbang didaktis (seperti orang Romawi) dan bahasa yang biasa dipakai adalah Siria, bukan Yunani atau Latin. Dalam empat abad pertama, Kekristenan menyebar di seluruh dan melampaui kerajaan Persia. Namun, hanya di Asia para pengikut Yesus menjumpai agama-agama “dunia” yang lebih besar, mapan dan lintas budaya. Perjumpaan dengan agama-agama lintas budaya ini – Zoroastrianisme, Budhisme, Hinduisme, Taoisme?yang sering kali merupakan agama negara, merupakan tantangan yang lebih besar bagi penyebaran Kekristenan ketimbang agama-agama lokal, agama “etnis” yang ada di Eropa dan Afrika.

Kekristenan di Asia memiliki lima penyebaran. Untuk mudahnya, kita akan menyebutnya dengan memakai kelompok utama yang terlibat dalam penyebaran ini: Persia (milenium pertama), orang Mongol yang menjadi ordo Fransiscan (1206-1368), ordo Jesuit (1542-1773), Protestan (1706-1950) dan orang Asia Pribumi (1950-sekarang). Penyebaran pertama dan terakhir?penyebaran yang paling efektif?berakar dari komitmen orang Asia sendiri untuk terlibat dalam pekerjaan misi lintas budaya kepada sesama orang Asia lainnya. Namun, tanpa campur tangan buah karya orang-orang dari ordo Fransiscan, Jesuit dan Protestan, fondasi bagi sebagian besar pekerjaan misi orang Asia saat ini tidak mungkin terjadi. Kekristenan Asia berutang kepada biarawan misionaris Asia mula-mula yang berkelana, para misionaris Barat dan para misionaris Asia Timur di masa kini.

Daftar isi

Penyebaran oleh Orang Persia

Pada masa paling awal Kekristenan Asia menyebar di sepanjang rute perdagangan, baik darat (“Jalur Sutra Lama”) dan laut. Beberapa komunitas Kristen mula-mula didirikan di sepanjang garis pantai selatan India, pertama di sebelah tenggara dan kemudian di sebelah barat daya.

Menurut tradisi yang dapat diandalkan, Rasul Tomaslah yang bepergian ke India, mendirikan komunitas Kristen pertama sebelum mati martir oleh serangan orang Hindu yang marah. Kekristenan India bertahan dari penindasan awal ini, tetapi reaksi orang Hindu, bersama dengan sistem kasta Hindu sendiri, sangat membatasi kesempatan bagi kesaksian Kristen di India.

Bahasa yang umum dipakai dalam perdagangan lintas Asia ini adalah Siria, dialek Aram, yang merupakan bahasa ibu dari Yesus. Sebagian besar dari misionaris “pembuat tenda” (tentmaker) mula-mula ini adalah para pedagang yang berlatar belakang Yahudi, membawa berita tentang Mesias bersama dengan barang dagangan mereka ketika mereka bepergian dan menetap di Asia Tengah. Persia selama era ini merupakan musuh utama Kerajaan Roma (selama dinasti Partia pada tahun 247 SM – 226 M, dan berlanjut sepanjang dinasti Sasania pada tahun 226-651 M). Melakukan perjalanan melintasi perbatasan musuh sangat sulit dan karena itu Gereja Asia berkembang secara independen dari Gereja Roma (berbahasa Latin), dan hanya memiliki kontak yang terbatas dengan Gereja Ortodoks yang berbahasa Yunani. Oleh karena itu, orang Kristen Persia belajar dalam sekolah-sekolah biara mereka sendiri di kota-kota seperti Nisibis, Mosul atau Seleukia-Ctesifon (sekarang disebut Irak). Banyak petobat dari dualisme ajaran Zoroaster, dan teologi mereka lebih tertarik pada kemurnian ibadah, pertentangan kosmik antara kebaikan dan kejahatan, dan Allah sebagai Pencipta segala sesuatu. Orang-orang Kristen Persia merupakan misionaris yang bersemangat, berkelana di seluruh Asia Tengah hingga sejauh Tiongkok untuk memberitakan Injil, memulai biara dan menanam gereja.

Pada tahun 635, biarawan Persia, Alopen, memimpin kelompok misionaris ke kota Xian, ibukota Dinasti Tang. Masa itu adalah waktu yang baik untuk tiba di Xian. Dinasti Tang dapat dikatakan masih muda dan karena itu masih terbuka pada pemikiran dari Barat. Karena itu para biarawan Persia (sering disebut Nestorian) diundang untuk menerjemahkan Kitab Suci mereka di sebuah rumah dekat kediaman kaisar. Dokumen publik yang selamat dari masa itu dalam bentuk “Monumen Nestorian” dengan tinggi sepuluh kaki yang didirikan tahun 781. Menurut monumen itu, biara-biara dan gereja-gereja dimulai di seluruh kerajaan dan agama baru tersebut diterima dengan baik di Tiongkok. Namun, seperti yang umum terjadi di Asia, Kekristenan menguat atau dihancurkan ketika dinasti berganti. Dalam kasus ini, ketika Dinasti Tang menurun, agama asing (termasuk Budhisme dan Zoroastrianisme) sedang ditindas. Akhirnya Budhisme beradaptasi dan menemukan rumahnya di Tiongkok, namun Kekristenan ditindas dengan keras selama berabad-abad. Sebagian besar orang di Barat sepenuhnya lupa tentang kehadiran Kekristenan di Tiongkok. Kekristenan bertahan di wilayah itu, tetapi ibadahnya berlanjut dalam bahasa Siria, bahasa yang tidak lagi dimengerti.

Kembali ke kampung halaman di Persia, penaklukkan orang M Arab (kira-kira tahun 650) awalnya memberi kebebasan bagi orang Kristen untuk beribadah. Perlahan-lahan, batasan ditambahkan yang mencegah orang Kristen untuk memperbaiki, membangun atau merenovasi gereja. Mereka juga dilarang menginjili atau menikah di luar komunitas mereka. Dengan batasan dalam kehidupan, ibadah dan melakukan perjalanan, gerakan misi orang Persia ke Timur berakhir. Kekristenan bertahan, tetapi terhalang oleh isolasi dan batasan-batasan.

Masa Antara orang Fransiscan-Mongol

Penyebaran kedua berlangsung singkat dan meneruskan tema yang umum: aturan dinasti membelokkan perkembangan Kristen. Tiongkok ditaklukkan oleh orang Mongol yang tidak menolak beragam agama yang mereka jumpai. Di bawah pemimpin seperti Jenghis Khan dan cucunya Kubilai Khan, orang Mongol menaklukkan dan menyerap budaya-budaya dari Korea sampai Polandia. Paus Innocent IV (1245) mengutus John of Carpini, Ordo Friar Kecil, untuk menenangkan ketimbang menobatkan orang Mongol. Dia tiba pada tahun 1246 dengan sebuah surat dari Paus memohon Khan untuk bertobat, dibaptis dan tunduk pada otoritas Paus. Taktik misi aneh ini hanya membangkitkan kemarahan Guyuk Khan, yang pasukannya sudah ada di perbatasan Hungaria. Guyuk menjawab agar Paus dan para raja di Eropa harus memberi upeti pada bangsa Mongol. Ketika Marco Polo kembali (1271) dari perjalanan 17 tahunnya di Tiongkok di antara orang Mongol, Kubilai Khan telah memberikan surat khususnya untuk Paus meminta agar mengirim 100 guru untuk mengajar orang Mongol mengenai Kekristenan. Permintaan tersebut tidak pernah dipenuhi karena Paus-paus di Eropa lebih peduli kepada mempertahankan kedudukan mereka secara militer daripada menyebarkan Injil secara rohani. Sebagai jawaban yang lemah dan terlambat atas surat Kubilai Khan (yang sudah meninggal ketika itu), John of Monte Corvino tiba di Khanbaliq (Beijing) pada tahun 1294. John menerima izin dari Khan yang baru untuk tinggal, mengkhotbahkan agamanya dan menerjemahkan beritanya.

Pekerjaan misinya yang mulia berakhir pada waktu kematiannya, 34 tahun kemudian (1328). Dilaporkan ke Eropa bahwa gereja Roma Katolik dibantu oleh kerajaan. Dua gereja utama dan dua rumah ordo Franciscan didirikan, dan banyak orang Mongol dibaptis. Namun, orang Mongol adalah penguasa asing dan kerajaan mereka yang singkat mulai menurun pada pertengahan abad 14. Ketika kerajaan Mongol runtuh, beberapa komunitas Katolik yang kecil ikut runtuh bersamanya. Dukungan kerajaan muncul dan sirna.

Penyebaran oleh Ordo Jesuit

Penyebaran utama ketiga datang dalam abad 16 yang bergejolak. Komunitas-komunitas orang Kristen di India dan Persia tetap kecil tetapi penuh kehidupan dan bersemangat. Namun kebanyakan mereka terputus dari kontak dengan orang Kristen lain. Ketika orang Portugis dan Spanyol mulai bergerak keluar dari Iberia, mereka datang dengan semangat untuk menemukan daerah baru dan keuntungan, tetapi juga dengan amanat dari Paus untuk mengkristenkan wilayah yang mereka temukan. Sebagian besar pelaut Portugis memiliki sedikit ketertarikan terhadap pekerjaan misi, tetapi mereka membawa orang-orang Dominican, Augustinian, Fransiscan dan kemudian, Jesuit (Serikat Yesus) di kapal mereka. Para misionaris Jesuit awalnya mengarahkan perhatian mereka ke selatan India. Melalui pendekatan kreatif dan inovatif dari Francis Xavier, mereka juga memulai di Malaka, kepulauan Maluku, Jepang, Vietnam, Siam (Thailand) dan Tiongkok. Di semua wilayah ini dan berbagai kerajaan yang berbeda-beda, kaum Jesuit menghargai bahasa dan budaya lokal. Karena sikap penghargaan ini, karya kaum Jesuit tetap bertahan. Gereja-gereja Jesuit tetap bertahan sejak akhir abad 16, sering kali di tengah penindasan yang besar. Akan tetapi, adaptasi mereka terhadap konteks budaya lokal adalah kontroversial.

Di Tiongkok, misionaris Italia, Matteo Ricci, mendesak agar nama lokal bagi Allah digunakan. Dia juga mengizinkan orang Katolik Tiongkok untuk terus menghormati arwah nenek moyang melalui lembaran kertas-kertas bagi nenek moyang dengan menafsirkan ritual tersebut sebagai pelaksanaan perintah kelima ketimbang sebagai penyembahan berhala. Ordo-ordo lain dan kepausan tidak setuju. Di India, Roberto de Nobili menampilkan diri sebagai sannyasi, atau orang yang meninggalkan kenyamanan duniawi untuk mengikuti jalan spiritual. Dengan itu, dia hidup sebagai seorang suci India yang mengikuti Kristus. Pendekatannya menarik orang-orang di kasta tinggi dan rendah, tetapi metodenya bertentangan dengan Gereja. Alexandre de Rhodes, Jesuit Prancis yang bekerja di Vietnam, menyesuaikan Katekismus Hari Kedelapannya dengan pertanyaan tertentu yang berasal dari orang-orang Konfusius, Budha dan Tao (disebut “agama tiga kali lipat” atau tam gido). Pendekatan misi ini berusaha mengerti budaya lokal dan menyajikan pengajaran Katolik dalam cara yang tidak menyinggung budaya tersebut secara tidak perlu. Pendekatan tersebut juga berusaha memperlengkapi pria dan wanita lokal untuk memimpin gereja. Untuk bermacam alasan, komunitas-komunitas Kristen di negara-negara ini mengalami penganiayaan yang kejam. Di Jepang muncul Kaisar Meiji, sekitar tahun 1603. Di Tiongkok Kerajaan Qing muncul, sekitar tahun 1636. Di Vietnam terus terjadi konflik antara Utara dan Selatan sampai Gia Long menyatukan negara itu pada tahun 1802. Di India para misionaris mengalami penolakan dari orang-orang Hindu dan Kerajaan M Mughal. Di dalam semua pendekatan ini, komunitas-komunitas Kristen berjuang untuk bertahan hidup di bawah kepemimpinan lokal.

Penyebaran yang dilakukan orang Protestan

Orang Kristen Protestan tidak benar-benar mulai sampai misi Denmark-Jerman mengutus misionaris pertamanya, Bartholomew Ziegenbalg dan Henry Plutschau, ke India pada 1706. Namun usaha ini tidak menjadi gerakan yang penting sampai pada dekade pertama abad 19. Sementara misi Katolik Roma didukung oleh raja-raja Spanyol dan Portugal, para misionaris Protestan sering bertentangan dengan perusahaan swasta yang menyediakan transportasi ke Asia: Perusahaan Dagang Hindia Timur milik Belanda dan Inggris. Pekerjaan orang Protestan di Asia berbeda dengan cara kerja orang Katolik Roma. Orang Protestan bekerja menerjemahkan seluruh Alkitab. Antara tahun 1727 hingga 1920, orang Protestan telah menerjemahkan Alkitab ke dalam 50 bahasa Asia dan Perjanjian Baru ke dalam 14 bahasa lainnya. Orang Protestan juga lebih menekankan pendidikan, terutama dalam bahasa-bahasa lokal. Para misionaris Protestan di seluruh Asia mendirikan fondasi bagi gerakan universitas modern di Asia pada pertengahan abad 19. Orang Protestan di Asia juga mulai merintis kemajuan dalam pekerjaan medis. Mereka memperkenalkan bentuk awal dari inokulasi, pembedahan dan leprosarium. Dalam bidang pendidikan, mereka memperkenalkan ilmu pengetahuan modern dan matematika di samping penyelidikan Alkitab. Orang Protestan sering kali memperkenalkan adat istiadat sosial barat, pakaian dan kebiasaan mereka sebagai bagian dari pesan Injil. Namun, sebagian besar penyebaran Kekristenan di Asia diselesaikan oleh orang Asia sendiri. Karena itu, bentuk lokal dan praktik Kekristenan cenderung muncul ketika para pemimpin lokal mengajar Alkitab dalam bahasa lokal mereka. Di Korea, contohnya, petobat Protestan pertama berkelana ke Manchuria untuk meminta penerjemah Alkitab John Ross, datang dan membaptis sekelompok orang Korea. Mereka bertobat karena membaca kitab-kitab Injil yang telah Ross terjemahkan di Tiongkok dengan bantuan seorang Korea.

Salah satu ketegangan utama dalam pekerjaan misionaris Protestan di Asia adalah apakah orang Asia perlu pengetahuan dan budaya Barat, atau hanya Alkitab dan pendidikan yang sangat dasar. Banyak misionaris mempertahankan pesan mereka terbungkus dalam berbagai asumsi tentang kerajaan di barat, kemajuan dan keunggulan budaya mereka sendiri. Mereka mengharuskan pendidikan tinggi bergaya barat, mengajar mata pelajaran dan pengetahuan seperti di barat. Misionaris lain lebih berfokus pada tiga prinsip yang dilandaskan pada kemandirian (mendanai sendiri, mengatur sendiri dan menyebarkan sendiri) dan tidak terlalu memperhatikan perkembangan sekolah bagi pendidikan tinggi dan istitutsi yang membutuhkan dukungan dari luar.

Di kebanyakan wilayah, dampak terbesar dari misi Protestan adalah di antara kelompok suku yang lebih miskin, seperti orang Dalit (atau orang-orang buangan) dan suku minoritas lainnya. Gereja-gereja Protestan didirikan, dan pertumbuhan terbesarnya terjadi setelah Perang Pasifik, ketika koloni-koloni mendapatkan kemerdekaan bangsa mereka sendiri. Ketika dominasi Barat berkurang, Kekristenan Asia meningkat. Pekerjaan misi sangat penting dan mendasar, tetapi pekerjaan dan pertumbuhan yang terbesar terjadi di bawah kepemimpinan orang Asia sendiri.

Penjangkauan di antara sesama orang Asia

Meskipun orang Asia selalu memiliki peran dalam penyebaran dan mengembangkan Kekristenan di Asia, sebagian besar sejarah kemajuan Kristen telah sangat dihalangi di bawah sistem melet Zoroastrianisme yang sangat menindas, sistem dhimmi dari M dan sistem kasta dari Hinduisme. Setelah masa kolonialisasi barat dan Jepang, Kekristenan berkembang di banyak wilayah Asia dengan kekuatan yang besar. Di mana masih ada agama nasional yang kuat (Irak, Iran, Arab Saudi, Thailand, Banglades, Israel), Kekristenan menjadi lambat bertumbuh, atau bahkan menurun. Namun, di kebanyakan negara Asia, Kekristenan mengalami pertumbuhan terutama melalui usaha orang Asia sendiri. Sebagian besar pertumbuhan gereja di India berasal dari pekerjaan 20.000 misionaris India yang bekerja lintas budaya dalam negara mereka sendiri. Kekristenan lebih kuat daripada sebelumnya di negara-negara seperti Nepal, Kamboja, Vietnam dan Laos karena para misionaris dari India, Korea, Malaysia, Taiwan, Tiongkok dan Singapura. Banyak orang Asia bekerja secara kreatif di Negara-negara asing dan menanam gereja sambil berdagang, bekerja kasar atau bekerja pabrik. Dua contoh terbesar adalah Korea dan Tiongkok. Di Korea Selatan, Kekristenan telah berkembang sampai sepertiga dari populasi sejak pemisahan dari wilayah Utara. Di Tiongkok, Kekristenan telah bertumbuh dari sekitar dua juta pada tahun 1950 menjadi lebih 60 juta pada hari ini, mungkin pertumbuhan terbesar dalam sejarah dalam rentang dua generasi. Hampir semua pertumbuhan disebabkan oleh berbagai upaya misi yang dilakukan orang Tiongkok sendiri.

Masa kini, sebagai kebalikan dari tujuh abad pertama, orang Kristen dari Tiongkok berkomitmen untuk membawa Injil kembali ke Barat, baik melalui darat atau laut. Gerakan “Kembali ke Yerusalem” adalah sebuah kebalikan dari gerakan Kekristenan awal di Asia yang membawa Injil ke Tiongkok. Jadi, gerakan pertama dan kelima dari Kekristenan di Asia telah berjalan dari pinggiran kepada pinggiran: dari Asia Barat ke Asia Timur dan sekarang dari Asia Timur ke Barat.


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas