PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Menemukan Karya Roh Kudus dalam Suatu Komunitas

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


T. Wayne Dye

Dye.jpg
T. Wayne Dye mengajar di Graduate Institute of Applied Linguistic di Dallas, Texas. Beliau bekerja sebagai penerjemah Alkitab di Papua New Guinea selama 26 tahun dan melayani sebagai pendukung akademik bagi para penerjemah di Kenya selama lima tahun. Beliau melayani sebagai seorang konsultan bagi para penerjemah dan para pendeta nasional dari tahun 1974 sampai 2003.
Tulisan ini diadaptasi dari Missiology: An International Review, diedit oleh Arthur F. Glasser, jld. 4, No. 1, Jan. 1976. Digunakan dengan izin.



Pete adalah seorang misionaris bagi sebuah komunitas suku. Dia sangat memperhatikan masalah poligami, mengunyah sirih dan merokok. Tetapi penduduk lokal tidak terlalu memperhatikan hal-hal tersebut. Mereka lebih memperhatikan kedamaian dalam desa. Tidak taat pada suami, menolak keramahtamahan, mengabaikan para pemimpin, menolak kewajiban kelompok dan menunjukkan kemarahan merupakan dosa-dosa yang jauh lebih serius di mata mereka.

Pete frustrasi. Dia menjadi yakin bahwa dia sedang melihat ketidaktaatan yang serius pada Tuhan di antara orang-orang percaya baru. Dari apa yang dia lihat, sebagian bahkan telah jatuh ke dalam dosa seksual. Dia beralasan, karena dia tidak melihat bukti pertobatan seperti yang dia harapkan, mereka tidak bisa dipercayakan untuk mendengar Roh Allah berbicara kepada mereka.

Masalah Pete dimulai dari perspektif yang dimilikinya lama sebelum tiba di desa ini. Pete memiliki peran seperti nabi dalam rumahnya. Kepemimpinannya dihargai di antara rekan-rekan sebayanya. Di hampir segala situasi dia dapat menilai mana yang benar dan mana yang salah. Dia telah belajar untuk melihat akar rohani dibalik masalah dan secara efektif menasihati teman-temannya untuk mengikuti jalan Tuhan.

Pete sekarang hidup dalam suatu komunitas yang memiliki wawasan dunia yang berbeda dan mengenali prioritas yang berbeda tentang yang benar dan salah. Dia tidak mengerti hal ini. Melihat dirinya sebagai orang yang paling terlatih dan “rohani” di tempat itu, Pete merasa dia harus mempercayai intuisi rohani yang dikembangkannya di dalam budaya tempat tinggalnya dan berkhotbah dan mengajar melawan dosa dalam budaya yang baru.

Pete bekerja dengan asumsi tentang bagaimana Roh Allah berurusan dengan dosa-dosa individu dan komunitas – asumsi yang sekarang tampaknya melemahkan komunitas baru orang percaya, alih-alih menguatkan. Namun, pekerjaannya (sebenarnya pekerjaan semua misionaris) adalah percaya bahwa Roh Kudus sedang bekerja dalam hidup orang-orang, dan dengan saksama mengamati dan mengerti bagaimana Dia bekerja dan bekerja sama dengan-Nya.

Daftar isi

Peran Roh Kudus

Para misionaris harus mengerti bagaimana Roh Allah menanamkan standar-Nya, cara-Nya dalam hal kekudusan, ke dalam hati suatu komunitas. Mereka harus belajar untuk dengan setia mendengar Firman Allah. Ketika mereka melakukannya, Roh Allah menerangi mereka. “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Rom. 12:2). Roh menggunakan Firman dalam cara ini untuk membawa individu dan komunitas kepada kedewasaan. Misionaris harus melatih dirinya untuk mengenali proses ini yang dengannya Roh bekerja dan bersabar untuk hal itu.

Peran dari Komunitas

Setiap komunitas memiliki suatu standar tentang mana yang benar dan mana yang salah. Tergantung pada wawasan dunia, kepercayaan dan nilai dalam budaya tersebut, standar ini bisa lebih dekat atau lebih jauh dari apa yang diajarkan oleh Alkitab. Meskipun demikian, ada bukti bahwa beberapa konsep inti tentang yang benar dan salah adalah hal yang universal dan dapat ditemukan dalam nilai-nilai komunitas yang belum pernah mendengar pengajaran Kristen. Pelarangan berbohong, mencuri, membunuh dan perzinahan bisa dikatakan universal, meskipun secara tepat apa yang menjadi dosa beragam di setiap komunitas. Kami melihat hal ini di beberapa bagian Papua Nugini dan Filipina di mana tempat-tempat tersebut belum terjamah oleh ajaran Kristen. Alan Beals menggambarkan norma-norma moral yang mirip dalam desa Hindu di India.1 Di ketiga lokasi tersebut aturan-aturan leluhur mereka mirip dengan Sepuluh Perintah Allah.

Peran dari budaya dan komunitas dalam mengondisikan pengertian kita tentang dosa dapat dilihat dalam Roma 14. Di dalam gereja di Roma sebagian jemaatnya vegetarian karena mereka dulunya menyembah berhala dengan memakan daging yang dipersembahkan. Sebagian yang lain adalah orang Kristen Yahudi yang makan daging namun memaksakan untuk menjalankan hari raya Yahudi. Latar belakang budaya mereka yang berbeda menghasilkan pertentangan mengenai perilaku.

Paulus menjawab bahwa bukan tindakan itu sendiri yang penting, tetapi karakter dibaliknya yaitu hubungan seseorang dengan Tuhan (ay. 17). Seseorang harus melakukan apa yang dia percaya menyenangkan Tuhan (ay. 12, 18, 22-23). Setiap orang mungkin akan memilih tindakan yang berbeda dalam menyenangkan Tuhan (ay. 2-3, 5-6). Inilah alasannya mengapa Paulus mengajar bahwa salah jika kita marah kepada mereka yang mengikuti aturan yang kelihatan tidak releven bagi kita, kita jangan merasa lebih rohani dari mereka yang tidak mengikuti pemikiran kita mengenai perilaku Kristen (ay. 10). Dengan kata lain, setiap kita bertanggung jawab kepada Allah. Hanya Tuhan yang tahu dengan tepat apa yang Dia inginkan untuk dilakukan oleh setiap pelayan-Nya.

Semua ini kedengaran seperti relativisme moral, tetapi sebenarnya cukup berbeda. Relativitas moral mengizinkan setiap individu memilih apa yang baik dan salah bagi dirinya berdasarkan hal-hal praktis atau pilihan sederhana. Berbeda dengan itu, Alkitab berisi prinsip-prinsip universal yang dimaksudkan untuk membentuk kesadaran kita, manusia tidak dapat memutuskan aturan moral mereka sendiri.

Kejahatan dalam komunitas tertentu mungkin mudah di mata misionaris baru di tempat itu, tetapi tidak bagi anggota komunitas tersebut. Mereka mungkin lebih tertarik mengikuti perilaku tertentu, namun tidak dengan perilaku lain. Mereka mungkin memperlakukan masalah moral sebagai masalah umum atau bahkan pribadi dan tidak terkait dengan mereka secara rohani. Dalam komunitas seperti itu, keadaan kesadaran hati nurani orang bisa merupakan cerminan yang buruk dari tujuan tertinggi Allah bagi mereka. Tetapi ketika mereka berespons kepada Tuhan, Dia mampu mengubah pengertian mereka akan mana yang baik dan mana yang buruk.

Keyakinan dan Perubahan yang Bertahap

Setiap orang yang sudah lama mengikut Kristus pernah mengalami Roh Kudus meyakinkan dia akan perilaku yang mereka tidak sadari adalah berdosa. Ini bukan pengalaman sekali seumur hidup. Allah berulang kali dan secara bertahap membimbing individu melalui suatu proses perubahan untuk menjadi semakin seperti Kristus. Serupa dengan itu, Allah bekerja melalui Roh-Nya dan berbicara melalui Firman-Nya untuk mendatangkan perubahan bertahap dalam suatu komunitas orang percaya. Kita menemukan bahwa Roh Kudus mendatangkan keyakinan tentang dosa-dosa tertentu dalam urutan yang berbeda di setiap orang.

Ketika Roh Kudus meyakinkan dan mengajar individu dan komunitas, pada akhirnya seluruh masyarakan bisa berubah ke arah keadilan, belas kasih dan moral yang lebih baik. Di sepanjang sejarah, perubahan dalam masyarakat dimulai ketika banyak orang Kristen berespons pada Firman Tuhan. Salah satu contoh dari hal ini adalah bagaimana Allah bekerja untuk membukakan mata orang bahwa perdagangan budak adalah dosa di antara orang Inggris. John Newton dikenal sebagai penulis himne “Amazing Grace.” Selama bertahun-tahun dia adalah orang Kristen yang menjadi kapten kapal budak dan tidak melihat bahwa perdagangan budak pada dasarnya jahat. Dia kemudian membantu William Wilberforce dalam usahanya menghapuskan perbudakan.

Pete berusaha mengoreksi dosa-dosa yang Tuhan belum yakinkan pada komunitas lokal tersebut. Dia mengabaikan dosa lain yang merupakan masalah nyata bagi mereka. Akibatnya, Pete secara tidak sengaja mengambil peran Roh Kudus bagi orang-orang ini. Dia pasti lebih efektif jika dia berusaha mendengar bagaimana Roh Kudus sedang meyakinkan penduduk tersebut dan bekerja sama dengan Roh-Nya dalam kehidupan individu dan seluruh kelompok orang tersebut.

Meskipun ada orang percaya yang berespons pada khotbah Pete, mereka tetap menghadapi masalah yang sulit. Karena apa yang mereka dengar dari Pete tidak cocok dengan apa yang mereka rasa mereka dengar dari Allah, mereka menjadi bingung dan mengalami pergumulan panjang dalam belajar apa yang Allah inginkan bagi mereka. Sebagian komunitas bahkan mungkin dengan begitu mudah mau berusaha mengikuti semua hal yang disarankan misionaris, yang di dalamnya mungkin menyikat gigi mereka dan meletakkan bunga pada tempat makan. Tindakan orang Kristen yang terpisah dari konteks pengertian orang lokal mengenai mana yang benar dan mana yang salah menghalangi Roh Kudus mengembangkan kemampuan orang percaya baru untuk mendengarkan dan menaati suara-Nya.

Kebingungan ini menghambat perkembangan gereja lokal. Seorang pastor senior di Yaounde, Kamerun pernah menjelaskan suatu masalah moral yang sulit yang dihadapi gerejanya. Orang Kristen di Kamerun sangat tidak setuju dengan standar hidup yang ditetapkan orang Kristen Barat. Akibat dari kesalahpahaman budaya ini, sebagian orang Afrika meninggalkan gereja dan membentuk gerakan mereka sendiri. Lebih buruk lagi, orang-orang Kamerun lain yang memutuskan untuk mengikuti misionaris menghadapi hal ini dengan cara yang sebenarnya melanggar kepekaan benar dan salah internal mereka. Vitalitas iman mereka jadi hilang.

Mengarahkan Orang kepada Alkitab

Orang percaya baru perlu diperkenalkan pada Alkitab secara keseluruhan. Mereka harus belajar mengenali Alkitab sebagai otoritas tertinggi mereka.

Pengajaran perlu menekankan prinsip-prinsip yang Allah ingin agar dijalankan oleh umat-Nya yaitu mengenai mengasihi sesama, saling mengampuni, hubungan damai dan menghormati dalam keluarga. Bukannya mengajarkan prinsip-prinsip ini, kecenderungan manusia adalah mengganti aturan mengenai makanan, upacara, ritual, waktu dan tempat. Paulus menyatakan prinsip ini dengan jelas dalam Roma 14:17-18:

Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.

Apa yang telah kami amati dalam gereja Bahinemo menjadikan perikop ini hidup. Setelah sebagian penduduk di desa Wagu menerima Kristus, kami mendorong mereka untuk menghampiri Allah meminta hikmat dan arahan mengenai bagaimana seharusnya mereka bertindak, apa yang harus dan tidak boleh mereka lakukan, upacara mana yang dapat dipertahankan atau yang tidak, berurusan dengan dosa, dll. Kami mengajar mereka untuk berdoa dan meneliti Firman Tuhan. Kami mengumpulkan perikop-perikop yang belum diterjemahkan mengenai topik yang sedang dicari jawabannya oleh mereka. Kami cenderung tidak sabar terhadap aktivitas yang kami tahu tidak menyenangkan Allah, tetapi kami secara hati-hati menghindar untuk tidak mengatakan pendapat kami kepada mereka. Kami ingin para pemimpin dan setiap orang mengembangkan suatu hubungan dengan Allah dan belajar mendengar suara-Nya, bukannya mengikuti kami.

Mereka berfokus pada saling mengasihi dan berdamai dengan saudara mereka. Mereka melihat aspek yang lain dari upacara mereka dan mengeluarkan ritual-ritual yang menyebabkan penderitaan atau bisa dihubungkan dengan makhluk roh apa pun. Mereka mempertahankan aspek upacara yang mendatangkan kesatuan, keindahan, sukacita dan damai. Mereka menghidupkan kembali seni yang hilang dari pengadilan desa untuk menyelesaikan konflik daripada berteriak dan berkelahi dalam menghadapi masalah. Mereka tidak dapat melihat Kitab Suci melawan poligami, namun memutuskan bahwa sangat egois bagi seorang pria yang lebih tua memiliki beberapa istri sementara pria di bawah 30 tahun tidak memiliki istri. Mereka tidak mengharuskan setiap orang untuk bercerai (hal ini tidak pernah terdengar di kelompok suku yang lain), tetapi mereka melarang setiap orang untuk menikahi istri kedua jika ada satu pria tidak ada istri. Aturan ini secara drastis memotong jumlah perzinahan dan kegiatan seksual yang tidak benar dalam desa. Setelah 15 tahun semua orang muda memiliki istri dan poligami hampir tidak ada melalui proses alami yaitu kematian.

Seorang misionaris harus menjadi seorang pelajar dalam komunitas yang dilayaninya. Dia harus mempelajari nilai-nilai etika dan rohani dari komunitas setempat dan membandingkannya dengan Alkitab dan nilai-nilai dari budayanya sendiri. Ini akan membuatnya peka terhadap cara Roh meyakinkan dan mengajar komunitas yang baru ini sehingga dia dapat mendorongnya. Semakin banyak orang menjadi orang percaya, dia dapat menolong mereka sebagai suatu kelompok untuk menemukan kehendak Allah bagi mereka. Ketika dia mengarahkan para orang percaya yang baru kepada Firman Allah, mereka dapat mengerjakan keselamatan mereka sendiri “dengan takut dan gentar” (Fil. 2:12).


Ketika Roh Kudus Bekerja untuk Mengubah

1. Pelajari sistem etika dari komunitas tempat Anda diutus. Masuk ke bawah permukaan dan pelajari nilai-nilai sistem dan arti. Mengerti sistem kepercayaan tentang mana yang benar dan mana yang salah dalam komunitas tersebut

2. Bandingkan penemuan Anda dengan komunitas Anda sendiri. Kemudian bandingkan kedua komunitas tersebut dengan Alkitab. Peka terhadap kekuatan dan kelemahan masing-masing komunitas. Ini membantu Anda mengatasi bagian yang tersembunyi dan etnosentrisme.

3. Tanpa melawan hati nurani Anda sendiri, belajar hidup dalam kasih menurut standar budaya tempat Anda melayani. Jalani kehidupan yang dilihat baik oleh semua orang.

4. Dorong orang percaya untuk merespons kapan pun Roh Kudus meyakinkan mereka. Ajar dengan sabar tentang standar Allah bagi hal-hal yang, meskipun merupakan budaya mereka, namun bertentangan dengan Alkitab. Berdoa agar Anda mampu menerima aspek-aspek komunitas yang, meskipun mengganggu Anda, tidak cocok dengan iman Kristen.

5. Nantikan Roh Kudus secara perlahan membuka mata orang-orang percaya dan pada akhirnya mengubah komunitas mereka. Terus terima umpan balik dari komunitas orang percaya mengenai bagaimana Dia berkarya dalam hidup mereka. Belajar percaya pada pengertian yang mereka dapatkan ketika mereka mendengarkan Allah

6. Ajarkan orang-orang percaya baru untuk taat dan bergantung pada Roh Kudus. Ajar mereka bagaimana menjaga hati nurani mereka tetap jernih agar Roh Kudus dapat terus mengajarkan mereka kebenaran-kebenaran baru. Bukakan kepada mereka Alkitab, bukan hanya isi Alkitab yang sudah Anda persiapkan. Ajar mereka mencari sendiri prinsip-prinsip dalam Alkitab untuk mendapatkan jawaban-jawaban Kristen sejati dan bijaksana.


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas