PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Panggilan Misi Israel

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Walter C. Kaiser, Jr.

Kaiser.jpg
Walter C. Kaiser, Jr., adalah Presiden Emeritus dari Gordon-Conwell Theological Seminary dan Colman M. Mockler Distinguished Professor of Old Testament. Awalnya dia mengajar di Trinity Evangelical Divinity School dan Wheaton College dan pernah melayani sebagai pendeta. Salah satu dari antara banyak karya tulisannya adalah Toward An Old Testament Theology dan The Promised-Plan of God.
Tulisan ini diadaptasi dari kuliah yang diberikan kepada mahasiswa di Trinity Evangelical Divinity School di Deerfield, IL. Digunakan dengan izin.


Ada kesalahpahaman yang populer bahwa Perjanjian Lama (PL) tidak memiliki suatu mandat misi dan bahwa PL adalah sebuah kitab yang didedikasikan hanya bagi orang Yahudi dan sejarah Yahudi. Akan tetapi, pandangan tersebut tidak sesuai dengan klaim yang dibuat oleh Perjanjian Lama itu sendiri. Bahkan jika membatasi penyelidikan kita kepada tiga teks kunci dalam Perjanjian Lama, kita akan langsung dapat melihat bahwa ketiga teks ini menghadirkan beberapa pernyataan panggilan misi yang paling kuat yang bisa ditemukan di mana pun di Alkitab.

Jika kita memperhatikan dengan saksama permulaan dari Perjanjian Lama maka kita akan lebih lambat menilai bahwa Perjanjian Lama tidak memiliki tantangan misi. Pesan dalam pasal-pasal terawal Kitab Kejadian adalah universal ruang lingkupnya dan global audiensnya. Bukankah Allah berurusan dengan “semua kaum di muka bumi” ketika Allah bertindak dalam anugerah yang menyelamatkan di ketiga titik penghubung spesifik dalam Kejadian 1-11? Sejak kejatuhan manusia, air bah di bumi dan kegagalan Menara Babel, Allah mengarahkan pesan agung mengenai keselamatan kepada seluruh umat manusia (Kej. 3:15; 9:17; 12:1-3).

Dan jika kita meragukan bahwa janji Allah kepada Abraham (Kej. 12:1-3) adalah global ruang lingkupnya dan universal dalam penawarannya, kita harus memperhatikan bahwa “bangsa-bangsa” yang terpencar di seluruh bumi muncul di Kejadian 10, di dalam apa yang sering disebut “Tabel Tujuh Puluh Bangsa.” Daftar seluruh bangsa, bahasa dan kaum merupakan latar belakang bagi janji Allah untuk memberkati “semua kaum di seluruh bumi” dalam Kejadian 12:3.

Daftar isi

Bangsa Non-Yahudi Perjanjian Lama Menjadi Beriman

Perjanjian Lama mencatat fenomena bangsa-bangsa non-Yahudi yang beriman akan kedatangan “benih” atau “Orang yang Dijanjikan.” Salah satu contohnya adalah Melkisedek, raja dan imam atas Salem atau Yerusalem (Kej. 14). Orang non-Yahudi ini secara terbuka menyatakan imannya di dalam Yehova (Yahweh). Contoh yang lain adalah Yitro, orang Midian yang adalah mertua Musa. Yitro menunjukkan komitmennya kepada Allahnya Musa dengan duduk dalam persekutuan dengan Musa dan Harun untuk makan roti di sekitar korban bakaran (Kel. 18). Ada juga contoh lain yaitu Bileam, yang tak seorang pun bisa menuduhnya pro Yahudi. Bileam sangat ingin menyenangkan Balak, raja Moab, dan mengutuk bangsa Israel. Namun Allah berbicara kepada dan melalui dia bahkan meskipun dia memulai dengan sangat sulit – manakala keledainya menunjukkan pengertian rohani yang lebih tajam ketimbang dia sendiri. Meskipun demikian, Bileam memberikan kepada kita dua pasal yang luar biasa, termasuk nubuat agung terbesar (dan satu-satunya) mengenai Mesias (Bil. 23-24).

Pernah terjadi di mana seluruh kota-kota bangsa-bangsa lain bertobat akibat khotbah dari satu orang nabi Yahudi – ambil contoh, Yunus dan misinya ke Niniwe. Yunus sangat enggan untuk pergi ke Niniwe untuk berkhotbah kepada bangsa lain yang jahat, yang pernah membantai orang Yahudi. Hanya setelah “berkeluh kesah” dan melalui “pengalaman di perut ikan” barulah akhirnya Yunus pergi dan berkhotbah kepada bangsa Niniwe. Penduduk kota itu berbalik kepada Allah dalam jumlah besar meskipun Yunus berharap khotbahnya tidak akan ditanggapi seorang pun.

Beberapa orang mungkin masih tetap skeptis bahwa Allah secara eksplisit mengamanatkan bangsa Israel di zaman Perjanjian Lama untuk pergi kepada bangsa-bangsa lain. Mari kita melihat tiga bagian dalam Perjanjian Lama untuk menyelesaikan masalah ini.

Tiga Teks Dasar

Ada tiga teks dasar yang bisa menjelaskan mandat misi yang telah Allah rancang bagi seluruh bangsa Israel: Kejadian 12:1-3, Keluaran 19:4-6, dan Mazmur 67. Kita tidak mungkin mengerti Perjanjian Lama secara akurat tanpa menyelidiki ketiga teks ini dalam konteks misinya. Di dalam rencana dan tujuan Allah, Israel selalu bertanggung jawab untuk mengomunikasikan pesan anugerah Allah kepada bangsa-bangsa. Bangsa Israel dimaksudkan untuk menjadi suatu bangsa pemberita.

Agar jangan kita berpikir bahwa ketiga teks Perjanjian Lama ini memberi mandat hanya kepada orang-orang pada masa itu saja dan karena itu sama sekali tidak relevan bagi kita yang hidup di era Kristen, maka perlu dijelaskan bahwa ketiga teks tersebut juga merupakan panggilan Allah bagi kita:

  1. Memberitakan Rencana Allah untuk Memberkati Bangsa-bangsa (Kej. 12:3)
  2. Berpartisipasi dalam Keimamatan Allah sebagai Agen-Agen dari Berkat itu (Kel. 19:4-6)
  3. Membuktikan Maksud Allah untuk Memberkati Semua Bangsa (Mzm. 67)

Pembukaan Kejadian 1-11: Janji dan Maksud pada Ruang Lingkup Global

Tak seorang pun bisa berkata bahwa Perjanjian Lama dimulai secara etnosentris atau Allah dalam Perjanjian Lama begitu pro Yahudi sehingga penjangkauan misi tidak terjadi sampai pada masa bangsa-bangsa bukan Yahudi. Kejadian 1-11 dengan jelas membuktikan hal yang sebaliknya. Ruang lingkup dari pasal-pasal ini adalah seluruh dunia dalam hal tawaran keselamatan bagi semua orang yang mau percaya. Tema yang bertentangan dalam pasal-pasal yang sama ini adalah usaha bangsa-bangsa untuk mencari “nama” bagi diri mereka sendiri. Baik Kejadian 6:4 maupun Kejadian 11:4, tujuan tunggal dari umat manusia adalah mendapatkan “nama” bagi diri mereka dan memajukan reputasi mereka sendiri – dengan mengorbankan “nama” Allah.

Maka “anak-anak Allah” (yang saya percaya merupakan tirani yang lalim dan berpoligami dalam konteks Kej. 6) mengambil gelar ilahi ini bagi diri mereka sendiri bersama dengan hak istimewa bagi penyandang gelar tersebut; mereka merusak sarana yang telah Allah tentukan bagi keadilan, menyalahgunakannya demi keinginan dan nafsu mereka sendiri. Hal ini menghasilkan Air Bah, kegagalan besar kedua dari era sebelum bapa-bapa leluhur di Kejadian 1-11. Ini dimulai dengan kejatuhan manusia di Kejadian 3 dan diikuti oleh kegagalan Menara Babel di Kejadian 11.

Kejadian 12:1-3: Menyatakan Rencana Allah

Meskipun demikian, bagi ketiga kegagalan ini, Tuhan kita memiliki perkataan anugerah keselamatan: Kejadian 3:15, 9:27 dan 12:1-3. Perkataan anugerah ketigalah yang relevan di sini karena menekankan anugerah Allah mengatasi kegagalan manusia dan usaha sesat mereka untuk mendapatkan “nama” atau reputasi bagi diri mereka sendiri. Lima kali Allah berkata, “Aku akan memberkati engkau,” “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau,” dan “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Jelas sekali di sini kata kuncinya adalah memberkati atau berkat. Kata yang sama ini menandai seluruh bagian ini, dimulai dengan perkataan kepada Adam dan Hawa: “Dia memberkati mereka dan berkata, “Beranakcuculah dan bertambah-tambah banyak,” sama seperti Dia juga dengan murah hati berjanji untuk memberkati binatang-binatang.

Di samping banyaknya janji berkat ini, umat manusia terus mencari signifikansi bagi dirinya sendiri dengan mencari “nama.” Di tengah kekosongan pencarian ini – kekosongan yang dirasakan dalam mencari status sosial, reputasi dan keberhasilan di luar Tuhan – Kejadian 12:2 tiba-tiba menyatakan bahwa Allah akan membuat nama Abraham masyhur, suatu berkat dari atas, bukan hasil dari usahanya sendiri di luar Tuhan.

Diberkati agar Mereka Menjadi Berkat

Kita tidak dapat sepenuhnya menghargai signifikansi dari teks terbesar tentang misi ini sampai kita menyadari bahwa sebenarnya ada tiga janji berkat dalam Kejadian 12:2-3, di mana Tuhan berjanji:


  1. “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar,”

  2. “Aku akan memberkati engkau” dan

  3. “Aku akan membuat namamu masyhur…” Tetapi ini langsung diikuti oleh sebuah klausa tujuan: “agar engkau menjadi berkat.” Tak satu pun dari ketiga janji berkat ini yang dimaksudkan hanya untuk meningkatkan status atau ego Abraham. Sesungguhnya, Abraham dan bangsanya diberkati agar mereka bisa menjadi berkat. Tetapi kepada siapa? Dan dengan cara apa? Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus melihat lebih jauh 2 janji lainnya:

  4. “Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau,” dan

  5. “mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau…” Sekali lagi, penulis Kitab Kejadian menambahkan sebuah klausa tujuan. Akan tetapi, penulis tersebut juga membentuk kalimat tersebut sehingga pernyataan dari tujuan tersebut menjadi lebih jelas. Kalimat tersebut menjadi “olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.”

Hal ini bisa menjelaskan mengapa ada begitu banyak berkat yang dijanjikan kepada Abraham dan keturunannya. Mereka harus menjadi para misionaris dan penyalur kebenaran dari sejak awal.

Adalah sangat penting agar kita mengenali bahwa kata kerja dalam bahasa Ibrani dalam kasus ini harus diterjemahkan sebagai kata kerja pasif (“mendapat berkat”) bukan secara reflektif (“memberkati diri mereka sendiri”), karena semua tata bahasa Ibrani yang lebih awal, berbagai versinya dan pengertian Perjanjian Baru menekankan hal itu. Ini adalah anugerah bukan hasil karya manusia.

Semua Bangsa akan Diberkati

Bangsa-bangsa akan diberkati melalui “keturunan” orang ini, merujuk kepada keturunan-keturunannya. “Sesungguhnya, keturunan” perempuan (Kej. 3:15), “keturunan” Sem di kemah di mana Tuhan mau datang dan berdiam (Kej. 9:27) dan “keturunan” Abraham semua membentuk suatu keutuhan kolektif. Entitas kolektif ini ditandai oleh serangkaian perwakilan yang berperan sebagai jaminan di muka untuk berkat tersebut sampai Kristus sendiri muncul dari garis keturunan yang sama sebagai bagian dari rangkaian dan entitas korporat tersebut.

Penerima mula-mula dari berkat ini adalah 70 bangsa yang terdaftar sebagai ”segala kaum” di bumi dalam Kejadian 10. Pasal ini mendahului kegagalan ketiga manusia di Babel, dan kemudian memimpin kepada penyataan maksud dan rencana Allah secara tiba-tiba kepada Abraham untuk membawa semua bangsa di dunia kepada diri-Nya. Perkataan kepada Abraham dimaksudkan untuk memiliki suatu dampak yang sangat besar bagi segala kaum di muka bumi. Ini sesungguhnya merupakan suatu panggilan misi yang mulia!

Bagi mereka yang tetap skeptis, yang berkata bahwa mereka tidak bisa melihat mandat Injil atau misi apa pun dalam Kejadian 12:2-3, mungkin bisa memperhatikan bahwa Paulus menyatakan Abraham sebagai pewaris seluruh dunia (Rom. 4:13). Warisan tersebut jelas memiliki natur rohani. Lebih lanjut, Paulus dengan jelas menyatakan bahwa Abraham telah menerima Injil yang diberitakan Allah kepadanya terlebih dahulu (Gal. 3:8) ketika Abraham menerima janji dalam Kejadian 12:3: “olehmu segala bangsa akan diberkati.” Dahulu itu adalah dan sekarang tetaplah kabar baik tentang Injil.

Misi Kita sebagai “Keturunan” Abraham dalam Kristus

Jika hari ini kita percaya pada Injil, maka kita adalah bagian dari “keturunan” Abraham (Gal. 3:29). Objek dari iman dan percaya masih tetap sama. Titik rujukan penting bagi orang Israel dan bangsa-bangsa di bumi adalah Manusia Perjanjian, yang harus datang melalui “keturunan” Abraham dan Daud: Yesus Kristus. Maka keseluruhan maksud Allah adalah, Dia akan membuat sebuah bangsa, memberikan mereka kemasyhuran, memberkati mereka supaya mereka boleh menjadi terang bagi bangsa-bangsa dan karena itu menjadi berkat bagi segala bangsa sebagai keturunan Abraham. Mundur akan menjadi kejahatan dari pihak Israel. Israel harus menjadi misionaris Allah kepada dunia – demikian juga dengan kita melalui identitas kita sebagai keturunan rohani Abraham! Misinya tidak berubah sampai hari ini. Abraham dan Israel tidak dimaksudkan menjadi penyalur pasif dari “keturunan” sama seperti kita juga tidak boleh menjadi pasif. Mereka harus menjadi berkat dengan secara aktif mengomunikasikan karunia Allah bagi dunia.

Allah melihat bangsa-bangsa secara berbeda dari bagaimana Dia melihat Israel. Akan tetapi, cara Allah berurusan dengan bangsa-bangsa selalu terkait secara langsung dengan bagaimana mereka bereaksi terhadap keluarga perjanjian dan pada akhirnya terhadap Manusia Perjanjian yang harus datang melalui Israel. Dengan memilih dan memanggil Israel, Allah tidak memfavoritkan Israel atau menolak bangsa-bangsa lain. Sebaliknya, Allah bermaksud agar Israel menjadi sarana memberkati segala bangsa lainnya. Pencarian manusia untuk mendapatkan “nama” terus dilakukan sampai hari ini meskipun Allah telah menawarkan “nama”-Nya kepada kita. Allah akan tetap memberikan “nama”-Nya yang khusus bagi mereka yang mau percaya pada Dia yang lahir dari “keturunan” yang sama. Itu merupakan satu-satunya sarana yang olehnya mereka dan seluruh keturunan mereka di muka bumi akan diberkati dan dibuat menjadi bagian dari keluarga Allah.

Sebagian orang mungkin setuju bahwa objek iman dimaksudkan untuk datang dari keturunan Abraham, tetapi mereka mungkin tidak setuju bahwa Allah kemudian memberikan Abraham dan keturunannya suatu mandat misi seperti yang kita miliki. Mungkin mereka berpendapat bahwa Israel dimaksudkan untuk sepenuhnya pasif sementara Allah menjadi satu-satunya pemeran di dalam Perjanjian Lama. Akan tetapi, bagian-bagian berikut ini tidak mendukung pandangan seperti itu.

Keluaran 19: Berpartisipasi dalam Keimaman Allah

Dalam “Khotbah Sayap Rajawali” yang terkenal dari Musa, Allah mengingatkan Israel bagaimana Dia membawa mereka keluar dari Mesir sama seperti seekor rajawali membawa anaknya yang sedang belajar terbang. Karena mereka adalah penerima karunia pembebasan ini, teks ini secara jelas mengatakan, “Jadi sekarang…” Itu menunjukkan bahwa suatu konsekuensi alami seharusnya mengalir dari bantuan Allah yang ajaib dalam peristiwa keluarnya mereka dari Mesir.

Membaca Keluaran 19:5 tanpa frasa “jadi sekarang,” dan menekankan kata “jika” dalam ayat ini sama dengan melewatkan penekanan dari teks ini. Teks ini, seperti Keluaran 20:1, dimulai dalam konteks anugerah. “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir.” Frasa “jadi sekarang…” mengikuti karena anugerah Allah yang mendahului frasa tersebut.

Keluaran 19:5-6 lebih lanjut menyatakan: “jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus” (penekanan dari penulis). Ini merupakan tiga pelayanan yang Allah khususkan bagi keturunan Abraham.

Harta Kesayangan: Harta Kesayangan Allah

Sejak awal, mereka adalah harta kesayangan Allah atau “umat yang dikhususkan” bagi Allah jika memakai terjemahan lama. Kata “peculiar” dalam bahasa Inggris lama berasal dari kata Latin yang berarti barang berharga atau bisa dipindahkan, seperti perhiasan, saham, dibedakan dari rumah atau barang yang tertancap di tanah. Fakta bahwa Israel harus menjadi anak Allah, umat Allah, anak sulung Allah (Kel. 4:22) dan sekarang harta kesayangan Allah. Di sini penekanannya pada mudah dibawanya pesan Allah dan fakta bahwa Allah meletakkan nilai yang sangat tinggi bagi manusia. Ini seperti yang dikatakan dalam Maleakhi 3:17 untuk menggambarkan kita: “milik kesayangan.”

Raja dan Imam: Mediator dan Pelayan

Kedua, Israel harus melakukan peran menjadi raja dan imam bagi Allah. Frasa “kerajaan imam” dalam bahasa Inggris memiliki terjemahan yang bervariasi “kings and priests (raja dan imam),” “kingly priests (imam yang rajani)” atau “royal priests (imam kerajaan)” (didasarkan pada enam pemunculan frasa itu dalam teks prosa). Di dalam frasa inilah peran misioner Israel menjadi eksplisit jika masih ada keraguan. Seluruh bangsa harus berfungsi demi kepentingan kerajaan Allah sebagai perantara antara Allah dan bangsa-bangsa.

Bagian ini, nyatanya, telah menjadi dasar bagi doktrin Perjanjian Baru kita yang terkenal tentang keimamatan orang percaya (1 Ptr. 2:9; Why. 1:6-5:10). Sayangnya, Israel menolak keimamatan seluruh orang yang percaya dan mendorong Musa untuk naik ke Gunung Sinai sebagai perwakilan mereka. Akan tetapi, bahkan meski rencana awal Allah terganggu dan sebagian besar tertunda sampai masa Perjanjian Baru, rencana tersebut tidak gagal, digantikan atau digeser. Rencana tersebut tetap menjadi rencana Allah bagi orang-orang percaya. Mereka harus memiliki suatu peran mediator atau keimamatan.

Bangsa yang Kudus: Para Duta Besar

Ketiga, Israel harus menjadi sebuah bangsa yang kudus. Kekudusan dalam Alkitab bukan sesuatu yang di awang-awang yang menyerbu jemaat di hari Minggu pagi, dan membuat mereka menjadi pasif. Kekudusan adalah kepenuhan. Menjadi kudus sama dengan sepenuhnya menjadi milik Tuhan.

Sangat disayangkan kalau kita harus membagi kata dalam bahasa Inggris menjadi dua kata: kata religius “holy (kudus)” dan kata sekuler “wholly (sepenuhnya).” Akan tetapi, kedua kata tersebut memiliki akar kata yang sama dalam sejarah bahasa Anglo-Saxon. Sama juga dengan akar kata bahasa Ibrani. Israel harus diberikan sepenuhnya bagi Tuhan, dipisahkan tidak hanya dalam kehidupan pribadi mereka tapi juga pelayanan mereka. Tuhan memanggil dan memilih mereka untuk pelayanan, dan pelayanan tersebut telah ditentukan dari sejak awal di masa Abraham.

Sebagaimana para imam mewakili Allah dan memperantarai firman Allah kepada orang banyak, demikian juga Israel sebagai sebuah bangsa yang kudus harus mengambil dua hubungan: satu terhadap Allah dan yang lain terhadap bangsa-bangsa. Bisa dikatakan mereka membawa suatu portofolio yang berbunyi, “Duta Besar bagi Dia yang Dijanjikan.” Mereka harus menjadi sebuah bangsa yang dipisahkan di sepanjang masa dan bagi semua orang. Sebaliknya, Israel mulai mencari kepentingannya sendiri, seperti yang sering kita lakukan, menjadi kelompok orang saleh dan melupakan panggilannya menjadi penyalur berkat, kebenaran, karunia dan “Keturunan” bagi bangsa-bangsa.

Satu Umat Allah dengan Satu Tujuan

Saya tidak melupakan bahwa ada satu pembedaan antara Israel dan Gereja. Seseorang bisa membedakan dua entitas ini sama seperti ia bisa membedakan antara pria dan wanita. Namun, tembok pemisah di tengah-tengah yang memisahkan orang Yahudi dan bangsa lain di bait Allah telah diruntuhkan oleh kematian Kristus (Ef. 2:14). Laki-laki, wanita, Yahudi, bangsa lain, budak atau orang bebas tidak lagi penting. Semua orang yang percaya adalah satu “umat Allah.” Itu sudah menjadi istilah bagi mereka yang telah menjadi milik Juruselamat di sepanjang zaman. Petrus membuat kontinuitas ini eksplisit dengan menyebut orang percaya bukan Yahudi di masanya “bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri” (1 Ptr. 2:9). Penggunaan Keluaran 19 terlihat sangat jelas dan transparan. Intinya adalah, apakah kita dapat mengenali kontinuitas dari tujuan dan rencana Allah?

Petrus meneruskan demi membuat maksud ini jelas. Allah telah memanggil umat-Nya dengan empat sebutan di atas “supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib” (1 Ptr. 2:9). Alasan orang Israel dan sekarang orang bukan Yahudi yang percaya disebut imamat rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah, harta kesayangan Allah adalah agar kita memberitakan Dia, menjadi saksi dan misionaris-Nya.

Tidak satu pun karunia Allah dimaksudkan demi konsumsi kita sendiri. Itu tidak dimaksudkan untuk menjadi kartu pengenal atau gelar semata. Itu dimaksudkan untuk menyatakan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dan memanggil orang kepada terang-Nya yang ajaib. Seperti kata Petrus (meminjam nama anak-anak Hosea), kita dulu “bukan umat” (Lo-Ammi) dan “tidak disayangi” (Lo-Ruhamah). Tetapi sekarang kita adalah umat Allah dan telah menerima belas kasihan dan anugerah Allah.

Petrus berusaha menunjukkan kepada kita bahwa umat Allah di sepanjang masa senantiasa satu. Bahkan meski ada pembedaan di dalam umat Allah (seperti, Israel dan Gereja), namun ada kesatuan umat percaya di sepanjang masa. Dan meskipun ada berbagai aspek yang berbeda bagi satu rencana dan tujuan Allah untuk memberkati seluruh bangsa di bumi, kita dapat memastikan kontinuitas rencana Allah baik di masa Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Di dalam kedua Perjanjian, kita dimaksudkan oleh Allah untuk berpartisipasi dalam keimamatan sebagai agen berkat kepada bangsa-bangsa di bumi. Keluaran 19 menyatakan dengan jelas bahwa ini merupakan rencana Allah.

Mazmur 67: Membuktikan Tujuan Allah

Sekarang kita sampai kepada teks ketiga dan merupakan teks terakhir. Kita telah melihat bagaimana Allah memanggil kita semua: untuk memberitakan rencana Allah kepada bangsa-bangsa dalam Kejadian 12, untuk berpartisipasi dalam keimamatan Allah sebagai agen berkat kepada segala bangsa di Keluaran 19, dan sekarang kita akan melihat bahwa Allah memanggil kita demi membuktikan tujuan Allah untuk memberkati segala bangsa dalam Mazmur 67. Mazmur ini berasal dari Ucapan Berkat Harun yang bisa ditemukan dalam Kitab Bilangan 6:24-26:

TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera.

Perkataan di atas sering kita dengar pada akhir kebaktian di gereja-gereja hari ini, tetapi lihatlah secara saksama apa yang pemazmur lakukan dengan menggunakan ucapan berkat ini dalam Mazmur 67. Ketimbang menggunakan kata Yahweh (“LORD” dalam terjemahan bahasa Inggris), yang merupakan nama kovenan dan nama pribadi yang bangsa Israel sebut bagi Allah, pemazmur menggunakan Elohim (“God” dalam terjemahan bahasa Inggris), nama tersebut digunakan ketika berbicara mengenai hubungan Allah dengan semua manusia, bangsa dan ciptaan. Maka dari itu pemazmur berdoa: “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita.”

Dan sekali lagi, pemazmur mengganti pengalimatannya dengan halus, dalam bahasa Inggris menggunakan “di antara kita” (secara harfiah) bukannya “atas kita:” “Kiranya Ia membuat wajah-Nya bersinar di antara kita.” Adalah penting bahwa mazmur ini mengaplikasikan berkat Allah yang diberikan melalui Harun dan para imam kepada semua suku bangsa. Tujuan yang lebih luas dari berkat yang lebih besar ini bisa dilihat di ayat 2: “supaya jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa.”

Cara Allah menyatakan kovenan-Nya akan menjadi jelas bagi segala bangsa di mana berkat Allah menjadi nyata di antara umat-Nya. Tujuan global inilah yang menjadi alasan mengapa Allah begitu bermurah hati memberkati Israel dan pada akhirnya semua orang yang percaya.

Perasaan dari mazmur ini adalah: Kiranya Allah memberkati kita, sesamaku orang Israel. Kiranya Allah berkenan memberkati kita. Kiranya apa yang kita tanam bertumbuh dan ternak kita menghasilkan dengan limpah. Kiranya keluarga kita bertambah besar dan kiranya kita bertumbuh secara rohani, sehingga bangsa-bangsa bisa melihat kita dan berkata bahwa Allah memang memberkati kita. Kelimpahan kita menunjukkan bahwa Allah telah memberkati kita. Oleh karena itu, kiranya tujuan Allah yang lainnya juga bisa terjadi, yaitu di dalam memberkati Israel, segala bangsa di dunia bisa mengenal Allah.

Mazmur 67 disebut Doa Bapa Kami Perjanjian Lama. Mazmur ini memiliki tiga stanza:

  1. Ayat 2-4 (diakhiri dengan “Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu.”)
  2. Ayat 5-6 (diakhiri dengan kalimat yang sama)
  3. Ayat 7-8 (diakhiri dengan “Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia!”)

Mazmur ini tiga kali merujuk kepada berkat dari Allah (ay. 1, 6, 7). Struktur dari Mazmur ini hampir sama dengan Kejadian 12:2-3: Berkat, memberkati … agar segala bangsa bisa mengenal Allah.

Mazmur ini mungkin dinyanyikan pada Hari Raya Pentakosta, merayakan panen buah sulung musim panas. Merupakan hal yang luar biasa bahwa Pentakosta merupakan hari di mana Allah mencurahkan Roh-Nya pada orang Yahudi dari berbagai bangsa dan suatu panen yang tidak biasa mulai menjadi panen yang lebih besar dari berbagai panen sebelumnya. Dengan sengaja, pemazmur merujuk kepada pengumpulan panen sebagai suatu uang muka, sebuah simbol panen rohani dari setiap suku, bahasa dan bangsa. Jadi, kiranya Tuhan bermurah hati kepada kita dan memberkati kita.

Pemazmur memanggil kita untuk menjadi bukti hidup dari tujuan Allah untuk tiga alasan. Ketiga alasan ini mengikuti struktur yang sama seperti Mazmur di atas.

Tuhan telah Bermurah Hati Kepada Kita

Alasan pertama mengapa kita harus menjadi demonstrasi hidup dari maksud Allah adalah pengalaman akan kemurahan-Nya. Di dalam ayat 1-3 Pemazmur menyaksikan bahwa kita sebagai umat Allah telah mengalami anugerah Allah. Pemazmur menyatakan bahwa anugerah ini harus diberitahukan di antara segala bangsa. Seandainya segala suku bangsa di muka bumi boleh secara pribadi mengetahui anugerah yang sama bagi diri mereka sendiri!

Allah Memerintah dan Membimbing Segala Bangsa

Ayat 5-6 berbicara tentang Allah yang memimpin sebagai penguasa agung. Allah di dalam konteks ini bukan sebagai Hakim yang menghakimi tetapi sebagai penguasa kerajaan yang dengan bijaksana memimpin dalam keadilan (seperti dalam Yesaya 11:3 dst.). Allah adalah pembimbing bagi bangsa-bangsa seperti Gembala Agung dalam Mazmur 23. Di sini kalimatnya diulangi: Marilah, semua suku bangsa di bumi – dengarkanlah! Sudah saatnya kalian semua mulai memuji Allah.

Kebaikan Allah

Kita harus membuktikan tujuan Allah dalam memberkati bangsa-bangsa karena Dia telah begitu baik kepada kita. Seperti ayat 7-8 saksikan, tanah telah menghasilkan panen yang berlimpah – bukti bahwa Allah menjawab doa Harun dan para imam (Bil. 6:24-26). Kuasa Allah menjadi nyata dalam kelimpahan panen tersebut. Pemandangan akan berkat-Nya ke atas umat-Nya menjadi bukti dan cara dan kemuliaan-Nya.

Kuasa Tuhan yang sama yang mendatangkan penambahan material juga tersedia bagi penambahan rohani. Pemazmur tidak mengatakan kata-kata yang kosong tetapi dia memberikan mazmur tersebut agar bangsa Israel dan kita bisa mengalami perubahan yang nyata dalam kehidupan kita. Jika kuasa Allah semakin nyata dalam kehidupan dan pemberitaan kita maka setiap orang akan menyaksikan suatu hasil rohani, baik di dalam bangsa kita dan di antara bangsa-bangsa yang lain. Allah memberkati kita agar segala ujung bumi bisa menerima keuntungan rohani. Berkat materi yang kita dapatkan hanya merupakan suatu pendahuluan dari suatu berkat yang lebih besar dalam dimensi rohani.

“Allah memberkati kita; kiranya segala ujung bumi takut akan Dia” (ay. 7). Kata “takut” di sini tidak berarti teror atau kengerian. Kel 20:20 mendorong kita untuk tidak takut: “Janganlah takut tetapi takutlah akan Tuhan.” Takut akan Tuhan artinya percaya kepada Dia dan meletakkan seluruh komitmen jiwa Anda kepada Dia. Takut adalah salah satu kata yang digunakan dalam Perjanjian Lama untuk kepercayaan dan keyakinan. Takut akan Tuhan adalah permulaan dari segala sesuatu: pengertian, hidup, kekudusan diri dan hubungan pribadi yang vital dengan Tuhan. Kebaikan Tuhan kepada Israel dimaksudkan untuk menjadi salah satu cara Tuhan membawa semua bangsa di bumi takut akan Dia, yaitu untuk percaya kepada Manusia Perjanjian, Tuhan kita Yesus Kristus.

Tujuan Allah adalah agar bangsa Israel menjadi bangsa yang bersaksi, memberitakan dan menginjili. Bangsa-bangsa lain harus dibawa kepada terang. Tujuan bagi bangsa Israel ini juga terlihat lebih jelas di dalam sebuah perikop yang tidak menjadi bagian dari pembahasan ini; yaitu “Hamba Tuhan” dalam perikop Yesaya 42 dan 49. Israel secara keseluruhan adalah Hamba Tuhan, sedangkan Mesias adalah perwakilan ultimat dari seluruh kelompok para hamba. Demikianlah Israel harus menjadi “terang bagi bangsa-bangsa” seperti yang telah dikatakan kepada Abraham, dinyatakan oleh penulis kitab Keluaran dan dinyanyikan oleh pemazmur.

Pemazmur sangat rindu agar Allah, Raja Israel, diakui sebagai Tuhan dan Juruselamat semua suku bangsa di bumi. Akankah kita melakukan hal yang kurang dari itu? Apakah Allah memanggil kita untuk melakukan hal yang kurang dari membuktikan, bersama dengan Israel, tujuan-Nya yang dinyatakan dalam Mazmur 67? Tantangan Allah kepada Israel juga merupakan tantangan-Nya bagi kita: kita harus mengambil peran sebagai mediator dalam memberitakan nama-Nya di antara bangsa-bangsa. Itu tetap menjadi tujuan Allah. Adakah itu terjadi dalam kehidupan Anda?

Kiranya api Injil, yang terkandung dalam Kejadian 12:1-3, dan panggilan untuk menjadi suatu bangsa yang kudus dan imamat yang rajani membakar kita untuk memberitakan Injil di masa yang akan datang. Kiranya kita menyatakan, tidak hanya di dalam negara kita, tetapi di setiap bangsa di bumi, bahwa Yesus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah Bapa!

Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas


Teks judul