PERSPEKTIF
.co
christian
online
Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Implikasi Budaya dari sebuah Gereja Pribumi

Dari Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia

Langsung ke: navigasi, cari

Draf Buku Perspektif


William A. Smalley

William A. Smalley bekerja 23 tahun untuk United Bible Societies dan sebagai seorang konsultan untuk Bible Societies dalam masa pensiun beliau. Beliau juga aktif dalam pembentukan Toronto Institute of Linguistics dan adalah Profesor Emeritus dari Bethel College di St. Paul, Minnesota. Beliau adalah editor dari jurnal Practical Anthropology dari 1955 sampai 1968.

Diambil dari Readings in Missionary Anthropology II, diedit oleh William A. Smalley, 1978. Digunakan dengan ijin dari William Carey Library, Pasadena, CA.

Tampaknya telah menjadi aksioma dalam banyak pemikiran misionaris bahwa sebuah gereja yang “mengatur-sendiri, mandiri, dan menyebarkan sendiri” didefinisikan sebuah “gereja pribumi.” Lebih lanjut tampaknya mengikuti pemikiran dari banyak orang bahwa gereja pribumi seperti itu (dan demikian didefinisikan) adalah tujuan dari misi modern. Ada beberapa keberatan yang sangat serius yang mungkin diajukan pada sudut pandang ini, bagaimanapun, dan itu adalah sudut pandang yang mungkin sangat menyesatkan karena itu membentuk kebijakan bagi perkembangan sebuah gereja, jika kita melihat pada beberapa implikasi budayanya. Menurut saya, pertama-tama, kriteria “mengatur-diri-sendiri, mendukung-diri-sendiri, dan menyebarkan-diri-sendiri” itu tidaklah selalu berdasarkan diagnosa atas sebuah gerakan pribumi.

Definisi gerakan tersebut harus dicari di tempat lain, dan meskipun unsur-unsur ketiga “sendiri” ini mungkin ada dalam gerakan tersebut, mereka pada dasarnya adalah variabel-variabel yang berdiri sendiri. Tiga “sendiri” tampaknya telah menjadi menangkap frase yang bisa dicap tanpa pemahaman tertentu pada satu gereja atau yang lain. Namun jelas pada sebuah pemeriksaan fakta-fakta bahwa mereka belum tentu relevan sama sekali.

Daftar isi

Salah Tafsir tentang Mengatur Diri Sendiri

Mungkin sangat mudah untuk memiliki sebuah gereja mengatur-diri-sendiri yang tidak pribumi. Banyak gereja mengatur-sendiri saat ini yang tidak. Semua yang perlu untuk mengindoktrinasi sedikit pemimpin dalam pola-pola Barat pemerintahan gereja, dan membiarkan mereka mengambil alih. Hasilnya adalah sebuah gereja diatur dalam tata cara asing yang memperbudak (meskipun mungkin mengubah hal-hal dalam arahan pola pemerintahan lokal), namun tanpa rentangan imajinasi bisakah itu disebut sebagai sebuah gereja pribumi. Hal ini lebih mungkin untuk sebuah gerakan menuju Kristus pribumi asli untuk “diatur” sampai sebuah tingkat oleh pihak asing. Bahkan dalam gerakan menuju Kristus berskala-besar yang telah terjadi di dunia, gerakan-gerakan yang telah menjadi begitu luas sehingga badan asing telah memiliki lebih banyak kesulitan dalam mengontrol mereka daripada apa yang telah ada dalam sebagian besar pekerjaan misinya, badan misitelah sering memberikan pengaruh mengaturnya terhadap tingkat masyarakat yang lebih tinggi, setidaknya, dimana itu dikaitkan dalam apapun dengan gerakan.

Ini mungkin terjadi oleh tindakan langsung para misionaris atau oleh tindakan para pemimpin gereja yang dilatih dalam pola pengaturan asing. Meskipun pengaturan seperti itu mungkin tidak menguntungkan dalam banyak kasus, tidaklah sedikitpun mengurangi sifat asli dari sebuah gerakan menuju Kristus pada bagian dari sebuah kelompok orang-orang.

Penyalahgunaan tentang Mendukung Diri Sendiri

Tidaklah mungkin bahwa akan ada ketidaksepakatan dengan gagasan bahwa gereja Yerusalem di abad pertama adalah gereja pribumi. Orang-orang Kristen Yerusalem begitu kuat sikap Yahudi mereka sehingga mereka membenci pertobatan orang-orangbukan Yahudi kecuali mereka mengikuti pelaksanaan hukum ritual Yahudi. Gereja itu, bagaimanapun, pada waktunya membutuhkan, menerima pemberian-pemberian dari luar negeri, dari Eropa – dalam terminologi modern sekarang, dari Barat. Paulus sendiri membawa beberapa pemberian itu ke Yerusalem. Tidak seorang pun yang akan berpendapat bahwa menerima pemberian seperti itu melanggar sifat asli gereja Yahudi. Tidak juga ada orang yang mendebat, saya percaya, bahwa menerima pemberian itu oleh gereja-gereja muda hari ini tentu akan melanggar karakter asli mereka. Hal ini benar terlepas dari bahaya yang sangat nyata yang ada dalam subsidi gereja-gereja yang lebih muda oleh badan-badan misi.

Saya berada di Indo-China sebagai seorang misionaris selama beberapa tahun perang saudara. Itu merupakan hari-hari ketika seluruh negeri sangat terganggu, ketika jemaat-jemaat gereja bisa diputus dari misi tanpa pemberitahuan lebih dari beberapa jam sewaktu garis pertempuran bergeser, ketika kelompok-kelompok yang telah berada di bawah subsidi misi dapat sewaktu-waktu kehilangan bantuan misi dan ditempatkan dalam kondisi ekonomi yang mengkhawatirkan. Bersama dengan sebagian besar rekan-rekan, saya merasakan kelemahan yang luar biasa dari sebuah program misionaris yang didasarkan pada keuangan asing pada pekerja nasionalnya. Pada waktu krisis seperti itu, kami bekerja keras untuk melihat bahwa gereja ditempatkan pada pijakan mendukung diri sendiri.

Mendukung diri sendiri, dimanapun mungkin, benar-benar metode ekonomis gereja yang paling baik. Sehat bagi gereja dan bagi misi, namun tentu saja ada situasi-situasi dimana itu tidak mungkin, atau dimana tidak disarankan, dimana mendukung diri sendiri dapat membuat pertumbuhan gereja hampir tidak mungkin, dan dalam situasi-situasi demikian kehadirannya tidaklah selalu menyiratkan tidak adanya sebuah gereja pribumi. Ini adalah variabel yang berdiri sendiri di dalam pola misi dan gereja. Ini tergantung pada bagaimana masalah diatasi, dan bagaimana godaan untuk mengontrol kehidupan gereja melalui manipulasi dana ditolak oleh badan misi.Jika dana asing ditangani dengan cara pribumi, mereka mungkin masih memiliki bahaya, namun mereka tidak menghalangi sebuah gereja pribumi. Contoh bidang-bidang dimana gereja-gereja muda biasanya tidak dapat diharapkan untuk mendukung-diri-sendiri adalah publikasi, penerjemahan Alkitab, pendidikan, kesehatan dan obat, dan banyak bidang lain yang seluruhnya di luar jangkauan ekonomi mereka. Hal-hal ini bukan kegiatan-kegiatan pribumi, namun merupakan kegiatan yang berharga bagi banyak gereja di dunia modern. Ya atau tidak hal-hal seperti itu memasuki kehidupan sebuah gereja dalam “tata cara pribumi” adalah seluruhnya tergantung pada cara dimana perubahan itu terjadi, bukan sumber pendapatannya.

Kesalahpahaman tentang Menyebarkan-Diri-Sendiri

Dari ketiga “diri-sendiri,” bagi saya tampaknya menyebarkan-diri-sendiri adalah yang hampir paling berdasarkan diagnosa tentang sebuah gereja pribumi, namun di sini sekali lagi korelasinya tidak berarti lengkap. Di sedikit daerah di dunia mungkin justru sifat asing gereja yang merupakan sumber ketertarikan orang-orang percaya. Ada bagian-bagian di dunia dimana aspirasi rakyat membawa mereka ke arah menginginkan untuk mengidentifikasi diri mereka sendiri dengan dunia Barat yang kuat dan berkuasa, dan dimana gereja menyediakan sebuah jalan identifikasi yang demikian.1 Menyebarkan-diri-sendiri dalam kasus seperti itu mungkin tidak lebih dari sebuah jalan untuk sebuah hubungan non-pribumi.

Sifat Sebuah Gereja Pribumi

Saya sangat kuat menduga bahwa ketiga “diri-sendiri” benar-benar merupakan proyeksi dari sistem nilai Amerika ke dalam idealisasi gereja, bahwa mereka berada dalam konsep Barat yang sangat alami berdasarkan gagasan Barat tentang individualisme dan kekuasaan. Dengan memaksakan hal-hal itu kepada orang lain, kita mungkin kadang-kadang telah membuatnya tidak mungkin bagi sebuah pola yang benar-benar pribumi untuk berkembang. Kita telah kebarat-baratan dengan semua pembicaraan kita tentang mempribumikan.

Lalu, apakah sebuah gereja pribumi itu? Itu adalah sebuah kelompok orang percaya yang menjalani hidup mereka, termasuk kegiatan sosialisasi Kristen mereka, dalam pola masyarakat lokal, dan yang baginya perubahan apapun dari masyarakat itu keluar dari kebutuhan yang mereka rasakan di bawah bimbingan Roh Kudus dan Kitab Suci. Ada beberapa unsur dasar dalam pembentukan sementara ini. Satu hal, gereja merupakan sebuah masyarakat. Sebagai sebuah masyarakat, gereja memiliki pola interaksinya di antara orang-orang. Jika itu adalah sebuah masyarakat pribumi, sebuah gereja pribumi, pola-pola reaksi itu akan didasarkan pada pola seperti yang ada dalam masyarakat lokal. Hal ini benar semata karena orang-orang belajar untuk saling bereaksi dalam proses berbudaya, bertumbuh yang normal, dan kebiasaan yang normal itu dibawa ke dalam struktur gereja. Jika pola-pola lain dipaksakan pada sebuah gereja oleh misionaris, sadar atau tidak, gereja demikian tidak akan menjadi sebuah gereja pribumi.

Kehadiran Roh Kudus, bagaimanapun, adalah faktor dasar dalam gereja pribumi, dan kehadiran Roh Kudus menyatakan secara tidak langsung perubahan keduanya yakni kehidupan individu dan kehidupan masyarakat. Namun, sebagaimana saya telah mencoba untuk menunjukkan dalam artikel lain tentang sifat perubahan budaya, 2 perubahan demikian muncul secara berbeda dalam masyarakt yang berbeda, tergantung pada makna yang melekat pada perilaku dan kebutuhan yang mereka rasakan dalam hidup mereka. Para misionaris umumnya menyetujui danberusaha keras untukperubahan budaya yang menjadikan orang-orang menjadi lebih mirip dengan mereka sendiri dalam bentuk (dan ini benar meskipun mereka mungkin mengabaikan makna dari bentuk ini). Sebuah gereja pribumi tepatnya adalah gereja yang di dalamnya perubahan terjadi di bawah bimbingan Roh Kudus memenuhi kebutuhan dan memenuhi makna dari masyarakat dan bukan kelompok luar lainnya.Banyak orang yang mengatakan hal-hal seperti ini, dan pernyataan demikian harus dan bisa diuraikan dengan luas untuk memberikan sebuah penjelasan yang lebih memadai tentang sifat dari sebuah gereja pribumi. Kadang-kadang dalam pencarian kami untuk memahami sifat gereja, kami beralih ke Perjanjian Baru (seperti yang seharusnya) dan mencarinya di sana. Namun bukan dalam struktur dan pelaksanaan formal gereja di Perjanjian Baru yang menjadi jawaban kami. Sebenarnya, gereja Yerusalem tampak berbeda bahkan dalam hal operasional dari gereja-gereja di Eropa, dan sudah tentu berbeda dalam pandangan tentang masalah budaya dasar yang sangat penting bagi orang-orang Yahudi. Di Perjanjian Baru kita menemukan gambaran tentang gereja pribumi. Itu adalah gambaran sebuah gereja dimana Roh Kudus telah bekerja melakukan perubahan dalam masyarakatnya. Dan dimana masyarakat itu berbeda dari yang lain (seperti dunia Yunani berbeda dari dunia Yahudi) menghasilkan gereja yang berbeda.

Misionaris Tidak Menyukainya

Namun mengatakan sedemikian banyak, saya sekarang ingin menekankan beberapa implikasi dari sebuah “gereja pribumi,” implikasi-implikasi yang sering tidak disadari. Salah satunya adalah bahwa misionaris sering tidak menyukai produknya. Sering sebuah gereja pribumi merupakan sebuah sumber keprihatinan dan rasa malu bagi badan misi di daerah itu. Sebuah contoh adalah implikasi orang-orang Indian Toba sebagaimana dilaporkan oleh Dr. William D. Reyburn.3

Misi terganggu dan tidak senang tentang gereja pribumi yang menyebar begitu cepat di antara orang-orang Toba karena dianggap sebuah bentuk yang begitu berbeda dari bentuk kelompok misinya. Tidak, sampai mereka melihat sesuatu dari sifat gereja itu dalam hal yang sedang kita diskusikan di sini dan tentang Roh Kudus yang bekerja dalam masyarakat lain dari mereka, bahwa para misionaris tidak hanya berdamai dengan kehadiran gereja pribumi, namun berusaha untuk menyelaraskan program mereka dengannya, untuk penguatan gereja itu dan demi kemuliaan Allah yang lebih besar. Telah ada gerakan-gerakan pribumi yang disetujui oleh para misionaris. Persetujuan ini kadang-kadang karena wawasan dan persepsi yang tidak biasa dari para misionaris yang melihat di luar batasan-batasan bentuk budaya mereka sendiri dan mengakui gerakan Roh Kudus di antara orang-orang lain. Di lain waktu sistem nilai umum dari kelompok gereja baru begitu hampir bertepatan dengan sistem kami sendiri sehingga hasilnya adalah sebuah gereja yang merefleksikan banyak dari hal-hal sangat berharga yang kami miliki.

Gerakan-gerakan di Tiongkok seperti Keluarga Yesus menampilkan kualitas pribadi yang luar biasa tentang kesederhanaan, kebersihan, hidup hemat, dan kebajikan lain yang angkanya begitu tinggi dalam masyarakat kami sendiri dan yang dianggap sebagai buah dari gerakan Kristen. Hal-hal ini adalah, bagaimanapun, cita-cita yang ada dalam kehidupan Orang Tionghoa yang bukan Kristen. Sebuah kehidupan yang diubahkan dalam kasus demikian menghasilkan kesempurnaan sistem nilai yang sudah ada dalam budaya itu. Namun bukan demikian kasusnya di antara orang Toba, dimana memberikan harta, membagikan harta dengan sanak keluarga dan tetangga serta ikut dalam ekspresi emosional agama menandai kelompok itu karena dalam cara-cara inilah nilai-nilai mereka diekspresikan. Namun, sebagaimana Dr. William D. Reyburn menyatakannya beberapa waktu lalu, sebagian besar dari kita ingin bergabung menjadi juri sementara Allah sedang membuat penghakiman-Nya atas orang-orang dan budaya-budaya, namun kita bahkan tidak memahami makna dari pencobaan. Kita cepat untuk membuat penilaian dan cepat untuk memutuskan apa saja yang harus diikuti oleh gereja baru atau apa saja yang harus dilakukan seorang Kristen baru, namun kita sama sekali tidak kompeten atau memenuhi syarat untuk membuat keputusan seperti itu, memiliki sedikit atau tanpa pengetahuan tentang latar belakang budaya dari bangsa atau individunya.

Adalah tugas kita, pertama-tama, untuk melihat Alkitab dalam perspektif budayanya, untuk melihat Allah berurusan dengan manusia melalui situasi budaya yang berbeda. Adalah tanggung jawab kita untuk melihat bagaimana Allah berubah dalam berhadapan dengan orang-orang ketika sejarah budaya Yahudi berubah, untuk mengenali bahwa Allah selalu, dimanapun berhadapan dengan orang-orang dalam hal budaya mereka. Adalah tanggung jawab kita selanjutnya untuk membawa orang Kristen baru kepada Alkitab dan untuk membantu mereka melihat dalam Alkitab, Allah berinteraksi dengan orang-orang lain, orang-orang yang emosi dan permasalahannya sangat mirip dengan milik kita sendiri sejauh sifat yang mendasar bersangkutan, namun juga ada kalanya sangat berbeda dari mereka dalam sasaran yang khusus atau pelaksanaan dari bentuk kehidupan mereka. Adalah tanggung jawab kita untuk memimpin mereka dalam doa untuk menemukan apa yang Allah akan minta untuk mereka lakukan sewaktu mereka mempelajari Firman-Nya dan mencari interpretasi dan pimpinan Roh Kudus. Adalah tugas misionaris, jika misionaris percaya kepada “prinsip pribumi,” untuk mengkhotbahkan bahwa Allah, di dalam Kristus Yesus, memperdamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri. Berita itu adalah superkultural. Itu berlaku untuk semua budaya dan semua tempat. Iman melahirkan yang superkultural, namun media komunikasinya dan hasil dari imannya di dalam kehidupan individu tidaklah superkultural – itu menyatu dalam kebiasaan dan nilai dari semua orang. Adalah untuk menyampaikan berita itulah, yaitu berita yang mengubah dunia yang terbalik dan terus melakukannya, misionaris dipanggil. Lebih lanjut, adalah tanggung jawab misionaris untuk menjadi sumber alternatif budaya yang dipilih oleh orang-orang jika mereka menginginkan dan membutuhkan itu. Para misionaris dengan pengetahuan sejarah, pemahaman mereka akan Kitab Suci dan pengetahuan mereka tentang gereja di negeri mereka sendiri dan di daerah misionaris lainnya, yang sering dapat menyarankan kepada kelompok-kelompok lokal bahwa ada jalan keluar dari dilema mereka, bahwa ada cara-cara kehidupan yang lebih baik di dalam Kristus daripada yang sekarang sedang mereka hidupi. Hal ini adalah fungsi misionaris yang sah, peran mereka dalam perubahan budaya. Namun jika perubahan yang sungguh-sungguh terjadi, keputusan, seleksi, haruslah dibuat oleh orang-orang mereka sendiri, dan jika gereja adalah gereja pribumi, kita bisa mengetahui bahwa seleksi akan dibuat berdasarkan kebutuhan, permasalahan, nilai-nilai, dan pandangan dari orang-orang itu. Gerejalah yang harus memutuskan apakah air yang mendidih, pantang dari alkohol, pemakaian baju dan monogami merupakan ekspresi yang tepat dari seorang Kristen dalam masyarakat itu. Gereja di bawah pimpinan Roh Kuduslah yang harus menentukan cara terbaik untuk mendorong pertumbuhannya sendiri, menyebarluaskan kesaksiannya dan mendukung pimpinan formalnya sendiri (jika benar-benar harus memiliki pimpinan formal).

Seperti yang telah kami sarankan, masalah implikasi gereja pribumi sama tuanya dengan penganut Yudaisme Yerusalem. Mereka melihat Kekristenan Yunani melalui mata Ibrani. Mereka sama seperti banyak misionaris dalam hal itu, jika mereka puas bahwa orang bukan Yahudi pun harus bertobat, mereka melihat pertobatan dalam pengertian memenuhi bentukan formal. Perjanjian Baru, bagaimanapun, jelas menolak pandangan itu dan mendirikan gereja sebagai sekelompok orang percaya di dalam masyarakatnya sendiri, mengupayakan perubahan kimia dalam masyarakat seperti garam di dalam masakan, daripada memotong masyarakat menjadi beberapa bagian seperti penganut Yudaisme. Ini tidak untuk menentang keeksklusifan Kekristenan. Gereja adalah sebuah kelompok yang terpisah, namun terpisah dalam hal rohani, dalam hubungan dengan Allah. Di dalam gereja pribumilah hubungan antara Roh Kudus dengan masyarakat menjadi ada. Ini adalah gereja Perjanjian Baru.

Para petobat dari gerakan pribumi belum tentu lebih bersih daripada tetangga mereka, belum tentu lebih sehat, belum tentu terdidik dengan lebih baik. Lebih lanjut, sering ketika mereka menjadi lebih bersih, lebih sehat, lebih terpelajar, maka rintangan mulai muncul yang menjadikan interaksi pribumi mereka dengan tetangga mereka mungkin berkurang, dan perkembangan gerakan mulai tersumbat. SebagaimanaDr. McGavran telah nyatakan dalam bukunya yang sangat signifikan, The Bridges of God, misi telah terbiasa mengucurkan dana mereka bukan ke dalam gerakan-gerakan orang-orang namun ke dalam gereja-gereja pangkalan, ke dalam perhimpunan misi yang besar sekali, ke dalam gereja-gereja yang merupakan satelit mereka, daripada ke dalam akar-akar rumput pengembangan yang sedang bertumbuh dari gereka pribumi yang memalukan. Tidak hanya banyak misionaris yang tidak menyukai beberapa contoh terkenal gerakan-gerakan gereja pribumi, tetapi bahkan dengan tingkat yang lebih tinggi, para pemilih pendukung asal mereka kelihatannya tidak menyetujui mereka. Nilai-nilai budaya kami ketika diterapkan pada gereja-gereja kami begitu kuat sehingga kami merasa bahwa struktur perusahaan, motif profit, individualisme dan penghematan adalah ipso facto ungkapan Kekristenan. Bahwa Allah harus bekerja dalam bentuk lain daripada bentuk kami sendiri yang tidak terbayangkan oleh kebanyakan dari kami.

Sebuah implikasi dari gereja pribumi yang menurut saya adalah yang paling tidak diinginkan oleh banyak misionaris adalah bahwa misionaris tidak bisa membuat keputusan berkaitan dengan budaya untuk orang Kristen. Dengan ini saya tidak bermaksud bahwa misionaris tidak membuat keputusan yang berharga. Misionaris secara pribadi tidak bisa membantu melakukannya, atau tidak seharusnya berharap untuk melakukannya. Putusan-putusan berharga mereka, jika itu bermanfaat, haruslah berorientasi lintas-budaya, namun mereka akan ada di sana. Saya juga bukan bermaksud bahwa misionaris tidak bisa memberlakukan ukuran penting dari bimbingan, saran, pada gereja yang lebih mudah ketika mereka memenuhi fungsi mereka mengajar dan berkhotbah, dan dalam banyak hal, menasihati.

Sebuah Gereja Pribumi Tidak Bisa “Didirikan”

Implikasi berikut yang telah sering tidak sepenuhnya menembus ke dalam pikiran misionaris yang mendiskusikan gerakan pribumi adalah bahwa mustahil untuk “mendirikan” sebuah gereja pribumi. Penggambaran Alkitab tentang menanam dan menuai adalah jauh lebih realistis daripada penggambaran Barat kami berdasarkan nilai-nilai Barat dan diungkapkan dalam gagasan “pembangunan” atau “pendirian” sebuah gereja. Tidak, gereja pribumi tidak dapat didirikan. Mereka hanya bisa dirintis/ditanam, dan misinya biasanya terkejut dengan benih mana yang tumbuh. Sering mereka memiliki kecederungan untuk menentukan benih yang bertumbuh dalam perkembangbiakan menjadi rumput liar, gangguan, halangan dalam kebun misi asing yang dibudidayakan dengan seksama; sementara itu, tumbuh-tumbuhan rumah-panas yang dibudidayakan dengan seksama dari misi gereja “yang didirikan” tidak mampu menyebarkan akar dan mendapatkan pemeliharaan mereka baik dari tanah kehidupan mereka sendiri ataupun dari Firman Allah dalam pot-pot organisasi misi dan budaya yang mengikat akar.

Gereja Pribumi Mulai Terlepas Dari Misi

Implikasi lain dari seluruh gagasan tentang gereja pribumi adalah bahwa gerakan pribumi yang hebat sering bukan hasil dari pekerjaan asing dalam cara yang langsung. Kadang-kadang mereka adalah hasil dari kesaksian seseorang yang bertobat oleh usaha misionaris asing, namun biasanya bukan misionaris asing itu yang bersaksi menghasilkan pembangunan atau menjadi awal dari gerakan pribumi. Santo Paulus bukan seorang asing bagi dunia Yunani. Dia adalah individu dengan dwi-budaya, yang sama-sama nyaman di dunia Yunani seperti di dunia Ibrani, dan yang khotbahnya disampaikan ke dunia Yunani berita yang datang kepadanya dari orang Kristen di dunia Ibrani. Nabi Harris, yang berkelana sepanjang pantai barat Afrika berkhotbah tentang orang-orang yang akan datang dengan sebuah Buku, bukan misionaris asing. Mereka adalah dari siapa orang-orang Toba mendengar Injil karena datang kepada mereka dalam bentuk pantekostanya yang tidak asing. Benar, mereka bukan orang-orang Toba, namun mereka adalah orang-orang Amerika-Latin berkelas lebih miskin dan campuran Spanyol-India, penduduk dari daerah dimana orang Toba tinggal. Mereka sangat jauh dari penggambaran budaya dimana orang Toba menemukan diri mereka sendiri; mereka bukanlah misionaris asing. Gerakan orang-orang di Tiongkok biasanya adalah hasil dari pekerjaan setia yang energik dari orang Kristen Tiongkok, bukan hasil dari penginjilan misionaris asing kecuali dia mungkin dijadikan petobat oleh misionaris.

Gerakan Hmong, digambarkan oleh G. Linwood Barney, tidak dihasilkan melalui khotbah misionaris, namun melalui pekerjaan bersama dari dukun Hmang yang telah bertobat (di bawah misionaris) dan yang mengajak orang suku lain di daerah itu yang bersamanya orang Hmong sangat akrab, dari desa ke desa, berkhotbah dari kota ke kota. Jarak kami dari kebanyakan budaya lain begitu besar, spesialisasi budaya Barat begitu ekstrim, sehingga hampir tidak ada jalan pendekatan dimana pekerjaan yang biasanya kami lakukan mengakibatkan apapun yang bersifat pribumi. Hal yang ironis adalah bahwa Barat, yang mungkin paling memperhatikan penyebaran Kekristenan di dunia hari ini, dan yang secara finansial paling mampu menyelenggarakan tugas penginjilan ke seluruh dunia, adalah yang paling tidak cocok secara budaya karena cara dimana dia memiliki spesialisasinya sendiri pada satu titik dimana sangat sulit baginya untuk memiliki pemahaman yang memadai tentang orang lain.

Kesimpulan

Sampai kita bersedia agar Gereja memiliki manifestasi yang berbeda dalam budaya yang berbeda – daripada mengekspor pola denominasi yang berakar dalam sejarah kita dan sering tidak relevan bagi seluruh dunia – kita tidak akan memiliki gereja pribumi. Tidak peduli apakah mereka “mengatur-diri-sendiri, mendukung-diri-sendiri, dan menyebarkan-diri-sendiri” atau tidak. Ini tidak akan terjadi, sampai kita bersedia untuk membiarkan gereja bertumbuh bahwa kita telah belajar untuk mempercayakan Roh kudus dengan masyarakat. Kita memperlakukan Roh Kudus seperti anak kecil dengan mainan baru yang terlalu rumit dan berbahaya untuk ditangani. Paternalisme kita bukan satu-satunya paternalisme terhadap orang-orang lain; itu juga paternalisme terhadap Allah.


Draf Buku "Perspektif: Tentang Gerakan Orang Kristen Dunia -- Manual Pembaca" Edisi Keempat, Disunting oleh Ralph D. Winter, Steven C. Hawthorne. Hak Cipta terbitan dalam bahasa Indonesia ©2010 pada Perspectives Indonesia

... kembali ke atas