PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Tim Perintis di Zambia, Afrika

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Philip Elkins

Elkins.jpg
Phillip Elkins melayani di Zambia selama lima tahun dan selama empat tahun di Liberia. Beliau adalah presiden dari Language and Culture Institute, yang selama 25 tahun telah menyediakan pelatihan langsung yang didasarkan pada pengalaman dalam komunitas etnis di Amerika dan luar negeri. Beliau melayani sebagai direktur pertama dari program Intercultural Studies di Fuller Theological Seminary.


Studi kasus penanaman jemaat ini berbeda dari beberapa lainnya karena studi kasus ini menggambarkan sebuah tim misionaris yang bersatu bersama sebelum memasuki suatu ladang. Sebagian besar usaha dilakukan oleh sebuah badan pengutus dan mereka menyatukan beberapa orang yang baru pertama kali bertemu di lapangan. Tim ini bertemu bersama pada tahun 1967 dari perhatian yang sama untuk menjangkau kelompok suku yang belum terjangkau atau “tersembunyi” yang Allah sudah persiapkan untuk menerima pesan penebusan-Nya.

Tim ini menjadikan “Tim Misi Rasuli” dari abad pertama sebagai model mereka. Kelompok ini memiliki beragam talenta dan karunia dengan beragam tingkatan pengalaman lapangan. Stan Shewmaker sudah pernah bekerja di Zambia, Afrika selama lima tahun; Frank Alexander di Malawi, Afrika selama empat tahun; Philip dan Norma Elkins pernah mengunjungi dan meneliti misi di 71 negara; dua pasangan lain pernah ditugaskan dalam jangka pendek di Afrika. Umur dari anggota tim beragam dari 25 sampai 33 tahun. Lima orang dalam kelompok ini memiliki gelar dalam bidang studi Biblika dan telah menyelesaikan gelar master dalam bidang misiologi sebelum pergi ke ladang.

Karena pengalaman dan pelatihan ini, tim merasa dapat berfungsi sebagai badan tersendiri sama seperti “tim” Paulus-Timotius-Lukas-Silas dalam Perjanjian Baru. Kelompok ini diutus oleh jemaat “Antiokia” di San Fernando, California. Badan gereja ini mengakui bahwa agen pengutus yang sebenarnya adalah Roh Kudus (Kis. 13:4, “Oleh karena disuruh Roh Kudus”) dan karena itu tidak melihat diri mereka sebagai organisasi pengatur atau “pembuat keputusan.” Tanggung jawab pembuatan keputusan di lapangan diserahkan kepada tim, diarahkan oleh Roh Kudus, dalam kemitraan dengan kepemimpinan Kristen nasional di lapangan.


Daftar isi

Keputusan Awal dan Keyakinan

Ketika tim ini mencari kelompok suku yang belum terjangkau (dua tahun), mereka menyimpulkan bahwa Roh Kudus sedang memimpin mereka kepada sebagian kelompok dari suku Tonga (salah satu suku terbesar di Zambia, berjumlah lebih dari 300.000) yang disebut Toka-Leya. Sembilan puluh lima persen dari kelompok ini adalah penganut suatu agama etnis, agama lokal, agama suku tersebut (sebagian orang lebih memilih menggunakan istilah animistik). Dalam radius dua belas mil di mana tim ini bermukim (wilayah target utama) ada 100 desa dengan empat jemaat kecil yang tidak berkembang selama beberapa tahun (totalnya 75 orang Kristen).

Tim ini menghabiskan hampir seluruh dua tahun pertama (1970-71) belajar bahasa dan budaya, tanpa terlibat terlalu banyak dalam kegiatan penginjilan yang terang-terangan. Pada akhir tahun 1973, ada empat kali lipat gereja (16) dan enam kali lipat keanggotaan gereja (450). Di luar radius dua belas mil ini, gerakan yang sama sekali baru telah dimulai. Sebagai contoh, di wilayah kekuasaan suku Moomba, 70 mil ke utara, orang Kristen lokal yang baru dilatih menanam enam gereja dengan 240 anggota dalam beberapa bulan. Ini dilakukan pada tahun 1973 dan memenangkan kepala sukunya, sepertiga dari kepala desa dan kedua hakim pengadilan mereka.

Saya menyebut respons awal yang cepat ini untuk menunjukkan bahwa kami memang dipimpin kepada sebuah “kantong yang telah menguning” dari mosaik Allah akan kelompok-kelompok suku. Kami mengetahui bahwa gereja lokal, yang dimotivasi dan dilatih, harus menjadi kendaraan untuk mengumpulkan panen. Pada tahun 1974, kami merasa sebagian besar tim Amerika dapat kembali. Pada tahun 1979, dua keluarga “asing” terakhir merasa mereka secara bertanggung jawab pindah ke kelompok suku yang baru untuk memulai proses yang sama kembali. Hari ini gereja lokal di sana meneruskan proses memenangkan dan memuridkan kepada seluruh masyarakat mereka.

“Metode,” “pendekatan” dan “strategi” mungkin merupakan kata-kata yang “tidak rohani” bagi perbendaharaan kata beberapa orang Kristen. Saya merasa dalam konteks usaha ini ada validitas menggunakan strategi dan metode khusus yang diikuti oleh tim ini. Selain dari apa yang telah saya jelaskan sebelumnya, saya rasa dua tahun pertama di mana kami terlibat sebagai “pelajar” secara mendalam terhadap wawasan dunia suku Tonga (bahasa, gaya hidup, nilai-nilai, politik, struktur sosial, kepercayaan, sistem pendidikan dan aspek lain dari budaya tersebut) sangat penting bagi usaha kami sebagai para penanam gereja. Istri saya dan saya tinggal di sebuah desa yang berpenduduk 175 orang dan mengikuti gaya hidup yang sangat mirip dengan keluarga Toka-Leya lainnya. Kami belajar untuk “sedih” ketika mereka sedih dan “merasakan” apa yang mereka rasakan. Kami mengidentifikasi bukan utamanya untuk “diterima,” meskipun ini memang penting, tetapi untuk mengerti dan menghargai budaya mereka untuk dimensi terbaik mereka. Kami perlu mengetahui bagian mana yang telah berfungsi secara positif di dalam kehendak dan tujuan Allah. Kami perlu tahu apa yang harus dilawan dan diubah untuk menyesuaikannya dengan tuntutan kerajaan Allah.

Mungkin yang paling kritis adalah perlunya belajar di mana mereka memiliki ”kebutuhan yang dirasakan,” yang melalui hal-hal itu pesan penebusan Allah dapat diterima sebagai kabar baik. Pesan yang telah diproklamasikan sebagai “Injil” oleh upaya-upaya Kristen sebelum kami sebenarnya dilihat sebagai “Kabar Buruk.” “Injil” dilihat sebagai panggilan Allah kepada manusia untuk memiliki satu istri dan tidak minum bir. Meskipun Kekristenan berbicara banyak hal yang lain, ini yang dilihat sebagai “pusat” dari pesan Injil. Karena para misionaris memiliki perhatian yang besar untuk mendirikan sekolah buat anak-anak, populasi orang dewasa merasa pesan Injil baik buat anak-anak tetapi hampir tidak masuk akal bagi orang dewasa.


Memahami Wawasan Dunia Suku Tonga

Selama dua tahun melakukan ”identifikasi inkarnasional,” persepsi suku Tonga akan realitas (wawasan dunia) menjadi semakin jelas bagi kami. Terhadap persepsi akan realitas inilah kami harus menyesuaikan kehidupan dan pesan kami. Secara grafis, hal ini dapat digambarkan kepada seorang Barat sebagai berikut:

Suku Tonga percaya bahwa manusia dapat mempengaruhi jabang bayi yang belum lahir dalam tubuh orang lain. Sebagai contoh, jika keluarga wanita yang sedang hamil mendatangkan kematian kepada anggota keluarga Anda, Anda dapat meminta bantuan dukun untuk menyebabkan kematian janin wanita tersebut (tanpa menyentuh wanita hamil tersebut secara fisik).

Kategori hidup sebagai orang hidup berhubungan dengan konsep kami tentang manusia yang hidup dengan keterbatasan fisik mereka yang sementara. Tetapi setelah kematian fisik manusia ini selanjutnya hidup sebagai orang mati. Kepribadian, musuh pribadi, prasangka, pilihan rasa dan lainnya, terus ada. Jadi, manusia dapat pergi ke kuburan orang orang mati yang dianggap masih hidup dan meminta bantuan berdasarkan pengetahuan akan kepribadian dan tanggung jawab hubungan orang yang sudah mati itu. Mirip dengan itu, orang mati yang dianggap masih hidup dan ditinggikan perlu dinaikkan doa secara hormat karena status yang mereka miliki ketika masih hidup sebagai orang hidup.

Orang mati yang dilupakan adalah orang-orang yang nama dan kepribadiannya telah hilang dari ingatan orang hidup. Jadi, tidak ada yang dapat memohon sesuatu kepada mereka, memuaskan mereka. Kelompok ini menyajikan suatu dimensi realitas yang menyentuh pusat ketakutan, pemahaman dan frustasi suku Tonga.

Di dalam kerangka “realita” ini saya akan menggambarkan bagaimana tim kami menemukan jalan untuk berbicara kepada kebutuhan yang mereka rasakan. Suku Tonga percaya bahwa Allah (Leza) menciptakan manusia dan, untuk sementara waktu, hidup bersama dengan mereka. Tetapi ketika manusia merusak hubungan mereka dengan Allah (dalam sebuah cerita seorang wanita memukul Allah), Allah meninggalkan mereka, dan semua komunikasi langsung menjadi tidak mungkin. Satu-satunya cara yang tertinggal untuk berbicara kepada Allah adalah, melalui orang yang sudah menjadi orang mati yang masih hidup atau orang mati yang diagungkan. Tetapi ketidakmampuan untuk “mendengar jawaban” dari Allah, mengenal kepribadian-Nya, mengetahui apakah kebutuhan mereka sudah dengan memadai dikomunikasikan, mewakili wilayah dari kebutuhan yang mereka rasakan.

Nenek moyang yang telah terlupakan umumnya dipercaya sebagai roh-roh yang merasuki manusia untuk membunuh mereka. Sakit keras dihubungkan dengan roh-roh seperti itu, dan kecuali jika manusia bisa mengusir roh ini, kematian pasti terjadi. Roh lainnya mewakili orang asing yang telah mati dan dilupakan (dari suku lain) yang sering dihubungkan dengan sakit yang panjang tapi tidak mematikan. Roh-roh ini sering kali merasuki manusia dan menggunakan manusia sebagai pengantara untuk berkomunikasi dengan komunitas. Komunitas merespons kerasukan ini dengan berkumpul untuk berdansa dan menyanyi bagi roh ini. Tujuan dari mereka berkumpul adalah untuk menenangkan, mengontrol dan kalau bisa mengusir roh tersebut.

Terakhir, ada roh-roh yang diciptakan oleh peran manusia. Roh-roh tertentu ini paling ditakuti dan dikhawatirkan bagi orang-orang di tempat saya tinggal. Tidak satu pun tulisan yang saya pelajari mengenai roh-roh di Afrika yang membahas roh khusus ini, meskipun roh yang diciptakan manusia tidak ada di suku Afrika lainnya.

Pengertian kami muncul dalam cara seperti ini. Pada suatu hari seorang anak laki-laki yang sakit parah dibawa kepada saya. Anak ini hampir mati dan saya rasa keahlian medis sudah tidak dapat membantu. Saya membawa orangtua dan anak itu ke rumah sakit, tetapi saya melihat anak itu mati. Dari perspektif medis Barat, anak tersebut mati akibat komplikasi malaria dan anemia. Setahun kemudian, saya mengunjungi sebuah pengadilan kasus di desa di mana seorang pria dituduh telah membunuh anak yang tadi. Pria tersebut akhirnya mengakui bahwa ia bersalah setelah pengadilan berminggu-minggu. Alasannya adalah pria itu merasa telah menjadi korban dari ayah anak tersebut dan dia ingin membuat roh ciptaannya sendiri bernama isaku. Tidak seorang pun selama pengadilan itu mau menjelaskan kepada saya apa sebenarnya roh isaku tersebut. Orang-orang yang biasanya mudah memberi informasi menolak mengatakan apa pun mengenai roh ini. Pada saat itu, istri saya dan saya mengunjungi sebuah desa di malam hari di mana semua wanita tidak memanggul anak mereka di sekitar perapian. Ini sangat tidak biasa. Saya bertanya alasanya kepada mereka dan mereka menjelaskan bahwa ini disebabkan ada banyak roh isaku di desa mereka dan mereka sangat mengkhawatirkan keselamatan anak-anak mereka. Mereka berkata bahwa anak-anak mereka berada di gubuk sehingga bisa diawasi. Ketika mereka menemukan bahwa saya tidak tahu apa itu roh isaku, mereka hanya menjelaskan bahwa itu adalah roh yang jahat. Karena semua roh dianggap jahat, ini sangat tidak membantu.

Setelah berminggu-minggu lewat, saya akhirnya membujuk seorang dukun, yang biasanya mengunjungi daerah kami, untuk menjelaskan isaku. Roh ini dapat diciptakan oleh orang yang ingin sesuatu dicuri, dibunuh atau melayani keinginan mereka. Untuk menciptakan isaku, seseorang pertama-tama harus menggali dan memenggal kepala dari tubuh yang baru saja dikubur. Kepalanya harus dipindahkan pada tengah malam ke suatu wilayah terpencil di mana ada dua jalur bersimpangan. Sebuah perapian harus dibuat dan ramuan tertentu perlu ditambahkan ke dalamnya. Asap yang dihasilkannya akan menutupi kepala tersebut yang sebelumnya sudah dibubuhi bagian-bagian tubuh dari binatang (kulit ular, bulu burung, kaki kelinci, dll.). Jika dilakukan dengan benar, upacara ini akan menghasilkan suatu roh yang disebut isaku. Bagian fisik dari roh ini harus disimpan, diberi makan dan disembunyikan. Jika seseorang merawat isaku dengan benar, orang tersebut mendapatkan keinginannya. Jika tidak dengan baik dirawat, isaku dapat membunuh orang tersebut atau anggota keluarganya. Ketika seseorang yang memiliki isaku meninggal, saudara yang mewarisi namanya juga mewarisi isaku. Biasanya, tidak ada yang mau mengatakan kalau mereka memiliki isaku. Jadi, jika seorang saudara yang diminta mewarisi sebuah nama curiga isaku juga termasuk di dalamnya, orang tersebut dapat menolak menerima nama itu.

Jika siapa pun mewarisi sebuah nama, dan dengan tidak tahu harus menerima isaku, mereka belajar dari kesalahan tersebut secara menyakitkan. Suatu hari mereka mungkin tiba di rumah untuk mendengar bahwa seorang anak tiba-tiba telah mati.

Ketika pengetahuan kami meningkat mengenai roh isaku ini, banyak celah dalam pengertian kami terhadap suku Tonga menjadi terisi. Kami semakin peka melihat betapa tidak berdayanya orang-orang ini berhadapan dengan roh isaku dan orang yang menciptakannya.

Hal ini bersama dengan kesadaran bahwa suku Tonga mengira semua kematian merupakan hasil usaha seseorang yang terang-terangan menyebabkannya, membantu kami mengerti secara luas sebagian besar perseteruan dan kemarahan yang ada di antara individu dan keluarga.

Menjawab Kebutuhan yang Dirasakan

Dari semua pengertian di atas, sebuah gambaran kebutuhan yang dirasakan muncul dan dari situ Allah dapat berbicara secara berarti. Kabar baik pertama dari Allah bagi suku Tonga adalah Dia telah memberi kepada kami Roh Kudus. Suku Tonga tidak tahu adanya roh yang baik, apalagi Roh Kudus dari Allah sendiri sebagai sebuah karunia. Kami membagikan kepada mereka bahwa kami tidak takut, seperti mereka, terhadap roh isaku karena kami memiliki Roh yang berdiam di dalam diri kami yang tidak menerima roh lainnya. Roh di dalam kami lebih kuat dari roh mana pun. Ini menjelaskan sukacita, keyakinan dan harapan serta kurangnya rasa takut yang mereka lihat dalam kehidupan kami.

Bagian kedua dari kabar baik kami adalah Allah, yang telah mereka kenal dengan nama, tidak meninggalkan mereka. Suku Tonga telah meninggalkan Allah, tetapi Dia mau hidup kembali di antara mereka. Dia telah membuktikan keinginan-Nya dengan mengutus Anak-Nya untuk hidup sebagai manusia dan menunjukkan manusia bagaimana sebenarnya hidup. Kami menjelaskan bahwa mereka sekarang dapat berbicara secara langsung kepada Allah mengenai kebutuhan mereka dan Anak Allah ini juga merupakan pribadi yang menjadi pembela mereka di hadapan Allah. Kami menjelaskan lebih jauh bahwa Anak Allah sangat ingin mengenyahkan dosa dan kesalahan yang kami hidupi sehingga Dia sendiri yang menerima hukuman tersebut bagi kami.

Suku Tonga mulai menyadari bukti nyata perkataan kami bahwa Roh Kudus hidup di dalam kami. Agar saya tidak disalahmengerti oleh pembaca tulisan ini, saya tidak berbicara mengenai karunia berbahasa lidah. Saya berbicara mengenai apa yang diterima oleh setiap orang Kristen pada saat mereka lahir baru.

Kami juga berbicara mengenai bukti nyata yang berasal dari pengenalan akan Alkitab. Ini memiliki dampak yang tidak terlalu langsung, karena kebanyakan orang di sana tidak bisa membaca. Namun, Firman Allah tidak terkurung dalam halaman cetak. Firman Allah dikomunikasikan setiap hari oleh Allah yang mau menyatakan diri-Nya dalam kehidupan mereka. Dia menyatakan diri-Nya pada suatu hari ketika kami sedang berada di suatu desa di mana kami dihentikan oleh seorang wanita yang mabuk yang melarang kami datang ke desanya. Wanita itu berkata bahwa mereka mengikuti Setan bukan Allah. Tetapi malam itu wanita tersebut mati dan pada hari berikutnya ratusan orang datang ingin mengetahui lebih jauh apa kehendak Allah bagi hidup mereka.

Pemimpin politik utama di wilayah kami telah membawa orang-orang ke kuburan nenek moyang setiap tahun untuk memohon hujan. Ketika dia menerima kabar baik, dia menyatakan imannya dengan memimpin orang-orang kepada jalan yang baru. Ketika kekeringan pertama muncul, dia memanggil orang-orang untuk berkumpul dan mengisi hari itu dengan berseru kepada Allah memohon hujan. Ini merupakan langkah yang berani yang melebihi iman beberapa misionaris. Tetapi Allah menghormati keberanian ini dan sebelum matahari terbenam, bumi dibasahi oleh hujan.

Di desa tempat kami mendirikan tempat tinggal kami, hampir setengah dari populasi dewasa menerima baptisan. Mengikuti inisiatif mereka, kami mengisi sebuah malam dalam doa sebelum pergi keluar berkelompok untuk membagikan iman kami ke desa lain.

Ketika tim misionaris Amerika melihat semakin banyak gereja ditanam, kami mulai mengubah peran kami sebagai pemimpin dalam penginjilan dan penanaman gereja. Saya percaya itu merupakan strategi yang baik bagi kami untuk mengidentifikasi diri dengan suku Tonga secara fisik dan menyediakan model secara fisik dan rohani bagi penginjilan. Saya tahu ini merupakan sebuah konsep yang sudah dianggap kuno oleh banyak kalangan, tetapi saya merasa hal ini tetap perlu ditekankan dalam usaha misi perintisan.

Untuk melatih para pemimpin lokal kami mendirikan 16 pusat pelatihan untuk melatih semua orang Kristen dalam dasar-dasar iman Kristen, dan mendirikan kursus khusus bagi mereka yang muncul sebagai pemimpin gereja. Ini dilakukan dengan orang Kristen baru menanggung biaya kursus. Kami mengikuti praktik untuk tidak mensubsidi pembangunan bangunan atau menyediakan dana bagi mereka yang mau masuk ke dalam pelayanan pengabaran Injil.

Bersiap untuk Pertempuran

Saya tidak dapat menutup kisah ini tanpa mengakui bahwa kami, seperti tim yang bekerja dengan Paulus, mengalami beberapa konflik antarpribadi dan kemunduran dalam mencapai sasaran pelayanan kami, termasuk pengkhianatan oleh orang-orang percaya dan ditinggalkan oleh beberapa orang yang sangat kami harapkan. Tetapi kami menerima semua itu sebagai hal yang wajar dalam peperangan “melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Ef. 6:12).

Saya pikir penting seseorang mengenal Alkitab dengan cukup baik agar bisa tahu di mana peperangan tersebut terjadi. Saya pikir kami mengundang kekalahan ketika kami tidak berusaha belajar bahasa lokal dengan baik agar dapat mengajar secara efektif dengan bahasa tersebut. Saya pikir sangat penting agar kami ikut serta secara nyata dalam gaya hidup dan pergumulan orang-orang di tempat di mana kami diutus. Ketika kami tidak mendasari pernyataan kami dalam suatu pemahaman akan kesedihan orang-orang dan kebutuhan yang dirasakan, dan ketika kami mengizinkan pengertian budaya kami tentang pesan Kristen membutakan kami terhadap apa yang Allah ingin katakan dalam budaya dan latar yang sangat berbeda, kami mengundang kegagalan.

Saya dengan sepenuh hati mendukung pendekatan tim ini dalam usaha misi perintisan mereka. Selama lima tahun saya di Zambia, salah satu pasangan tim yang ada sejak awal meninggalkan kami, tetapi pasangan yang lain datang dan bergabung. Selain itu, dari sejak awal, kami berusaha keras untuk mengembangkan kepemimpinan tim dengan memasukkan orang-orang Kristen Tonga. Pendekatan tim ini bukanlah satu-satunya cara untuk mendekati tugas ini, tetapi itu merupakan bagian dari apa yang membuat lima tahun kami di Zambia menjadi pengalaman yang produktif dan membahagiakan.



Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas