PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Kemuliaan dari Hal yang Mustahil

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


Samuel Zwemer

Zwemer.jpg
“Apakah penting berapa banyak yang mati atau berapa banyak uang yang kita pakai untuk membuka pintu-pintu yang tertutup jika kita benar-benar percaya bahwa misi adalah pertempuran dan bahwa kemuliaan Sang Raja sedang dipertaruhkan?”
Tulisan ini diambil dari The Unoccupied Mission Fields of Africa and Asia. Student Volunteer Movement for Foreign Missions, Bab 8, 1911.



Ketika Robert Wilder mengunjungi Hope College pada tahun 1887 mewakili Student Volunteer Movement (SVM), Samuel Zwemer sedang menyelesaikan tahun terakhirnya di sana. Menjawab tantangan Wilder, Zwemer menjadi sukarelawan dan kemudian mengorganisasi suatu misi ke Tanah Arab dengan beberapa mahasiswa lainnya. Setelah 23 tahun bersama Arabian Mission di Basrah, Bahrain, Muscat, Kuwait dan melayani sebagai kandidat sekretaris pertama di SVM, Zwemer memulai karir sebagai pembicara dan penulis yang memancar keluar ke dunia M dari sebuah pusat studi interdenominasional di Kairo. Sebagai seorang penulis yang sangat produktif dan berbakat, Zwemer menulis banyak buku dan artikel untuk menantang gereja agar menginjili orang M, memberikan kajian kesarjanaan mengenai M historis dan populer dan menghasilkan berbagai tulisan serta traktat dalam bahasa Arab bagi orang M dan orang Kristen di Timur Tengah. Selama 36 tahun beliau menyunting “The M World,” sebuah jurnal tiga bulanan dalam bahasa Inggris mengenai peristiwa-peristiwa terkini di dunia M dan sebuah forum bagi strategi misi di antara orang M, melengkapi pelayanan ini dengan penginjilan pribadi di antara mahasiswa dan dosen di Al Azhar, suatu pusat pelatihan terkenal bagi misionaris M di Kairo. Zwemer merupakan seorang pemimpin injili terkemuka, pembicara yang dihormati dalam berbagai pertemuan SVM dan kekuatan pendorong di balik konferensi Kairo tahun 1906 dan Lucknow tahun 1911 yang memulai suatu pendekatan yang tidak terlalu konfrontasional dan lebih positif terhadap orang M. James Hunt mengamati negarawan ini, “Dia mungkin disebut sebagai orang yang memiliki satu ide. Meskipun minat dan pengetahuannya luas, saya tidak pernah berbicara selama sepuluh menit bersamanya tanpa berbelok kepada M….” tulisan “Kemuliaan dari Hal yang Mustahil” diambil dari terbitan SVM tahun 1911.


Tantangan dari ladang-ladang yang belum ditempati di seluruh dunia merupakan satu tantangan bagi iman yang besar dan, kaena itu, satu pengorbanan besar. Kerelaan kita untuk berkorban bagi suatu usaha selalu sejajar dengan proporsi iman kita dalam usaha tersebut. Iman memiliki kejeniusan untuk mengubah hal yang mustahil menjadi kenyataan. Sekali orang-orang didominasi oleh keyakinan bahwa satu hal harus dilakukan, mereka tidak akan berhenti sampai hal tersebut terselesaikan. Kita memiliki “perintah untuk berbaris,” seperti kata Iron Duke (Arthur Wesley, Duke of Wellington), dan karena Pemimpin Tertinggi kita bukannya tidak hadir, tetapi ada bersama dengan kita, hal yang mustahil bukan hanya menjadi praktis tetapi menjadi keharusan. Charles Spurgeon, berkotbah dari nas, “Segala kuasa telah diberikan kepada-Ku... Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa,” menggunakan perkataan ini: “Anda memiliki sebuah faktor yang mutlak tidak terbatas di sini, dan apa yang penting mengenai faktor lainnya yang mungkin ada. ’Saya akan melakukan sebanyak yang saya mampu,’ kata seseorang. Setiap orang bodoh dapat melakukannya. Barangsiapa yang percaya di dalam Kristus, ia melakukan apa yang ia tidak dapat lakukan, mencoba hal yang mustahil dan menunjukkannya.”1

Kemunduran yang sering terjadi dan kegagalan yang nyata tidak pernah mematahkan semangat pionir sejati. Mati martir yang terkadang terjadi hanya merupakan pendorong yang menyegarkan. Perlawanan merupakan perangsang untuk melakukan aktivitas yang lebih besar. Kemenangan besar tidak pernah mungkin tanpa pengorbanan besar. Jika kemenangan atas Port Arthur membutuhkan peluru manusia2, kita tidak mungkin berharap untuk memenangkan tempat-tempat strategis di dunia non-Kristen tanpa adanya korban jiwa. Apakah penting berapa banyak yang mati atau berapa banyak uang yang kita pakai untuk membuka pintu-pintu yang tertutup, dan menempati ladang-ladang yang berbeda, jika kita benar-benar percaya bahwa misi tersebut adalah peperangan dan kemuliaan Raja sedang dipertaruhkan? Perang selalu berarti darah dan harta. Perhatian utama kita haruslah menjaga semangat perjuangan dan menang berapa pun harga atau pengorbanannya. Ladang-ladang yang belum terjangkau di dunia ini harus memiliki Kalvari mereka sebelum ladang-ladang tersebut memiliki Pentakosta mereka. Raymond Lull, misionaris pertama bagi dunia M, mengekspresikan pemikiran yang sama dalam bahasa abad pertengahan ketika dia menulis:

Seperti seorang lapar yang begitu cepat bertindak dan mengambil sejumlah besar makanan karena laparnya, demikian juga pelayan-Mu merasakan keinginan besar untuk mati agar dia bisa memuliakan Engkau. Pelayan-Mu bekerja cepat-cepat siang dan malam untuk menyelesaikan pekerjaannya agar dia dapat menyerahkan darah dan air matanya untuk dicurahkan bagi Engkau.3


Rindu Kampung Halaman yang Dibalikkan

Ladang-ladang yang belum digarap di dunia ini menanti mereka yang rela untuk tersendiri bagi Kristus. Bagi misionaris perintis perkataan Tuhan Yesus Kristus bagi para rasul ketika Dia menunjukkan tangan dan kaki-Nya, memiliki kekuatan khusus: “Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu” (Yoh. 20:21). Dia datang ke dalam dunia, dan dunia merupakan ladang misi yang besar yang belum tergarap. “Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya” (Yoh. 1:11). Dia datang dan sambutan buat-Nya adalah ejekan, hidup-Nya, penderitaan-Nya dan takhta-Nya, Salib. Ketika Dia datang, Dia mengharapkan kita juga pergi. Kita harus mengikuti jejak langkah-Nya. Misionaris perintis, dalam mengatasi halangan dan kesulitan, memiliki kesempatan istimewa bukan hanya mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya, tetapi juga persekutuan dalam penderitaan-Nya. Bagi orang-orang di tanah Somalia, Mongolia atau Afganistan, Arabia atau Nepal, Sudan atau Etiopia, ia mungkin berkata seperti Paulus, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol. 1:24; bdk. Mrk. 12:44 dan Luk. 21:4). Bukankah ini kemuliaan dari hal yang mustahil! Siapa yang secara alami lebih suka meninggalkan kehangatan dan kenyamanan lingkungan keluarga dan rumah dan kasih dari lingkaran keluarganya untuk mencari domba yang hilang, yang tangisannya terdengar sayup-sayup di tengah badai yang meraung-raung? Namun inilah kemuliaan dari tugas yang tidak dapat ditahan bahwa ikatan rumah atau kebutuhan keluarga tidak dapat menahan mereka yang telah ditangkap oleh visi dan semangat dari Gembala Agung. Karena jiwa-jiwa yang terhilang adalah domba-domba-Nya, dan Dia membuat kita sebagai gembala bukan sebagai pekerja upahan, kita harus membawa mereka kembali. [Seperti kata-kata dalam sebuah himne]:

Meskipun jalan berbatu dan curam Aku pergi ke padang belantara untuk menemukan dombaku.

Kata P. T. Forsyth:

Tidak ada yang lebih baik atau lebih menyedihkan bagi saya daripada cara di mana para misionaris melupakan kasih di tempat tinggalnya, mati bagi tanah air asalnya, dan mengikat hati mereka dengan orang-orang yang mereka menangkan dan layani; sehingga mereka tidak bisa lagi tenang di Inggris, tetapi harus kembali meletakkan tulang-tulang mereka di tempat di mana mereka menghabiskan hati mereka bagi Kristus. Betapa kasar tampaknya patriotisme yang umum di samping kerinduan akan kampung halaman yang dibalikkan ini, semangat bagi kerajaan Allah yang tidak memiliki batas dan tidak pilih kasih terhadap ras, hasrat dari Kristus yang tak bertempat tinggal!4


James Gilmour di Mongolia, David Livingstone di Afrika Tengah, Grenfell di Kongo, Keith Falconer di Arab, Dr. Rijnhart dan Nona Annie Taylor di Tibet, Chalmers di Papua New Guinea, Morrison di Tiongkok, Henry Martyn di Persia, dan semua orang lain seperti mereka memiliki “kerinduan akan kampung halaman yang dibalikkan,” hasrat yang kuat untuk melihat negara tersebut mereka sebagai kampung halam mereka yang paling membutuhkan Injil. Di dalam hasrat ini semua hasrat yang lain mati, di hadapan visi ini semua visi lain memudar, panggilan ini menenggelamkan semua suara yang lain. Mereka adalah para pionir Kerajaan Allah, penunjuk jalan dari Allah, yang rindu untuk melintasi batas dan menemukan wilayah baru atau memenangkan kerajaan baru.


Daftar isi

Semangat Pionir

Para penunjuk jalan dari Allah ini tidak pergi dengan senjata perang, tetapi dengan pedang Roh dan api Kebenaran, membuka lebar jalan bagi mereka yang mengikuti selanjutnya. Bekas luka-luka mereka merupakan tanda kerasulan mereka, dan mereka juga bersuka dalam kesusahan besar. Seperti para Rasul yang menjadi pionir, “senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami” dan membuktikan diri mereka sebagai “pelayan Kristus … di dalam penjara; didera di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut.”

Thomas Valpy French, Uskup dari Lahore, yang disebut oleh Dr. Eugene Stock sebagai “misionaris yang paling terhormat di antara semua misionaris dari Church Missionary Society,” memiliki semangat pionir yang sejati dan mengenal kemuliaan dari hal yang mustahil. Dia adalah seorang raksasa intelektual dan rohani.

Hidup bersama beliau sama dengan minum dari udara yang penuh dengan kerohanian. Seperti udara di Engadine (wilayah tujuan favorit turis di Swiss) bagi tubuh, demikian juga kedekatan dengan beliau bagi jiwa. Bersama dengan beliau merupakan suatu pendidikan. Bagi beliau tidak ada satu pun yang tidak bisa dikorbankan?tempat tinggal, istri, kesehatan?jika panggilan Tuhan jelas. Tetapi semua orang tahu bahwa Dia hanya meminta mereka melakukan apa yang telah dilakukan-Nya dan akan selalu dia lakukan.


Setelah 40 tahun kerja keras yang berlimpah dan berbuah di India, Thomas menyerahkan jabatannya sebagai uskup dan berencana untuk menjangkau wilayah pedalaman Arab dengan Injil.

Dan ketika Mackay, dari Uganda, dalam seruan luar biasannya bagi misi ke orang-orang Arab di Oman meminta “enam orang muda, dari universitas-universitas Inggris, untuk melakukan petualangan dalam iman,”5 veteran berhati singa yang telah melayani selama enam puluh enam tahun ini meresponi sendirian. Inilah kemuliaan dari hal yang mustahil. Namun dari Muscat dia menulis hal ini sebelum kematiannya:

Jika saya tidak mendapat orang yang bisa dengan setia membantu dan menuntun saya dalam perjalanan ke wilayah pedalaman ini, yang biasa berurusan dengan orang Arab dan bisa mendapatkan kebutuhan yang umum dibutuhkan (Saya butuh sedikit saja), saya mungkin mencoba Bahrain, atau Hodeidah dan Sana, dan jika itu juga gagal, kembali ke Afrika Utara, di beberapa tempat tinggi; karena tanpa rumah kami sendiri iklimnya akan sangat tak tertahankan bagi saya? setidaknya selama bulan-bulan yang sangat panas?maka pekerjaan seseorang akan terhenti. Tetapi saya tidak mau menyerah, tolong saya Tuhan, meskipun sementara, rencana saya bagi wilayah pedalaman, kecuali, seluruh jalan sudah ditutup, maka itu merupakan kegilaan untuk berusaha menjalankannya.6


Saya tidak akan menyerah?dan dia tidak menyerah sampai mati. Demikian juga Gereja Kristus tidak boleh menyerah dari pekerjaan yang telah dijalani Mackay dan orang lain seperti dia yang telah menyerahkan hidup mereka di Oman. Ini terus berlanjut.


Ambisi Apostolik

Propinsi-propinsi yang belum ada pelayan di Arab dan Sudan menanti orang-orang dengan semangat seperti Uskup French tersebut. Karena ambisi untuk menjangkau dari pusat-pusat yang sudah ditempati ke wilayah-wilayah yang jauh di luar, bahkan meski pusat-pusat tersebut masih kekurangan pekerja dan perlu bantuan, itu bukan sesuatu yang berlebihan atau fantastik, tetapi benar-benar apostolik. “Ya, saya memiliki ambisi,” kata Paulus, “bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain, tetapi sesuai dengan yang ada tertulis: “Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya”” (Rom. 15:20-21). Dia menulis ini ketika sedang meninggalkan kota sepenting Korintus, dan seterusnya mengatakan bahwa inilah alasannya mengapa dia belum mengunjungi Roma, tetapi dia berharap dapat melakukannya dalam perjalanannya menuju ke Spanyol! Jika ujung terluar dari Kerajaan Roma menjadi bagian dari program Paulus, yang telah memberitakan Kristus dari Yerusalem ke Ilirikum pada abad pertama, kita pasti, pada awal abad 20, tidak boleh memiliki ambisi yang kurang dari itu untuk memasuki setiap ladang yang belum ditempati sehingga “Mereka, yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka, yang tidak pernah mendengarnya, akan mengertinya.”

Tidak ada contoh dari seorang Rasul yang terdorong untuk pergi ke luar negeri di bawah dorongan sebuah perintah yang berani. Masing-masing pergi sebagai seorang kekasih kepada tunangannya pada tujuan yang telah ditunjukkannya. Semua itu merupakan tindakan naluriah dan alamiah. Mereka juga secara setara diatur oleh visi yang umum, tetapi mereka memiliki visi masing-masing yang menarik mereka ke mana pun mereka dibutuhkan. Pada masa-masa awal Kekristenan, tidak ada yang namanya semangat perhitungan. Kebanyakan rasul mati di luar Palestina, meskipun logika manusia akan melarang mereka untuk meninggalkan tempat mereka sampai tempat itu dikristenkan. Naluri perhitungannya adalah kematian bagi iman, dan seandainya para rasul mengizinkan itu mengontrol motivasi dan tindakan mereka, mereka akan telah berkata: “kebutuhan di Yerusalem begitu besar, tanggung jawab kami bagi bangsa kami sendiri begitu jelas, sehingga kami harus menjalankan prinsip kemurahan hati dimulai di rumah sendiri. Setelah kami sudah memenangkan orang-orang di Yerusalem, Yudea dan Tanah Suci secara keseluruhan, maka barulah tiba waktunya untuk pergi keluar; tetapi masalah kami secara politik, moral dan agama belum terselesaikan di sini sehingga sangat tidak masuk akal untuk meletakkan beban baru di punggung kami”7


Besarnya tugas dan sulitnya tugas tersebutlah yang memacu gereja mula-mula. Kemustahilannya yang tampak itulah yang menjadi kemuliaannya, sifatnya yang mendunia, keagungannya. Hal tersebut berlaku buat hari ini. Neesima dari Jepang menulis:

Saya senang merenungkan pertumbuhan yang luar biasa dari Kekristenan di dunia, dan percaya bahwa jika kekristenan menemukan hambatan apa pun kekristenan tetap akan maju lebih cepat dan lebih gesit seperti aliran air mengalir lebih cepat ketika aliran tersebut menemukan rintangan pada jalurnya.8

Harapan dan Kesabaran

Dia yang membajak tanah yang belum pernah dibajak harus membajak dalam pengharapan. Allah tidak pernah mengecewakan umat-Nya. Tuaian selalu mengikuti masa benih. Misionaris Hogberg menulis dari Asia Tengah:

Ketika kami baru tiba di ladang kami, adalah mustahil untuk mengumpulkan beberapa orang untuk mendengar kabar baik Injil. Kami tidak dapat mengumpulkan satu anak pun untuk sekolah. Kami tidak dapat menyebarkan Injil atau traktat. Ketika membangun tempat baru, kami juga memiliki tempat ibadah kecil. Kemudian kami berpikir, “Akankah ruang ini bisa dipenuhi oleh orang M yang mendengar Injil?” Tempat ibadah kecil kami telah dipenuhi dengan para pendengar Injil dan bahkan memiliki ruang yang lebih besar! Semakin hari kami berkhotbah sampai batas tenaga kami, dan orang M tidak lagi menolak mendengar kebenaran Injil. Seorang M berkata kepada saya, “sebelum kedatangan kalian tidak seorang pun berbicara atau berpikir mengenai Yesus Kristus, sekarang di setiap tempat orang mendengar nama-Nya.” Pada awal pekerjaan kami mereka membuang Injil dan membakarnya, atau mengembalikannya kepada kami?sekarang mereka membelinya, mencium kitab tersebut, dan menyentuhkannya ke dahi dan memasukkannya ke dalam hati, mereka menunjukkan rasa hormat tertinggi yang dapat dilakukan seorang M terhadap sebuah buku.


Tapi pekerja pionir harus panjang sabar. Ketika Judson sedang terbaring, terikat dengan rantai di ruang tahanan bawah tanah di Burma, sesama tahanan bertanya dengan ejekan tentang prospek bertobatnya seorang kafir. Judson dengan tenang menjawab, “Prospeknya sejelas janji-janji Allah.” 10 Hanya ada sedikit negara pada hari ini yang tidak seterbuka, atau di mana kesulitannya lebih besar, seperti di Burma ketika Judson menghadapinya dan kemudian menang.

Tantangan dari Pintu Tertutup

Prospek bagi penginjilan di seluruh ladang yang belum digarap adalah “sejernih janji Allah.” Mengapa kita harus menunggu lama untuk menginjili mereka? Robert E. Speer berkata:

Penginjilan dunia pada generasi ini bukan hanya sekadar semboyan. Ini bukan moto yang harus diberi tanda secara sembrono. Penginjilan dunia dalam generasi ini adalah panggilan Yesus Kristus kepada semua orang murid-Nya untuk meletakkan dirinya ke atas salib, sendirinya berjalan mengikuti jejak Yesus, yang meskipun kaya, bagi kita Dia menjadi miskin, sehingga kita melalui kemiskinan-Nya bisa menjadi kaya, sendirinya tidak mengindahkan nyawanya, agar dia dapat menyerahkannya seperti Kristus menyerahkan nyawa-Nya bagi penebusan dunia.11


Siapa yang mau melakukan hal ini di ladang yang belum ditempati? Para sukarelawan mahasiswa hari ini tidak boleh puas sampai semboyan ini, terutama bagi mereka, mendapat aplikasi praktis di lading-ladang yang paling terabaikan dan paling sulit, dan juga negara-negara di mana tuaian sudah menguning dan panggilan bagi jumlah penuai semakin meningkat. Permohonan akan kekurangan lebih kuat daripada kesempatan. Pencarian kesempatan bukan merupakan kata terakhir dalam misi. Pintu yang terbuka memanggilnya, pintu yang tertutup menantang orang yang berhak untuk masuk. Ladang-ladang yang belum ditempati di dunia ini, memiliki tuntutan yang khas dalam bobot dan urgensi. “Dalam abad ke-20 dari sejarah Kristen ini seharusnya tidak ada lagi ladang yang belum ditempati. Gereja terikat untuk membereskan kondisi yang menyedihkan ini sedapat mungkin tanpa penundaan.”12


Menghasilkan Hidup, Bukan Mendapatkan Penghasilan

Oleh karena itu, ladang-ladang yang belum ditempati merupakan tantangan bagi semua orang yang hidupnya tidak ditempati oleh panggilan tertinggi dan terbaik ini, yang hidupnya hanya disibukkan oleh hal-hal yang remeh atau hal-hal yang tidak berarti. Ada mata-mata yang belum pernah dicerahkan oleh sebuah visi yang agung, pikiran yang belum pernah dicengkeram oleh pemikiran yang tidak egois, hati yang belum pernah tergetar dengan hasrat bagi keberdosaan orang lain, dan tangan yang belum pernah lelah atau kuat dalam mengangkat beban yang besar. Bagi mereka, pengetahuan akan jutaan orang tanpa Kristus di wilayah yang belum ditempati seharusnya menjadi seperti panggilan baru dari Makedonia, dan visi yang mencengangkan akan kehendak Allah bagi mereka. Seperti Uskup Brent berkata:

Kita tidak akan pernah tahu ukuran kapasitas moral yang kita miliki sampai kita berusaha menyatakannya dalam tindakan. Sebuah petualangan dengan beberapa proporsi bukanlah tidak umum dibutuhkan oleh orang muda untuk menentukan dan memperbaiki kekuatan kelaki-lakiannya.13


Apakah ada ujian yang lebih heroik bagi kekuatan kelaki-lakian selain bekerja sebagai pionir di ladang misi? Inilah kesempatan bagi mereka yang di tempat asalnya mungkin tidak akan pernah menemukan sudut ruang bagi kapasitas tersembunyinya, yang mungkin tidak akan pernah menemukan ruang lingkup yang cukup di mana pun bagi semua kemampuan pikiran dan jiwa mereka. Ada ratusan mahasiswa Kristen yang berharap menghabiskan hidup mereka mempraktikkan hukum atau beberapa usaha perdagangan sebagai mata pencaharian mereka, meskipun memiliki cukup kekuatan dan talenta untuk masuk ke ladang-ladang yang belum ditempati ini. Ada dokter-dokter muda yang mungkin mengumpulkan di sekeliling mereka di beberapa tempat misi baru ribuan orang yang “menderita ketakutan akan kekafiran dan M,” dan mengangkat beban penderitaan mereka, tetapi yang sekarang membatasi usaha mereka di Utica di mana seni penyembuhan tunduk pada hukum persaingan dan terlalu sering diukur oleh buku kas dan laporan arus kas. Mereka sedang menghasilkan mata pencaharian, mereka mungkin bisa menghasilkan kehidupan.

Uskup Phillips Brooks pernah memberi tantangan dari tugas besar ini dengan kalimat ini:

Jangan berdoa untuk mendapat hidup yang mudah; berdoa agar menjadi manusia yang lebih kuat. Jangan berdoa untuk mendapat tugas yang sesuai dengan kekuatanmu; berdoa untuk mendapat kekuatan yang sesuai dengan tugas-tugasmu. Maka pelaksanaan pekerjaanmu tidak akan menjadi mujizat, tetapi engkau akan menjadi mujizat tersebut.14

Dia tidak bisa memilih kalimat yang lebih cocok lagi jika dia sedang berbicara mengenai penginjilan di ladang yang belum ditempati di dunia dengan semua kesulitan yang menjengkelkan dan kemustahilan yang mulia itu. Allah dapat memberi kita kekuatan untuk tugas tersebut. Dia cukup bagi mereka yang sudah pergi di masa lalu, dan tetap cukup bagi mereka yang pergi pada hari ini.

Menghadapi jutaan orang dalam kegelapan dan kejatuhan, mengetahui kondisi mereka dari kesaksian orang-orang yang pernah mengunjungi wilayah ini, tugas besar yang belum selesai ini, tugas yang belum pernah dicoba ini, menyerukan pada hari ini kepada mereka yang mau bertekun dan menderita untuk menyelesaikannya.

Bukan Pengorbanan, Tetapi Kesempatan Istimewa

Ketika David Livingstone mengunjungi Cambridge University, pada 4 Desember 1857, dia membuat permohonan tulus bagi benua itu (Afrika), yang pada waktu itu hampir seluruhnya merupakan ladang yang belum digarap. Perkataannya, yang bisa dikatakan merupakan permintaan terakhirnya dan kesaksian bagi para mahasiswa, berkenaan dengan Afrika, bisa menjadi penutup dari buku ini:

Bagi saya, saya tidak pernah berhenti bersukacita bahwa Allah telah menunjuk saya untuk kedudukan ini. Orang-orang membicarakan mengenai pengorbanan yang telah saya buat dalam menghabiskan sebagian besar hidup saya di Afrika. Dapatkah hal tersebut disebut pengorbanan ketika hal tersebut hanya mengembalikan secuil dari utang kita yang begitu besar kepada Allah, yang tidak akan pernah dapat kita bayar kembali? Apakah ini yang namanya pengorbanan ketika yang kita lakukan mendatangkan upah dalam kegiatan yang sehat, kesadaran melakukan hal yang baik, kedamaian pikiran, dan membawa harapan tujuan akhir yang mulia pada akhirnya? Jauhkan kata itu dari pendengaran saya, dan pikiran seperti itu! Itu sama sekali bukan pengorbanan. Katakanlah itu suatu kesempatan istimewa. Kekuatiran, sakit, penderitaan, atau bahaya, sekarang dan yang akan datang, dengan mengorbankan kenyamanan dan kebaikan yang bisa diberikan hidup ini, mungkin membuat kita terdiam, dan membuat semangat menjadi pudar, dan jiwa kecut, tetapi biarlah itu hanya terjadi seketika. Semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan di dalam dan bagi kita. Saya tidak pernah berkorban. Saya memohon agar kalian semua bisa mengarahkan perhatian ke Afrika. Saya tahu bahwa dalam beberapa tahun saya akan mati negara itu, yang sekarang sudah terbuka. Jangan biarkan negara itu tertutup lagi! Saya akan kembali ke Afrika untuk berusaha membuka jalan bagi perdagangan dan Kekristenan. Lanjutkan pekerjaan yang saya telah mulai. Saya serahkan kepada kalian semua.15



Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas